Internet berisi informasi tanpa batas dan interaksi bebas antar penggunanya. Sayangnya kondisi ini memudahkan penyebaran hoax alias informasi tidak benar, hanya dengan sekali klik.
Keberadaan hoax mungkin hampir sama tua dengan usia internet itu sendiri. Dulu, info ini beredar melalu surat elektronik. Sekarang penyebarannya lebih mudah dan cepat dengan adanya berbagai media sosial.
Saat ini dunia maya dihebohkan dengan Surat Terbuka dari Putri Nurdin Halid yang dimuat sebuah media online. Tulisan ini langsung disebarkan melalui ribuan retweet dan link ke Facebook. Ratusan orang berkomentar dengan anggapan bahwa tulisan tersebut benar-benar ditulis oleh putri Nurdin Halid. Informasi ini menyesatkan, karena tulisan itu adalah satire yang ditulis oleh seorang pengguna layanan tersebut.
Produk jurnalisme selalu mencantumkan 5W dan 1H: Apa, kapan, siapa, dimana, bagaimana dan kenapa. Tanpa enam hal ini, sebuah tulisan layak dicurigai sebagai bukan produk jurnalisme. Jika tulisan itu benar surat dari putri Nurdin, pasti ada keterangan bagaimana putri Nurdin Halid bisa sampai ke situs itu.
Ada juga beberapa laman satire yang mencantumkan kalimat peringatan. Di luar negeri, beberapa situs memang mengkhususkan diri memuat berita plesetan. Ini juga pernah terjadi di Indonesia. Tengok kehebohan berita agama Irfan Bachdim. Para perempuan penggemar Irfan Bachdim dikabarkan membentuk sebuah agama, sehingga berita ini menuai banyak kecaman. Situs berita satire itu sejatinya telah memuat disclaimer yang menyebut bahwa semua berita yang dimuat adalah guyon belaka. Ketidaktelitian pembaca membuat berita tersebut dikira nyata.
Nah, tentu saja tak semua hoax mengakui dirinya sebagai hoax. Informasi hoax bisa dihindari dengan penggunaan logika. Sebagai contoh, pesan berantai yang mengancam akan memblokir akun Blackberry Messenger pengguna jika tidak menyebarkan pesan tertentu. Pesan ini tidak logis, karena Research in Motion adalah perusahaan berdasar hukum yang tak mungkin begitu saja melakukan pemblokiran terhadap pelanggannya.
Cara lain adalah dengan memastikan waktu terjadinya sebuah peristiwa sebelum ikut menyebarkan. Pesan berantai soal "Dian UGM yang sakit kanker stadium 4" sudah beredar di dunia maya selama bertahun-tahun. Ada kemungkinan bahwa pada awalnya pesan ini bukan berita bohong, tapi kemudian terus menyebar sehingga menjadi hoax. Sebaiknya mencantumkan tanggal jika menyebarkan permintaan bantuan secara viral.
Terkadang melakukan percobaan terhadap informasi yang disebarkan juga menyenangkan. Misalnya, informasi bahwa makan permen Mentos setelah minum Coca Cola berbahaya bagi kesehatan. Saya lalu mencoba memasukkan permen Mentos ke dalam Coca Cola, dan ternyata minuman itu benar-benar menyembur ke luar botol. Meski demikian kedua produk itu tidak berbahaya meski dimakan berurutan.
Prinsipnya adalah tidak terburu-buru menyebarkan sebuah informasi. Baca dan pahami terlebih dahulu lalu cek kebenarannya. Sangat mudah, hanya butuh beberapa saat untuk mencari informasi lewat mesin pencari. Jika sebuah informasi terbukti hoax, hentikan rantai penyebarannya. Jika sebuah informasi adalah satire atau plesetan, pahami sesuai dengan konteksnya.
Famega Syavira Putri, penulis, editor Yahoo! Indonesia.
• Yahoo
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.