Menteri Perdagangan dan Industri Rusia Denis Manturov. Foto: Galuh Yudistiranto★
Rusia siap mengembangkan kerja sama di bidang teknologi nuklir ramah lingkungan dengan Indonesia. Hal tersebut disampaikan Menteri Perdagangan dan Industri Rusia Denis Manturov saat ditemui di Sidang Komisi Bersama (SKB) Indonesia dan Rusia di kota Kazan, Republik Tatarstan (9/4).
Menurut Manturov, Rusia memiliki teknologi yang andal di bidang ini dan siap untuk bepartisipasi dalam penciptaan fasilitas nuklir di Indonesia. Manturov mencatat, dasar hukum kerja sama pengembangan teknologi nuklir dengan Indonesia sudah ada sejak 2011. Sementara, perusahaan Rosatom dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pernah menandatangani kontrak pada tahun 2006 untuk kerja sama di bidang teknologi atom ramah lingkungan.
Dalam forum bisnis tersebut, Rosatom menawarkan pembagunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia berkapasitas menengah dan rendah. Persiapan pembangunan PLTN ini diperkirakan akan memakan waktu 2-3 tahun. Sementara, untuk pembangunan PLTN akan dibutuhkan waktu selama 5-7 tahun.
Rusia dikenal memiliki teknologi yang sangat baik di bidang nuklir. Selain itu, Rusia juga telah membantu pembangunan PLTN di berbagai negara. Belum lama ini, Rusia telah menandatangani kontrak pembangunan PLTN di India dan Vietnam untuk meningkatkan kerja sama penggunaan nuklir secara damai. Rosatom juga memberikan opsi kredit bagi negara yang ingin membangun PLTN. Vietnam adalah contoh salah satu negara yang menggunakan opsi kredit untuk membangun PLTN.
Bukan Tawaran Pertama
Pada akhir Desember 2014 lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan pemerintah Indonesia menolak tawaran dari Rusia untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Seperti dikutip oleh Kompas.com, menurut Sofyan, sumber energi tenaga nuklir masih mengundang pro-kontra di Indonesia. “Pihak Rusia mengusulkan proyek kapasitas listrik nuklir. Saya bilang itu masih jauh, kita belum memikirkan hal itu,” kata Sofyan, Senin (22/12).
Menanggapi penolakan ini, dalam konferensi pers yang digelar pada Januari lalu di kediaman Duta Besar Federasi Rusia untuk Republik Indonesia, Duta Besar Rusia Mikhail Galuzin menyebutkan bahwa pihaknya tak bisa mengomentari penolakan tawaran pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia. “Itu hak pemerintah Indonesia,” kata Galuzin.
Sementara, meski dinyatakan belum siap, rencana pembangunan PLTN di Indonesia telah tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Berdasarkan UU tersebut, pada 2019 Indonesia harus sudah memiliki PLTN.
Rusia siap mengembangkan kerja sama di bidang teknologi nuklir ramah lingkungan dengan Indonesia. Hal tersebut disampaikan Menteri Perdagangan dan Industri Rusia Denis Manturov saat ditemui di Sidang Komisi Bersama (SKB) Indonesia dan Rusia di kota Kazan, Republik Tatarstan (9/4).
Menurut Manturov, Rusia memiliki teknologi yang andal di bidang ini dan siap untuk bepartisipasi dalam penciptaan fasilitas nuklir di Indonesia. Manturov mencatat, dasar hukum kerja sama pengembangan teknologi nuklir dengan Indonesia sudah ada sejak 2011. Sementara, perusahaan Rosatom dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pernah menandatangani kontrak pada tahun 2006 untuk kerja sama di bidang teknologi atom ramah lingkungan.
Dalam forum bisnis tersebut, Rosatom menawarkan pembagunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia berkapasitas menengah dan rendah. Persiapan pembangunan PLTN ini diperkirakan akan memakan waktu 2-3 tahun. Sementara, untuk pembangunan PLTN akan dibutuhkan waktu selama 5-7 tahun.
Rusia dikenal memiliki teknologi yang sangat baik di bidang nuklir. Selain itu, Rusia juga telah membantu pembangunan PLTN di berbagai negara. Belum lama ini, Rusia telah menandatangani kontrak pembangunan PLTN di India dan Vietnam untuk meningkatkan kerja sama penggunaan nuklir secara damai. Rosatom juga memberikan opsi kredit bagi negara yang ingin membangun PLTN. Vietnam adalah contoh salah satu negara yang menggunakan opsi kredit untuk membangun PLTN.
Bukan Tawaran Pertama
Pada akhir Desember 2014 lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan pemerintah Indonesia menolak tawaran dari Rusia untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Seperti dikutip oleh Kompas.com, menurut Sofyan, sumber energi tenaga nuklir masih mengundang pro-kontra di Indonesia. “Pihak Rusia mengusulkan proyek kapasitas listrik nuklir. Saya bilang itu masih jauh, kita belum memikirkan hal itu,” kata Sofyan, Senin (22/12).
Menanggapi penolakan ini, dalam konferensi pers yang digelar pada Januari lalu di kediaman Duta Besar Federasi Rusia untuk Republik Indonesia, Duta Besar Rusia Mikhail Galuzin menyebutkan bahwa pihaknya tak bisa mengomentari penolakan tawaran pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia. “Itu hak pemerintah Indonesia,” kata Galuzin.
Sementara, meski dinyatakan belum siap, rencana pembangunan PLTN di Indonesia telah tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Berdasarkan UU tersebut, pada 2019 Indonesia harus sudah memiliki PLTN.
★ RBTH
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.