Prof. Dr. Khoirul Anwar
Penghargaan Achmad Bakrie Award (PAB) kembali digelar. Enam tokoh yang dianggap inspirasional dan berjasa dalam kehidupan intelektual bangsa Indonesia dipilih dalam PAB ke-12 ini. Penghargaan ini diberikan kepada sejumlah orang yang telah berkarya sesuai dengan Trimatra Bakrie, yakni kemanfaatan, keIndonesiaan, dan kebersamaan.
Prof. Dr. Khoirul Anwar (38) merupakan salah satu orang yang dinilai berhak mendapat PAB. Pria asal Kediri, Jawa Timur ini meraih penghargaan untuk kategori ilmuwan muda berprestasi. Ia dianggap layak diganjar penghargaan setelah dinilai berhasil menemukan teknologi 4G.
Ilmuwan muda ini merupakan lulusan cumlaude Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia melanjutkan pendidikan di Nara Institute of Science and Technology (NAIST) dan memperoleh gelar master pada 2005 serta doktor di tahun 2008.
Profesor muda ini menemukan metode komunikasi yang lebih cepat dengan energi yang lebih sedikit dalam keterbatasan kanal komunikasi. Ia mengurangi daya transmisi.
Hasilnya, kecepatan data yang dikirim meningkat tajam. Sistem ini mampu menurunkan energi hingga 5dB atau 100 ribu kali lebih kecil dari yang diperlukan.
Temuan ini digunakan oleh sebuah perusahaan elektronik besar asal Jepang. Bahkan, teknologi ini tengah dijajaki oleh raksasa telekomunikasi asal Tiongkok, Huawei Technology.
Bagaimana sebenarnya dia bisa menemukan terobosan teknologi komunikasi nirkabel ini. Dan apa tanggapannya setelah didaulat sebagai salah satu penerima PAB.
VIVAnews berkesempatan untuk melakukan wawancara di sela acara PAB yang digelar di Djakarta Theater, Jakarta, Rabu, 10 Desember 2014. Berikut petikannya:
Anda menjadi salah satu pemenang Bakrie Award. Tanggapan Anda?
Pertama kali saya kaget. Senang juga karena teknik ini saya propose 2004/2005 dan diremehkan di konferensi internasional d Hokkaido, Jepang.
Kenapa?
Waktu itu chairman-nya bilang kalau kita pakai 2 fast fourier transform (FFT) nggak ada gunanya, karena saling menghilangkan. Kemudian, saya presentasikan di Australia juga sama. Kalau pakai itu akan ada suatu teknik yang disebut bit doping dan tak bisa berjalan.
Saat diremehkan, apa reaksi Anda?
Saat itu saya langsung presentasikan, meskipun di awal (presentasi) dikritik. Pertama saya presentasi, waktu tanya jawab ada yang bilang 'I think this is useless'. Tapi saya sampaikan lihat hasilnya nanti.
Lalu?
Saya sampaikan, saya punya bukti bahwa ini lebih bagus. Kemudian saya submit di AS dan dapat penghargaan.
Kapan itu?
Tahun 2006 di AS dan 2005.
Bagaimana Anda bisa mendapatkan penghargaan itu?
Saya harus di-review dua kali. Pertama harus lolos conference dulu, setelah itu harus di-review lagi.
Siapa pengujinya?
Kita tak tahu, datang dan tidak memperkenalkan diri. Prinsipnya saya mempersembahkan yang terbaik bagi siapa pun yang datang.
Apa sebenarnya inti temuan Anda?
Prinsip untuk kecepatan 4G. Kalau kecepatan yang saya temukan uplink. Kalau pakai ini sistem informasi bisa dikendalikan. Ini overlap tapi tak terjadi interferensi. Tadinya wadah bisa muat tujuh, di-overlap, bisa kita isi lebih banyak. Bisa dioptimalkan ke yang lain.
Memang belum ada ilmuwan yang menemukan teknik itu?
Setahu saya belum ada.
Dari mana idenya?
Di dalam telekomunikasi ada daerah namanya amplifier. Nah, di dalamnya itu ada liniear. Kalau kita melebihi daerah yang linear, maka keluar akan dipotong. Jadi, ini masalah krusial. Terus saya menemukan ada orang propose yang namanya code. Setiap sinyal dikalikan satu-satu kemudian dijumlahkan. Saya temukan. Kalau seperti ini, kita rugi, kompleksitasnya tinggi. Makanya saya propose menggantikan konsep itu dengan FFT.
Apa itu FFT?
FFT itu kalau yang dikenal awam adalah sistem yang mentransformasi waktu menjadi frekuensi dan mentranformasi frekuensi menjadi waktu. Tapi, saya menemukan FFT bukan seperti itu. Dia tak waktu jadi frekuensi dan sebaliknya, frekuensi jadi waktu. Waktu ya tetap waktu. Prinsipnya itu.
Bisa dijelaskan lebih sederhana?
Bahasa umumnya dia menjumlahkan gelombang dengan frekuensi yang bermacam-macam. Jadi misalnya, ini gelombang frekuensi rendah satu periodik kan panjang. Gelombang dari berbagai frekuensi dijumlahkan dan dipilah. Tapi, dalam sistem komunikasi, FFT bisa digunakan untuk membuat overlaping. Jadi (gelombang) tak menjadi rapat, jadi renggang, akhirnya menjadi renggang. Kita pakai overlap tapi tak saling menganggu. Itu inti dari segi komunikasi.
Bisa dianalogikan?
Kalau dianalogikan jalan tol. Kalau konvensional mobilnya saling berdekatan, berjejeran. Nah kalau kita gunakan FFT, maka kita bisa tumpangkan mereka, tapi tak saling menginjak. Tetep berjalan. Kalau biasa, jalan tol bisa muat tiga mobil, kalau FFT bisa muat lima mobil. Ya kayak jalan layang lah.
Dalam 4G, bagaimana penggunaan FFT ini?
Jadi, setiap transmisi dua. Kalau digambarkan itu setiap orang akan memiliki (seperti pancaran sinyal dua) dan itu gabung di udara. Misalnya handphone. Komunikasi antara dua orang, maka akan terjadi penggabungan di udara. Dan ini konsep dari 4G. Kalau di 3G itu tak ada FFT-nya.
Temuan Anda dipakai dalam teknologi 4G?
Ya, saat itu saya tak tahu bakal digunakan dalam teknologi 4G. Menggunakan pola 2 FFT.
Anda memperoleh royalti dari temuan ini?
Kalau dari 4G saya tak dapat royalti, karena saya tidak komplain. Tapi, kalau dari paten (temuannya) yang dijadikan standar internasional itu saya dapatkan royalti. Saya submit 2005 dan dipakai sampai sekarang oleh Jepang. Tahun 2008 saya dapatkan royaltinya.
Temuan Anda dipatenkan dan dikomersialkan untuk bisnis. Kenapa Anda tidak komplain?
Memang harusnya saya komplain. Prinsipnya kalau paten itu, pertama itu ada untuk menyemangati ilmuwan. Dan paten ada umurnya. Dan saya punya prinsip, kita temukan sesuatu itu sebagai amal. Jadi, kalau saya, ya sudah cukup dapat dari royalti. Kedua, kalau sesuatu itu dipatenkan, maka itu akan dibenci ilmuwan lain.
Kenapa?
Karena, ilmuwan tidak akan memakai teknik yang dipatenkan. Termasuk saya nggak mau pakai teknologi yang sudah dipatenkan.
Indonesia sedang hangat soal alokasi frekuensi untuk 4G. Banyak yang ingin di 1800 Mhz. Tanggapan Anda?
Menurut saya, frekuensi itu sudah di luar. Ibarat manusia, frekuensi itu bajunya. Dalamnya tak terpengaruh baju. Jadi, sistem ini di frekuensi berapa pun tak masalah. Setelah keluar dari antena baru digunakan frekuensi berapa bisa 700, 900 atau 1800 dan lainnya.
Bagaimana temuan Anda pada prinsip efisiensi daya?
Jadi, efisiensi itu karena saya bisa mengatur kayak gini. Kalau di dalam wi-max, dan TV digital hanya memakai satu (FFT) saja. Kita nggak bisa kendalikan ini. Tapi, di 4G kita bisa kendalikan, dengan adanya FFT di depan.
Apa yang harus dikembangkan dalam teknologi 4G?
Riset kita untuk point to point itu sudah selesai. Problem di dunia untuk point to point sudah selesai. Dan saya berharap teknologi ini adalah yang terakhir. Mungkin yang paling efisien saat ini.
Awalnya teknik FFT untuk satelit dan TV digital?
Karena konsep awal nggak kepikiran untuk teknologi 4G. Saat itu saya pikirkan problem saat itu apa. Saya beberkan solusi. Problemnya adalah nonlinear. Kalau kita punya suatu sinyal nonlinear, itu akan terpotong. Di luar angkasa itu butuh power yang luar biasa karena hanya mengandalkan solar cell. Maka saya harus bikin sistem yang cepat dan bagus. Maka saya propose FFT dan langsung dipakai untuk satelit Jepang.
Selain itu, apa saja manfaat temuan Anda?
Saya kira Wi-Fi kalau mau berubah bisa pakai FFT. Sekarang kan pakai satu FFT. Kalau misalkan ada standar Wi-Fi masa depan bisa pakai teknik ini, maka akan lebih efisien dan lebih cepat.
Karena?
Pertama, dari efisiensi power-nya lebih bagus, karena nggak ada problem Peak to Average Power Ratio (PAPR). Sekarang kan masih ada, karena hanya satu FFT.
Bagaimana pemanfaatan 4G di Jepang?
Di Jepang 40,8 persen (sudah LTE pelanggannya), itu yang Docomo saja. Yang lainnya saya kira juga segitu. Saya nggak tahu apakah dia itu LTE pakai dua FFT atau tidak. Tapi, seharusnya kalau dia pakai brand LTE pasti pakai punya saya. 4G tanpa LTE itu beda, kalau 4G saja itu kan mengacu pada standarnya saja, kecepatan sampai 100 Mbps.
Apa yang Anda rasakan setelah menemukan teknik ini?
Saya bangga. Tapi, saya berprinsip kita jangan arogan. Jadi, kalau bangga, ya bangga saja. Nggak usah sok, terus sombong.
Mengapa?
Karena ilmu itu berkembang. Bisa jadi suatu saat itu ilmu yang saya temukan salah. Bisa jadi berapa tahun lagi ada teknologi yang lebih baik dari ini. Saya sih seneng, tapi biasa saja. Seneng, tapi tak sampai euforia. Bagi saya kebenaran ilmu itu tidak mutlak, tapi relatif.
Ada rencana untuk pulang ke Tanah Air?
Ya, suatu saat saya ingin pulang dengan networking yang banyak ke Indonesia, bikin pusat riset untuk telekomunikasi. Dari situ lahir riset masa depan termasuk dengan kolega saya di luar negeri. Saya ingin bikin di Indonesia. Misalkan ada universitas mengundang, saya support dengan teknologi terkini. Itu bayangan saya. Saat ini masih belajar cari teman sebanyak-banyaknya. Mungkin dua puluh tahun lagi... hahaha.(art)
Penghargaan Achmad Bakrie Award (PAB) kembali digelar. Enam tokoh yang dianggap inspirasional dan berjasa dalam kehidupan intelektual bangsa Indonesia dipilih dalam PAB ke-12 ini. Penghargaan ini diberikan kepada sejumlah orang yang telah berkarya sesuai dengan Trimatra Bakrie, yakni kemanfaatan, keIndonesiaan, dan kebersamaan.
Prof. Dr. Khoirul Anwar (38) merupakan salah satu orang yang dinilai berhak mendapat PAB. Pria asal Kediri, Jawa Timur ini meraih penghargaan untuk kategori ilmuwan muda berprestasi. Ia dianggap layak diganjar penghargaan setelah dinilai berhasil menemukan teknologi 4G.
Ilmuwan muda ini merupakan lulusan cumlaude Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia melanjutkan pendidikan di Nara Institute of Science and Technology (NAIST) dan memperoleh gelar master pada 2005 serta doktor di tahun 2008.
Profesor muda ini menemukan metode komunikasi yang lebih cepat dengan energi yang lebih sedikit dalam keterbatasan kanal komunikasi. Ia mengurangi daya transmisi.
Hasilnya, kecepatan data yang dikirim meningkat tajam. Sistem ini mampu menurunkan energi hingga 5dB atau 100 ribu kali lebih kecil dari yang diperlukan.
Temuan ini digunakan oleh sebuah perusahaan elektronik besar asal Jepang. Bahkan, teknologi ini tengah dijajaki oleh raksasa telekomunikasi asal Tiongkok, Huawei Technology.
Bagaimana sebenarnya dia bisa menemukan terobosan teknologi komunikasi nirkabel ini. Dan apa tanggapannya setelah didaulat sebagai salah satu penerima PAB.
VIVAnews berkesempatan untuk melakukan wawancara di sela acara PAB yang digelar di Djakarta Theater, Jakarta, Rabu, 10 Desember 2014. Berikut petikannya:
Anda menjadi salah satu pemenang Bakrie Award. Tanggapan Anda?
Pertama kali saya kaget. Senang juga karena teknik ini saya propose 2004/2005 dan diremehkan di konferensi internasional d Hokkaido, Jepang.
Kenapa?
Waktu itu chairman-nya bilang kalau kita pakai 2 fast fourier transform (FFT) nggak ada gunanya, karena saling menghilangkan. Kemudian, saya presentasikan di Australia juga sama. Kalau pakai itu akan ada suatu teknik yang disebut bit doping dan tak bisa berjalan.
Saat diremehkan, apa reaksi Anda?
Saat itu saya langsung presentasikan, meskipun di awal (presentasi) dikritik. Pertama saya presentasi, waktu tanya jawab ada yang bilang 'I think this is useless'. Tapi saya sampaikan lihat hasilnya nanti.
Lalu?
Saya sampaikan, saya punya bukti bahwa ini lebih bagus. Kemudian saya submit di AS dan dapat penghargaan.
Kapan itu?
Tahun 2006 di AS dan 2005.
Bagaimana Anda bisa mendapatkan penghargaan itu?
Saya harus di-review dua kali. Pertama harus lolos conference dulu, setelah itu harus di-review lagi.
Siapa pengujinya?
Kita tak tahu, datang dan tidak memperkenalkan diri. Prinsipnya saya mempersembahkan yang terbaik bagi siapa pun yang datang.
Apa sebenarnya inti temuan Anda?
Prinsip untuk kecepatan 4G. Kalau kecepatan yang saya temukan uplink. Kalau pakai ini sistem informasi bisa dikendalikan. Ini overlap tapi tak terjadi interferensi. Tadinya wadah bisa muat tujuh, di-overlap, bisa kita isi lebih banyak. Bisa dioptimalkan ke yang lain.
Memang belum ada ilmuwan yang menemukan teknik itu?
Setahu saya belum ada.
Dari mana idenya?
Di dalam telekomunikasi ada daerah namanya amplifier. Nah, di dalamnya itu ada liniear. Kalau kita melebihi daerah yang linear, maka keluar akan dipotong. Jadi, ini masalah krusial. Terus saya menemukan ada orang propose yang namanya code. Setiap sinyal dikalikan satu-satu kemudian dijumlahkan. Saya temukan. Kalau seperti ini, kita rugi, kompleksitasnya tinggi. Makanya saya propose menggantikan konsep itu dengan FFT.
Apa itu FFT?
FFT itu kalau yang dikenal awam adalah sistem yang mentransformasi waktu menjadi frekuensi dan mentranformasi frekuensi menjadi waktu. Tapi, saya menemukan FFT bukan seperti itu. Dia tak waktu jadi frekuensi dan sebaliknya, frekuensi jadi waktu. Waktu ya tetap waktu. Prinsipnya itu.
Bisa dijelaskan lebih sederhana?
Bahasa umumnya dia menjumlahkan gelombang dengan frekuensi yang bermacam-macam. Jadi misalnya, ini gelombang frekuensi rendah satu periodik kan panjang. Gelombang dari berbagai frekuensi dijumlahkan dan dipilah. Tapi, dalam sistem komunikasi, FFT bisa digunakan untuk membuat overlaping. Jadi (gelombang) tak menjadi rapat, jadi renggang, akhirnya menjadi renggang. Kita pakai overlap tapi tak saling menganggu. Itu inti dari segi komunikasi.
Bisa dianalogikan?
Kalau dianalogikan jalan tol. Kalau konvensional mobilnya saling berdekatan, berjejeran. Nah kalau kita gunakan FFT, maka kita bisa tumpangkan mereka, tapi tak saling menginjak. Tetep berjalan. Kalau biasa, jalan tol bisa muat tiga mobil, kalau FFT bisa muat lima mobil. Ya kayak jalan layang lah.
Dalam 4G, bagaimana penggunaan FFT ini?
Jadi, setiap transmisi dua. Kalau digambarkan itu setiap orang akan memiliki (seperti pancaran sinyal dua) dan itu gabung di udara. Misalnya handphone. Komunikasi antara dua orang, maka akan terjadi penggabungan di udara. Dan ini konsep dari 4G. Kalau di 3G itu tak ada FFT-nya.
Temuan Anda dipakai dalam teknologi 4G?
Ya, saat itu saya tak tahu bakal digunakan dalam teknologi 4G. Menggunakan pola 2 FFT.
Anda memperoleh royalti dari temuan ini?
Kalau dari 4G saya tak dapat royalti, karena saya tidak komplain. Tapi, kalau dari paten (temuannya) yang dijadikan standar internasional itu saya dapatkan royalti. Saya submit 2005 dan dipakai sampai sekarang oleh Jepang. Tahun 2008 saya dapatkan royaltinya.
Temuan Anda dipatenkan dan dikomersialkan untuk bisnis. Kenapa Anda tidak komplain?
Memang harusnya saya komplain. Prinsipnya kalau paten itu, pertama itu ada untuk menyemangati ilmuwan. Dan paten ada umurnya. Dan saya punya prinsip, kita temukan sesuatu itu sebagai amal. Jadi, kalau saya, ya sudah cukup dapat dari royalti. Kedua, kalau sesuatu itu dipatenkan, maka itu akan dibenci ilmuwan lain.
Kenapa?
Karena, ilmuwan tidak akan memakai teknik yang dipatenkan. Termasuk saya nggak mau pakai teknologi yang sudah dipatenkan.
Indonesia sedang hangat soal alokasi frekuensi untuk 4G. Banyak yang ingin di 1800 Mhz. Tanggapan Anda?
Menurut saya, frekuensi itu sudah di luar. Ibarat manusia, frekuensi itu bajunya. Dalamnya tak terpengaruh baju. Jadi, sistem ini di frekuensi berapa pun tak masalah. Setelah keluar dari antena baru digunakan frekuensi berapa bisa 700, 900 atau 1800 dan lainnya.
Bagaimana temuan Anda pada prinsip efisiensi daya?
Jadi, efisiensi itu karena saya bisa mengatur kayak gini. Kalau di dalam wi-max, dan TV digital hanya memakai satu (FFT) saja. Kita nggak bisa kendalikan ini. Tapi, di 4G kita bisa kendalikan, dengan adanya FFT di depan.
Apa yang harus dikembangkan dalam teknologi 4G?
Riset kita untuk point to point itu sudah selesai. Problem di dunia untuk point to point sudah selesai. Dan saya berharap teknologi ini adalah yang terakhir. Mungkin yang paling efisien saat ini.
Awalnya teknik FFT untuk satelit dan TV digital?
Karena konsep awal nggak kepikiran untuk teknologi 4G. Saat itu saya pikirkan problem saat itu apa. Saya beberkan solusi. Problemnya adalah nonlinear. Kalau kita punya suatu sinyal nonlinear, itu akan terpotong. Di luar angkasa itu butuh power yang luar biasa karena hanya mengandalkan solar cell. Maka saya harus bikin sistem yang cepat dan bagus. Maka saya propose FFT dan langsung dipakai untuk satelit Jepang.
Selain itu, apa saja manfaat temuan Anda?
Saya kira Wi-Fi kalau mau berubah bisa pakai FFT. Sekarang kan pakai satu FFT. Kalau misalkan ada standar Wi-Fi masa depan bisa pakai teknik ini, maka akan lebih efisien dan lebih cepat.
Karena?
Pertama, dari efisiensi power-nya lebih bagus, karena nggak ada problem Peak to Average Power Ratio (PAPR). Sekarang kan masih ada, karena hanya satu FFT.
Bagaimana pemanfaatan 4G di Jepang?
Di Jepang 40,8 persen (sudah LTE pelanggannya), itu yang Docomo saja. Yang lainnya saya kira juga segitu. Saya nggak tahu apakah dia itu LTE pakai dua FFT atau tidak. Tapi, seharusnya kalau dia pakai brand LTE pasti pakai punya saya. 4G tanpa LTE itu beda, kalau 4G saja itu kan mengacu pada standarnya saja, kecepatan sampai 100 Mbps.
Apa yang Anda rasakan setelah menemukan teknik ini?
Saya bangga. Tapi, saya berprinsip kita jangan arogan. Jadi, kalau bangga, ya bangga saja. Nggak usah sok, terus sombong.
Mengapa?
Karena ilmu itu berkembang. Bisa jadi suatu saat itu ilmu yang saya temukan salah. Bisa jadi berapa tahun lagi ada teknologi yang lebih baik dari ini. Saya sih seneng, tapi biasa saja. Seneng, tapi tak sampai euforia. Bagi saya kebenaran ilmu itu tidak mutlak, tapi relatif.
Ada rencana untuk pulang ke Tanah Air?
Ya, suatu saat saya ingin pulang dengan networking yang banyak ke Indonesia, bikin pusat riset untuk telekomunikasi. Dari situ lahir riset masa depan termasuk dengan kolega saya di luar negeri. Saya ingin bikin di Indonesia. Misalkan ada universitas mengundang, saya support dengan teknologi terkini. Itu bayangan saya. Saat ini masih belajar cari teman sebanyak-banyaknya. Mungkin dua puluh tahun lagi... hahaha.(art)
★ VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.