Sumber daya manusia yang dimiliki bangsa Indonesia saat ini sangat siap untuk mendukung pengembangan mobil listrik, begitupula jika mobil listrik dirakit di Indonesia. Cassisnya, onderdilnya, interiornya, sistem kemudinya semuanya sama, yang berbeda hanya menghilangkan mesinnya diganti dengan baterai.
Demikian diutarakan Menteri ESDM, Ignasius Jonan, usai menghadiri acara The 7th Asian Youth Day di Yogyakarta, Sabtu (5/8/2017).
"Kalau di-assembling (dirakit) di sini, Indonesia sangat siap sekali karena onderdilnya sama, casis-nya sama, interiornya sama, sistem kemudinya juga sama. Yang beda itu mesinnya enggak ada, diganti baterai yang menyalurkan listrik ke penggerak roda. Perusahaan-perusahaan otomotif besar seperti Mercedes Benz, Toyota, Nissan merubah seperti ini untuk mobil angkutan penumpang," kata Jonan dalam keterangan tertulis, Senin (7/8/2017).
Mobil listrik adalah proses modernisasi sehingga perkembangannya tidak bisa dihindari. Karena itu, pengembangan mobil listrik menjadi prioritas dan dimasukkan dalam perhitungan pemerintah, mengikuti perkembangan global, terutama dalam menjawab isu perubahan iklim dan lingkungan.
"Sesuai dengan arahan Bapak Presiden itu, kita sudah harus mulai mengadopsi kehadiran mobil listrik di jalan-jalan raya di Indonesia. Misalnya Prancis itu sudah melarang mobil non listrik di jalan raya pada tahun 2040. Inggris juga sama. Pokoknya tidak ada lagi penjualan mobil di wilayah Inggris Raya berbahan bakar hydrocarbon, tetapi berbahan bakar listrik. Di Indonesia juga segera dimulai dengan menugaskan Kementerian ESDM untuk membuat Keputusan Presiden (Keppres) yang intinya supaya mobil listrik itu bisa segera ada," ujarnya.
Kehadiran mobil listrik, menurut Jonan, mempunyai tiga keuntungan. Pertama mengurangi emisi gas buang, kedua membuat udara lebih bersih, dan yang ketiga ini masyarakat mempunyai pilihan apakah tetap menggunakan mobil berbahan hydrocarbon atau menggunakan listrik.
"Kalau menurut saya, menggunakan mobil listrik emisinya nol, polusinya enggak ada. Kita tidak bisa menghambat adanya perkembangan zaman termasuk modernisasi," ujar Jonan.
Jonan menambahkan, dari sisi sumber daya manusianya, Indonesia sudah siap dan untuk mengisi daya listrik ke dalam baterai ada beberapa alternatif, misalnya menukar baterai yang kosong dengan baterai yang terisi penuh di SPBU-SPBU seperti pemakaian tabung elpiji 3 kg. "Kalau orang mikir tiap rumah harus ada colokan yang kira-kira 3.000 Watt, 5.000 Watt, ya engga jadi-jadi, ya sudah pokoknya seperti elpiji 3 kg kalau habis tukar," jelas Jonan.
Untuk mempercepat masuknya mobil listrik di jalan-jalan raya Indonesia, beberapa alternatif dapat dilakukan, misalnya dengan membebaskan pajak bea masuk.
"Saya kira kalau bea masuk dan pajak atas barang mewah untuk mobil listrik dihapus, perkembangannya akan cepat, tinggal kebijakannya mau melokalisasi produksi itu mau kapan. Kalau menurut saya tidak bisa langsung (lokalisasi produksi), kalau mau dipaksa langsung, saya tidak tahu, Gaikindo saya belum dengar pandangan bagaimana," tutup Jonan. (mca/wdl)
Bakal Bebas Bea Masuk dan Pajak Barang Mewah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini telah mengeluarkan instruksi tertulis yang isinya memerintahkan agar pengembangan mobil listrik didukung oleh semua kementerian dan lembaga terkait.
Aturan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) disiapkan supaya pengembangan mobil listrik tidak hanya jadi wacana. Apa saja yang akan diatur dalam Perpres tersebut?
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy N Sommeng, mengungkapkan Perpres memberi penugasan yang jelas kepada semua kementerian dan lembaga terkait untuk mempercepat pengembangan mobil listrik.
"Isinya menugaskan kepada pihak-pihak terkait, semua kementerian dan lembaga, untuk mempercepat," kata Andy kepada detikFinance, Senin (7/8/2017).
Lalu dalam Perpres juga akan ditetapkan mobil listrik dibebaskan dari Bea Masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN BM). Pajak untuk mobil listrik dibuat rendah supaya harganya kompetitif, bisa bersaing dengan mobil-mobil konvensional yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Kalau mobil listrik tak diberi insentif pajak, harganya jadi lebih mahal dibanding mobil konvensional, tentu masyarakat enggan membelinya.
"Ada insentif kaitannya dengan Bea Masuk, Pajak Penjualan Barang Mewah. Ini biar mobil listrik harganya bersaing. Kita create demand dulu," ujar Andy.
Ia menambahkan, mobil listrik tidak akan langsung dilokalisasi atau diproduksi massal di dalam negeri. Pertama-tama, Indonesia impor mobil listrik dulu, kemudian mulai membuatnya dengan meniru mobil listrik impor.
"Nanti orang pakai dulu, nanti dibongkar-bongkar, kita bisa meniru," tukasnya.
Mobil listrik, ia menambahkan, bakal membawa banyak manfaat. Impor bahan bakar minyak (BBM) bakal sangat berkurang kalau mobil-mobil konvensional diganti mobil listrik. Manfaat utama lainnya, tentu polusi udara berkurang karena mobil listrik tak menghasilkan asap karbon.
Selain itu, mobil listrik dapat menciptakan pasar baru buat PLN. Konsumsi listrik pasti melonjak, surplus listrik dari program 35.000 MW pun bisa terserap.
"Sekarang kita tambah listrik banyak-banyak, kalau enggak ada yang serap bagaimana?" tutupnya. (mca/hns)
Demikian diutarakan Menteri ESDM, Ignasius Jonan, usai menghadiri acara The 7th Asian Youth Day di Yogyakarta, Sabtu (5/8/2017).
"Kalau di-assembling (dirakit) di sini, Indonesia sangat siap sekali karena onderdilnya sama, casis-nya sama, interiornya sama, sistem kemudinya juga sama. Yang beda itu mesinnya enggak ada, diganti baterai yang menyalurkan listrik ke penggerak roda. Perusahaan-perusahaan otomotif besar seperti Mercedes Benz, Toyota, Nissan merubah seperti ini untuk mobil angkutan penumpang," kata Jonan dalam keterangan tertulis, Senin (7/8/2017).
Mobil listrik adalah proses modernisasi sehingga perkembangannya tidak bisa dihindari. Karena itu, pengembangan mobil listrik menjadi prioritas dan dimasukkan dalam perhitungan pemerintah, mengikuti perkembangan global, terutama dalam menjawab isu perubahan iklim dan lingkungan.
"Sesuai dengan arahan Bapak Presiden itu, kita sudah harus mulai mengadopsi kehadiran mobil listrik di jalan-jalan raya di Indonesia. Misalnya Prancis itu sudah melarang mobil non listrik di jalan raya pada tahun 2040. Inggris juga sama. Pokoknya tidak ada lagi penjualan mobil di wilayah Inggris Raya berbahan bakar hydrocarbon, tetapi berbahan bakar listrik. Di Indonesia juga segera dimulai dengan menugaskan Kementerian ESDM untuk membuat Keputusan Presiden (Keppres) yang intinya supaya mobil listrik itu bisa segera ada," ujarnya.
Kehadiran mobil listrik, menurut Jonan, mempunyai tiga keuntungan. Pertama mengurangi emisi gas buang, kedua membuat udara lebih bersih, dan yang ketiga ini masyarakat mempunyai pilihan apakah tetap menggunakan mobil berbahan hydrocarbon atau menggunakan listrik.
"Kalau menurut saya, menggunakan mobil listrik emisinya nol, polusinya enggak ada. Kita tidak bisa menghambat adanya perkembangan zaman termasuk modernisasi," ujar Jonan.
Jonan menambahkan, dari sisi sumber daya manusianya, Indonesia sudah siap dan untuk mengisi daya listrik ke dalam baterai ada beberapa alternatif, misalnya menukar baterai yang kosong dengan baterai yang terisi penuh di SPBU-SPBU seperti pemakaian tabung elpiji 3 kg. "Kalau orang mikir tiap rumah harus ada colokan yang kira-kira 3.000 Watt, 5.000 Watt, ya engga jadi-jadi, ya sudah pokoknya seperti elpiji 3 kg kalau habis tukar," jelas Jonan.
Untuk mempercepat masuknya mobil listrik di jalan-jalan raya Indonesia, beberapa alternatif dapat dilakukan, misalnya dengan membebaskan pajak bea masuk.
"Saya kira kalau bea masuk dan pajak atas barang mewah untuk mobil listrik dihapus, perkembangannya akan cepat, tinggal kebijakannya mau melokalisasi produksi itu mau kapan. Kalau menurut saya tidak bisa langsung (lokalisasi produksi), kalau mau dipaksa langsung, saya tidak tahu, Gaikindo saya belum dengar pandangan bagaimana," tutup Jonan. (mca/wdl)
Bakal Bebas Bea Masuk dan Pajak Barang Mewah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini telah mengeluarkan instruksi tertulis yang isinya memerintahkan agar pengembangan mobil listrik didukung oleh semua kementerian dan lembaga terkait.
Aturan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) disiapkan supaya pengembangan mobil listrik tidak hanya jadi wacana. Apa saja yang akan diatur dalam Perpres tersebut?
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy N Sommeng, mengungkapkan Perpres memberi penugasan yang jelas kepada semua kementerian dan lembaga terkait untuk mempercepat pengembangan mobil listrik.
"Isinya menugaskan kepada pihak-pihak terkait, semua kementerian dan lembaga, untuk mempercepat," kata Andy kepada detikFinance, Senin (7/8/2017).
Lalu dalam Perpres juga akan ditetapkan mobil listrik dibebaskan dari Bea Masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN BM). Pajak untuk mobil listrik dibuat rendah supaya harganya kompetitif, bisa bersaing dengan mobil-mobil konvensional yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Kalau mobil listrik tak diberi insentif pajak, harganya jadi lebih mahal dibanding mobil konvensional, tentu masyarakat enggan membelinya.
"Ada insentif kaitannya dengan Bea Masuk, Pajak Penjualan Barang Mewah. Ini biar mobil listrik harganya bersaing. Kita create demand dulu," ujar Andy.
Ia menambahkan, mobil listrik tidak akan langsung dilokalisasi atau diproduksi massal di dalam negeri. Pertama-tama, Indonesia impor mobil listrik dulu, kemudian mulai membuatnya dengan meniru mobil listrik impor.
"Nanti orang pakai dulu, nanti dibongkar-bongkar, kita bisa meniru," tukasnya.
Mobil listrik, ia menambahkan, bakal membawa banyak manfaat. Impor bahan bakar minyak (BBM) bakal sangat berkurang kalau mobil-mobil konvensional diganti mobil listrik. Manfaat utama lainnya, tentu polusi udara berkurang karena mobil listrik tak menghasilkan asap karbon.
Selain itu, mobil listrik dapat menciptakan pasar baru buat PLN. Konsumsi listrik pasti melonjak, surplus listrik dari program 35.000 MW pun bisa terserap.
"Sekarang kita tambah listrik banyak-banyak, kalau enggak ada yang serap bagaimana?" tutupnya. (mca/hns)
★ detik
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.