Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri) dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan (kanan) bersiap mengikuti sidang kabinet paripurna di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/1). Sidang tersebut membahas soal finalisasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2015. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)★
Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan mengakui Pemerintah Indonesia membutuhkan dukungan pendanaan asing untuk mewujudkan program ekonomi ramah lingkungan (green economy). Namun, dia menegaskan Indonesia tidak ingin diatur dan didikte oleh asing terkait pemanfaatan dana dan pelaksanaan program tersebut.
"Kami memang membutuhkan foreign funding dalam menjalankan program-program ekonomi yang berkelanjutan. Namun kami tidak mau diatur dan didikte," ujarnya di acara Tropical Landscapes Summit, Jakarta, Senin (27/4).
Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo, Luhut mengatakan bantuan dari institusi asing bukan opsi utama pemerintah dalam menanggulangi permasalahan ekonomi Bangsa. Menurutnya, tidak ada masalah dengan bantuan asing selama tidak mendikte dan peruntukannya sesuai dengan program pemerintah.
"Namun yang dimaksud Presiden kan seperti IMF pada 1998 itu. Tidak bisa dong formatnya mendikte kita. Kalau mau bantu kita silahkan saja," jelasnya.
Menurut Luhut, dukungan finansial dari Dana Moneter INternasional (IMF) ketika krisis keungan 1998 adalah contoh keliru pemanfaatan bantuan yang sangat jelas merugikan Indonesia. Namun, Luhut mengakui negara tidak punya pilihan waktu itu selain menerima pinjaman IMF dan tidak seperti sekarang punya posisi tawar.
"Sekarang kita juga tidak menentang opsi pinjaman, dari Bank Dunia misalnya, karena bunganya terbilang rendah di kisaran 0,5 persen. Kita tidak against hal itu, selama programnya sesuai," jelas Luhut.
Lebih lanjut, Luhut menyatakan pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi hijau (green economy) sebesar 20 persen pada 2019. Untuk mencapai itu, semua opsi dikaji terkait dengan program-program lingkungan lintas-kementerian. (ags/gen)
Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan mengakui Pemerintah Indonesia membutuhkan dukungan pendanaan asing untuk mewujudkan program ekonomi ramah lingkungan (green economy). Namun, dia menegaskan Indonesia tidak ingin diatur dan didikte oleh asing terkait pemanfaatan dana dan pelaksanaan program tersebut.
"Kami memang membutuhkan foreign funding dalam menjalankan program-program ekonomi yang berkelanjutan. Namun kami tidak mau diatur dan didikte," ujarnya di acara Tropical Landscapes Summit, Jakarta, Senin (27/4).
Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo, Luhut mengatakan bantuan dari institusi asing bukan opsi utama pemerintah dalam menanggulangi permasalahan ekonomi Bangsa. Menurutnya, tidak ada masalah dengan bantuan asing selama tidak mendikte dan peruntukannya sesuai dengan program pemerintah.
"Namun yang dimaksud Presiden kan seperti IMF pada 1998 itu. Tidak bisa dong formatnya mendikte kita. Kalau mau bantu kita silahkan saja," jelasnya.
Menurut Luhut, dukungan finansial dari Dana Moneter INternasional (IMF) ketika krisis keungan 1998 adalah contoh keliru pemanfaatan bantuan yang sangat jelas merugikan Indonesia. Namun, Luhut mengakui negara tidak punya pilihan waktu itu selain menerima pinjaman IMF dan tidak seperti sekarang punya posisi tawar.
"Sekarang kita juga tidak menentang opsi pinjaman, dari Bank Dunia misalnya, karena bunganya terbilang rendah di kisaran 0,5 persen. Kita tidak against hal itu, selama programnya sesuai," jelas Luhut.
Lebih lanjut, Luhut menyatakan pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi hijau (green economy) sebesar 20 persen pada 2019. Untuk mencapai itu, semua opsi dikaji terkait dengan program-program lingkungan lintas-kementerian. (ags/gen)
✈️ CNN
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.