(BRIN) ★
Bagaimana kita bisa mengoptimalkan Kelompok Riset berbasis aktivitas riset? ada beberapa hal yang harus diberikan perhatian yang lebih. Setiap periset tidak harus masuk ke Kelompok Riset (KR) tertentu, bisa saja melakukan aktivitas mandiri tanpa harus bergabung ke dalam KR. Pembentukan dan keberadaan KR adalah instrumen alami untuk melihat potensi, dinamika topik, dinamika periset, dll di lingkungan PR dan OR. Hal ini diungkapkan Laksana Tri Handoko, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, disela acara pembukaan Pembahasan Program Riset Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA), di Gedung Kusnoto, Bogor.
Program dan target kinerja di level OR dan PR tidak serta merta diturunkan ke periset dan atau Kelompok Riset. Pembentukan KR dapat dilakukan secara bottom-up sesuai dengan kebutuhan dari para PI / PJ yang memiliki topik riset dari berbagai sumber pendanaan maupun mandiri. KR ini merupakan kebutuhan dari para PI / PJ untuk mengeksekusi risetnya, Kepala PR dan OR memfasilitasi periset yang memiliki kreativitas yang bagus dibidangnya.
Dunia kreatif memerlukan reviu, sehingga OR-PR harus memperkuat kapasitas kompetensi bidang kepakaran periset dibidang terkait dan mempunyai jaringan. Agar dapat menilai secara subtansif di level proses diperlukan monev, yang bisa dalam bentuk pertemuan mingguan, untuk mengidentifkasi masalah.
Dalam rapat pembahasan tersebut, Kepala BRIN juga berharap semakin banyak peneliti di ORPA dapat melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi dengan senantiasa meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) peneliti melalui berbagai skema, seperti Degree-by-Research BRIN.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala ORPA BRIN, Robertus Heru Triharjanto, beserta jajarannya, memaparkan progres terkini aktivitas riset di lingkungan ORPA, yang membawahi 5 (lima) Pusat Riset, yaitu; Pusat Riset Teknologi Roket (PRTR), Pusat Riset Teknologi Satelit (PRTS), Pusat Riset Teknologi Penerbangan (PRTP), Pusat Riset Penginderaan Jauh (PRPJ) dan Pusat Riset Antariksa (PRA). Pada aktivitas riset Bidang Penerbangan dan Antariksa pada 2 Rumah Program ORPA 2023, dengan hasil diantaranya Purwarupa Inovasi Teknologi Penerbangan dan Purwarupa Inovasi Teknologi Antariksa. Dalam Rumah Program tersebut disetujui 79 judul Proposal Riset, yaitu 20 judul di PRA, 10 judul di PRTP, 9 judul di PRTR, 12 judul di Pusat Riset Teknologi Satelit, dan 28 di PRPJ.
Heru juga menyampaikan target kinerja ORPA tahun ini selain menghasilkan 1 target Purwarupa Komponen Pesawat Tanpa Awak, 1 target Purwarupa Komponen Pesawat Berawak, dan 1 target Purwarupa Komponen Satelit, juga akan menghasilkan minimum 150 publikasi ilmiah internasional, dan 60 kekayaan intelektual.
Di Program Riset Satelit, BRIN akan meluncurkan LAPAN-A4 tahun depan, yang akan diperkenalkan sebagai satelit pertama dari konstelasi Nusantara Earth Observation pertama (NEO-1), dengan spesifikasi 5 m resolution multispectral imager. Berbagai riset pengolahan data penginderaan jauh dan teknologi satelit akan dihasilkan dengan beroperasinya NEO-1, yang akan melibatkan periset di Organisasi Riset Kebumian dan Maritim (ORKM) dan Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI). Dengan asumsi seluruh proses peluncuran satelit lancar, maka data NEO-1 akan masuk di bank data penginderaan jauh nasional yang dikelola di Pusdatin pada akhir tahun 2024. Hingga tahun 2027, diharapkan akan lebih banyak komponen satelit mikro dapat dibuat di Indonesia, terutama dengan beroperasinya particle accelerator BRIN, yang dapat mensimulasikan berbagai gangguan lingkungan Antariksa pada komponen elektronik satelit.
Satelit kedua dari konstelasi atau NEO-2 direncanakan adalah satelit dengan spesifikasi 50 cm imager yang akan dibangun dengan skema KPBU. Untuk program tersebut, tahun ini dilakukan feasibility study oleh tim BPK bersama Bappenas dan Kemenkeu, dan diharapkan program dapat dimulai tahun 2024. ORPA akan menyiapkan tim periset yang akan terlibat dalam integrasi satelit di tempat mitra, dan menyiapkan berbagai software untuk standar koreksi dan pemanfaatan datanya, untuk siap digunakan tahun 2026. Tim yang terlibat dalam integrasi NEO-2, akan menjadi SDM yang akan membangun NEO-3 di Indonesia.
Lebih lanjut Heru menjelaskan tahun ini kebutuhan infrastruktur adalah upgrade stasiun Bumi di Rancabungur, Bogor. Tahun 2024 diperlukan stasiun Bumi baru untuk menggantikan stasiun Bumi di Rumpin, Bogor, yang habis masa operasinya. Stasiun baru tersebut akan dibangun di di Rancabungur, Bogor, yang akan menjadi pusat antena satelit BRIN di pulau Jawa.
Dalam program riset juga terdapat jadwal pengembangan konstelasi satelit NEI (Nusantara Equatorial IoT). Tahun 2023 masih dilakukan proses desain dari satelit NEI-1 dan user terminalnya. Diharapkan komponen satelit dapat dibuat tahun 2024-2025, sesuai dengan kondisi pendanaan dari BRIN dan mitra (moda join development). Pada periode yang sama pengembangan user terminal dijadwalkan sudah selesai. Dengan asumsi tahap tersebut dilalui dan mitra berinvestasi, satelit NEI-2 hingga 10 dapat dibangun dan diluncurkan pada tahun 2025-2029. Pengembangan NEI akan banyak menghasilkan komponen satelit lokal dan kekayaan intelektual yang menyertainya.
Heru menambahkan salah satu pengembangan metode data penginderaan jauh tahun ini adalah platform untuk perancangan dan monitor infrastruktur mitigasi banjir. Proyek yang dipimpin PUPR tersebut akan didanai dari pinjaman Asian Development Bank mulai tahun 2024. Selain itu, saat ini juga tengah dilakukan integrasi metode perhitungan sawah baku menggunakan penginderaan jauh yang dikembangkan PRPJ dengan data survei lapangan yang dilakukan BPS. Integrasi ini direncanakan selesai tahun depan dan menjadi platform baku untuk statistik produktivitas pangan Indonesia. Hingga tahun 2029, akan dilakukan berbagai penelitian karakteristik spektrum penginderan jauh dari berbagai jenis obyek tanaman pangan dan industri, sehingga kelak bisa diciptakan platform baku penginderaan jauh untuk pemantauan kelapa sawit, mangrove, dll. Secara konsep, platform berbasis sains data yang multi-input dan multi-output dapat dibangun untuk menyatukan masing-masing aplikasi tersebut. Menanggapi hal tersebut, kepala BRIN menyarankan agar diusulkan RIIM khusus untuk platform penginderaan jauh ke DFRI. Sehingga BRIN dapat membuat Open Call untuk pengembanganya, yang melibatkan potensi nasional, termasuk perguruan tinggi dan PPBR.
Dalam bidang pengembangan teknologi kunci roket, ORPA pada tahun 2023-2024 akan mengembangkan propelan (bahan bakar roket) yang mempunyai energi lebih tinggi, tabung roket dari komposit, dan insulasi panas yang menggunakan bahan lokal. Pada tahun tersebut juga direncanakan akan ada pelatihan untuk calon pelatih (ToT) mengenai teknologi produksi motor roket padat dari PRTR ke industri pertahanan. Pada waktu yang sama dilakukan desain dan simulasi mengenai sistem kendali roket, sesuai dengan permintaan mitra untuk mengembangkan roket berdaya jangkau yang lebih jauh. Direncanakan tahun 2025 hingga 2027, desain tersebut akan diimplementasi di prototype RHAN450 yang dikembangkan oleh industri pertahanan.
Sementara itu untuk program riset teknologi kunci pesawat berawak dan tak berawak, tahun 2022 hingga 2024, bersama dengan periset Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), dibangun data base komposit untuk aplikasi pesawat terbang, seperti float N219A, sayap dan badan UAV, yang akan dibangun bersama periset dari Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM). Direncanakan tahun 2025, teknologi float komposit N219A yang dikembangkan BRIN akan siap untuk diintegrasikan oleh PT. DI, sebagai certified aircraft manufacture. Untuk riset pesawat tanpa awak, riset teknologi kunci tahun 2023-2026 adalah pada subsistem autopilot, untuk pesawat tanpa awak ukuran 50 kg dan ukuran 200 kg, yang harus mengikuti peraturan keselamatan penerbangan yang berbeda. Riset pengembangan moda operasi pesawat tanpa awak untuk berbagai misi (pengamatan daerah bencana/gunung berapi, pemetaan, dan smart farming) juga tetap berlanjut, bekerjasama dengan mitra kementerian/lembaga dan swasta.
Terakhir, terkait dengan program riset sains Antariksa tahun 2023-2029, terbagi dalam topik Fenomena Matahari, Lingkungan Antariksa, dan Astronomi (Observatorium), dan sampah Antariksa (pengamatan benda jatuh). Teleskop di Observatorium Timau direncanakan beroperasi bulan Juli 2023, sehingga perencanaan penggunaan bagi periset BRIN maupun mitra tengah dilakukan. Fenomena Matahari, dan interaksinya dengan medan magnet Bumi, mempengaruhi cuaca, baik di dalam atmosfir dan diluar atmosfer, yang dikenal sebagai cuaca antariksa.
Fokus riset adalah pemodelan dengan berbagai skema machine learning, untuk bisa membuat prediksi atas cuaca yang mempengaruhi propagasi gelombang radio tersebut. Dengan semakin bergantungnya sistem navigasi pesawat pada satelit, maka prediksi cuaca Antariksa menjadi sangat penting untuk memitigasi gangguan pada transmisi radio tersebut.
Dengan semakin banyaknya jumlah satelit yang diluncurkan, maka penanganan sampah Antariksa menjadi isu yang penting untuk menjamin keberlangsungan penggunaan teknologi satekit. Dengan bekerjasama dengan berbagai badan Antariksa internasional, Indonesia dapat menjadi salah satu titik pengamatan bagi Space Situational Awareness tersebut.(sh/rht/edt. akb)
Bagaimana kita bisa mengoptimalkan Kelompok Riset berbasis aktivitas riset? ada beberapa hal yang harus diberikan perhatian yang lebih. Setiap periset tidak harus masuk ke Kelompok Riset (KR) tertentu, bisa saja melakukan aktivitas mandiri tanpa harus bergabung ke dalam KR. Pembentukan dan keberadaan KR adalah instrumen alami untuk melihat potensi, dinamika topik, dinamika periset, dll di lingkungan PR dan OR. Hal ini diungkapkan Laksana Tri Handoko, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, disela acara pembukaan Pembahasan Program Riset Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA), di Gedung Kusnoto, Bogor.
Program dan target kinerja di level OR dan PR tidak serta merta diturunkan ke periset dan atau Kelompok Riset. Pembentukan KR dapat dilakukan secara bottom-up sesuai dengan kebutuhan dari para PI / PJ yang memiliki topik riset dari berbagai sumber pendanaan maupun mandiri. KR ini merupakan kebutuhan dari para PI / PJ untuk mengeksekusi risetnya, Kepala PR dan OR memfasilitasi periset yang memiliki kreativitas yang bagus dibidangnya.
Dunia kreatif memerlukan reviu, sehingga OR-PR harus memperkuat kapasitas kompetensi bidang kepakaran periset dibidang terkait dan mempunyai jaringan. Agar dapat menilai secara subtansif di level proses diperlukan monev, yang bisa dalam bentuk pertemuan mingguan, untuk mengidentifkasi masalah.
Dalam rapat pembahasan tersebut, Kepala BRIN juga berharap semakin banyak peneliti di ORPA dapat melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi dengan senantiasa meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) peneliti melalui berbagai skema, seperti Degree-by-Research BRIN.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala ORPA BRIN, Robertus Heru Triharjanto, beserta jajarannya, memaparkan progres terkini aktivitas riset di lingkungan ORPA, yang membawahi 5 (lima) Pusat Riset, yaitu; Pusat Riset Teknologi Roket (PRTR), Pusat Riset Teknologi Satelit (PRTS), Pusat Riset Teknologi Penerbangan (PRTP), Pusat Riset Penginderaan Jauh (PRPJ) dan Pusat Riset Antariksa (PRA). Pada aktivitas riset Bidang Penerbangan dan Antariksa pada 2 Rumah Program ORPA 2023, dengan hasil diantaranya Purwarupa Inovasi Teknologi Penerbangan dan Purwarupa Inovasi Teknologi Antariksa. Dalam Rumah Program tersebut disetujui 79 judul Proposal Riset, yaitu 20 judul di PRA, 10 judul di PRTP, 9 judul di PRTR, 12 judul di Pusat Riset Teknologi Satelit, dan 28 di PRPJ.
Heru juga menyampaikan target kinerja ORPA tahun ini selain menghasilkan 1 target Purwarupa Komponen Pesawat Tanpa Awak, 1 target Purwarupa Komponen Pesawat Berawak, dan 1 target Purwarupa Komponen Satelit, juga akan menghasilkan minimum 150 publikasi ilmiah internasional, dan 60 kekayaan intelektual.
Di Program Riset Satelit, BRIN akan meluncurkan LAPAN-A4 tahun depan, yang akan diperkenalkan sebagai satelit pertama dari konstelasi Nusantara Earth Observation pertama (NEO-1), dengan spesifikasi 5 m resolution multispectral imager. Berbagai riset pengolahan data penginderaan jauh dan teknologi satelit akan dihasilkan dengan beroperasinya NEO-1, yang akan melibatkan periset di Organisasi Riset Kebumian dan Maritim (ORKM) dan Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI). Dengan asumsi seluruh proses peluncuran satelit lancar, maka data NEO-1 akan masuk di bank data penginderaan jauh nasional yang dikelola di Pusdatin pada akhir tahun 2024. Hingga tahun 2027, diharapkan akan lebih banyak komponen satelit mikro dapat dibuat di Indonesia, terutama dengan beroperasinya particle accelerator BRIN, yang dapat mensimulasikan berbagai gangguan lingkungan Antariksa pada komponen elektronik satelit.
Satelit kedua dari konstelasi atau NEO-2 direncanakan adalah satelit dengan spesifikasi 50 cm imager yang akan dibangun dengan skema KPBU. Untuk program tersebut, tahun ini dilakukan feasibility study oleh tim BPK bersama Bappenas dan Kemenkeu, dan diharapkan program dapat dimulai tahun 2024. ORPA akan menyiapkan tim periset yang akan terlibat dalam integrasi satelit di tempat mitra, dan menyiapkan berbagai software untuk standar koreksi dan pemanfaatan datanya, untuk siap digunakan tahun 2026. Tim yang terlibat dalam integrasi NEO-2, akan menjadi SDM yang akan membangun NEO-3 di Indonesia.
Lebih lanjut Heru menjelaskan tahun ini kebutuhan infrastruktur adalah upgrade stasiun Bumi di Rancabungur, Bogor. Tahun 2024 diperlukan stasiun Bumi baru untuk menggantikan stasiun Bumi di Rumpin, Bogor, yang habis masa operasinya. Stasiun baru tersebut akan dibangun di di Rancabungur, Bogor, yang akan menjadi pusat antena satelit BRIN di pulau Jawa.
Dalam program riset juga terdapat jadwal pengembangan konstelasi satelit NEI (Nusantara Equatorial IoT). Tahun 2023 masih dilakukan proses desain dari satelit NEI-1 dan user terminalnya. Diharapkan komponen satelit dapat dibuat tahun 2024-2025, sesuai dengan kondisi pendanaan dari BRIN dan mitra (moda join development). Pada periode yang sama pengembangan user terminal dijadwalkan sudah selesai. Dengan asumsi tahap tersebut dilalui dan mitra berinvestasi, satelit NEI-2 hingga 10 dapat dibangun dan diluncurkan pada tahun 2025-2029. Pengembangan NEI akan banyak menghasilkan komponen satelit lokal dan kekayaan intelektual yang menyertainya.
Heru menambahkan salah satu pengembangan metode data penginderaan jauh tahun ini adalah platform untuk perancangan dan monitor infrastruktur mitigasi banjir. Proyek yang dipimpin PUPR tersebut akan didanai dari pinjaman Asian Development Bank mulai tahun 2024. Selain itu, saat ini juga tengah dilakukan integrasi metode perhitungan sawah baku menggunakan penginderaan jauh yang dikembangkan PRPJ dengan data survei lapangan yang dilakukan BPS. Integrasi ini direncanakan selesai tahun depan dan menjadi platform baku untuk statistik produktivitas pangan Indonesia. Hingga tahun 2029, akan dilakukan berbagai penelitian karakteristik spektrum penginderan jauh dari berbagai jenis obyek tanaman pangan dan industri, sehingga kelak bisa diciptakan platform baku penginderaan jauh untuk pemantauan kelapa sawit, mangrove, dll. Secara konsep, platform berbasis sains data yang multi-input dan multi-output dapat dibangun untuk menyatukan masing-masing aplikasi tersebut. Menanggapi hal tersebut, kepala BRIN menyarankan agar diusulkan RIIM khusus untuk platform penginderaan jauh ke DFRI. Sehingga BRIN dapat membuat Open Call untuk pengembanganya, yang melibatkan potensi nasional, termasuk perguruan tinggi dan PPBR.
Dalam bidang pengembangan teknologi kunci roket, ORPA pada tahun 2023-2024 akan mengembangkan propelan (bahan bakar roket) yang mempunyai energi lebih tinggi, tabung roket dari komposit, dan insulasi panas yang menggunakan bahan lokal. Pada tahun tersebut juga direncanakan akan ada pelatihan untuk calon pelatih (ToT) mengenai teknologi produksi motor roket padat dari PRTR ke industri pertahanan. Pada waktu yang sama dilakukan desain dan simulasi mengenai sistem kendali roket, sesuai dengan permintaan mitra untuk mengembangkan roket berdaya jangkau yang lebih jauh. Direncanakan tahun 2025 hingga 2027, desain tersebut akan diimplementasi di prototype RHAN450 yang dikembangkan oleh industri pertahanan.
Sementara itu untuk program riset teknologi kunci pesawat berawak dan tak berawak, tahun 2022 hingga 2024, bersama dengan periset Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), dibangun data base komposit untuk aplikasi pesawat terbang, seperti float N219A, sayap dan badan UAV, yang akan dibangun bersama periset dari Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM). Direncanakan tahun 2025, teknologi float komposit N219A yang dikembangkan BRIN akan siap untuk diintegrasikan oleh PT. DI, sebagai certified aircraft manufacture. Untuk riset pesawat tanpa awak, riset teknologi kunci tahun 2023-2026 adalah pada subsistem autopilot, untuk pesawat tanpa awak ukuran 50 kg dan ukuran 200 kg, yang harus mengikuti peraturan keselamatan penerbangan yang berbeda. Riset pengembangan moda operasi pesawat tanpa awak untuk berbagai misi (pengamatan daerah bencana/gunung berapi, pemetaan, dan smart farming) juga tetap berlanjut, bekerjasama dengan mitra kementerian/lembaga dan swasta.
Terakhir, terkait dengan program riset sains Antariksa tahun 2023-2029, terbagi dalam topik Fenomena Matahari, Lingkungan Antariksa, dan Astronomi (Observatorium), dan sampah Antariksa (pengamatan benda jatuh). Teleskop di Observatorium Timau direncanakan beroperasi bulan Juli 2023, sehingga perencanaan penggunaan bagi periset BRIN maupun mitra tengah dilakukan. Fenomena Matahari, dan interaksinya dengan medan magnet Bumi, mempengaruhi cuaca, baik di dalam atmosfir dan diluar atmosfer, yang dikenal sebagai cuaca antariksa.
Fokus riset adalah pemodelan dengan berbagai skema machine learning, untuk bisa membuat prediksi atas cuaca yang mempengaruhi propagasi gelombang radio tersebut. Dengan semakin bergantungnya sistem navigasi pesawat pada satelit, maka prediksi cuaca Antariksa menjadi sangat penting untuk memitigasi gangguan pada transmisi radio tersebut.
Dengan semakin banyaknya jumlah satelit yang diluncurkan, maka penanganan sampah Antariksa menjadi isu yang penting untuk menjamin keberlangsungan penggunaan teknologi satekit. Dengan bekerjasama dengan berbagai badan Antariksa internasional, Indonesia dapat menjadi salah satu titik pengamatan bagi Space Situational Awareness tersebut.(sh/rht/edt. akb)
★ BRIN
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.