✈️ ➶Uji rudal rancangan BPPT [BPPT] ➶
UJI coba penerbangan perdana (flight test) Purwarupa Pertama Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia di Landasan Pacu Bandara Husein Sastranegara Kota Bandung pada Rabu (16/8) berjalan sukses.
Uji coba terbang sehari sebelum perayaan HUT RI ke-72 ini pun mendapat banjir pujian dari tamu undangan yang hadir. Di antaranya Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Agus Santoso, Dirut PT DI Budi Santos dan seluruh jajaran Direksi dan Dewan Komisaris PT DI.
Salah satu sosok pahlawan atas keberhasilan penerbangan perdana Purwarupa Pertama Pesawat N219 ini adalah Pilot Kapten Esther Gayatri Saleh. Perempuan 55 tahun ini sukses menerbangkan pesawat di atas ketinggian 8.000 kaki sekitar 20 menit di atas langit Bandung, kemudian kembali mendarat dengan mulus. Hal ini menjadi pertanda baik bangkitnya kembali industri pesawat Nusantara yang dibuat putra-putri terbaik bangsa ini.
Setelah sukses dengan pesawat N219, putra-putri terbaik negeri kembali akan membangun alat penerbangan lainnya yakni pesawat tempur. Bukan hanya pesawat tempurnya, Indonesia juga sekaligus akan memiliki rudal buatan sendiri yang saat ini dalam tahap studi awal oleh tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Salah satu anggota tim peneliti dari ITB, Ignatius Yudki Utama, menyatakan saat ini timnya tengah merancang pesawat jet tempur yang dinamakan Indonesia Fighter Experimental (IFX) dikerjasamakan dengan negara Korea Selatan.
Tim inti IFX yang terdiri dari berbagai unsur seperti dari ITB, PT DI dan Kemenhan ini bertujuan agar di masa mendatang Indonesia bisa memiliki pesawat tempur buatan sendiri.
"Namun masih lama diluncurkan, kalau sesuai rencana IFX baru bisa terbang pada tahun 2022 mendatang. Kendati begitu, kami sangat berharap IFX semoga jadi pesawat tempur pertama buatan Indonesia," kata Yudki saat ditemui di Sekolah Hijau Lestari (SHL), Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (18/8).
Dalam kerja sama itu, tenaga-tenaga ahli Indonesia juga akan dilibatkan dalam semua tahapan, baik perancangan maupun produksi, yakni fase pengembangan teknologi, fase rekayasa dan pengembangan produksi, serta fase produksi dan fase pemasaran bersama.
"Di IFX, keterlibatan saya adalah sebagai asisten konsultan bagian aerodinamika dari pihak ITB," ucapnya.
Dia mengatakan dengan menjadi produsen pesawat tempur dan rudal sekaligus maka Indonesia tak perlu lagi tergantung terhadap alutsista dari luar. Untuk itu, upaya merancang dan membuat sendiri pesawat tempur dan rudal ini dibuat dalam rangka percepatan kemandirian alutsista produksi dalam negeri.
"Tim dari ITB tergerak, lantaran sampai sekarang Indonesia belum punya rudal buatan sendiri. Padahal alutsista itu sensitif sekali, kalau terus mengandalkan dari luar negeri, kekuatan pertahanan kita bakal diketahui pihak luar, belum lagi anggaran yang harus dikeluarkan," beber lulusan S2 Program Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB ini.
Yudki menyebutkan pada saat ini perencanaan pembangunan rudal baru tahap studi awal. Jika tak menemui hambatan, studi ini akan selesai pada akhir tahun ini. Berikutnya, pada 2018 akan dibentuk konsorsium dari berbagai industri yang berhubungan dan sekaligus menentukan target waktu pembuatan rudal.
"Sekarang saya menjadi tim inti pengembangan rudal, sekarang kami sedang penelitian metodologi optimasi multidisiplin untuk pengembangan rudalnya. Metodologi ini juga nantinya dapat digunakan untuk perancangan pesawat tempur maupun alutsista lainnya," terangnya.
Seluruh proyek pembangunan itu, terang dia, dikerjakan oleh anak-anak terbaik bangsa ini. Diperkirakan, dari sejak studi awal hingga pengembangan, rudal atau peluru kendali buatan Indonesia ini baru bisa diujicobakan antara 5-10 tahun lagi.
Apabila rudal ini sudah jadi, Yudki menambahkan, rudal ini dapat menggantikan rudal-rudal yang selama ini dikirim dari luar negeri yang dipasang di pesawat tempur Indonesia. "Ini bisa dipasang di pesawat tempur mana saja, mudah-mudahan sebelum pesawat IFX jadi, pesawat tempur lainnya juga bisa menggunakan rudal ini. Namun bila sudah jadi, ini berpotensi menggantikan empat model rudal yang biasa dibeli dari luar negeri," jelas Yudki. (*)
UJI coba penerbangan perdana (flight test) Purwarupa Pertama Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia di Landasan Pacu Bandara Husein Sastranegara Kota Bandung pada Rabu (16/8) berjalan sukses.
Uji coba terbang sehari sebelum perayaan HUT RI ke-72 ini pun mendapat banjir pujian dari tamu undangan yang hadir. Di antaranya Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Agus Santoso, Dirut PT DI Budi Santos dan seluruh jajaran Direksi dan Dewan Komisaris PT DI.
Salah satu sosok pahlawan atas keberhasilan penerbangan perdana Purwarupa Pertama Pesawat N219 ini adalah Pilot Kapten Esther Gayatri Saleh. Perempuan 55 tahun ini sukses menerbangkan pesawat di atas ketinggian 8.000 kaki sekitar 20 menit di atas langit Bandung, kemudian kembali mendarat dengan mulus. Hal ini menjadi pertanda baik bangkitnya kembali industri pesawat Nusantara yang dibuat putra-putri terbaik bangsa ini.
Setelah sukses dengan pesawat N219, putra-putri terbaik negeri kembali akan membangun alat penerbangan lainnya yakni pesawat tempur. Bukan hanya pesawat tempurnya, Indonesia juga sekaligus akan memiliki rudal buatan sendiri yang saat ini dalam tahap studi awal oleh tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Salah satu anggota tim peneliti dari ITB, Ignatius Yudki Utama, menyatakan saat ini timnya tengah merancang pesawat jet tempur yang dinamakan Indonesia Fighter Experimental (IFX) dikerjasamakan dengan negara Korea Selatan.
Tim inti IFX yang terdiri dari berbagai unsur seperti dari ITB, PT DI dan Kemenhan ini bertujuan agar di masa mendatang Indonesia bisa memiliki pesawat tempur buatan sendiri.
"Namun masih lama diluncurkan, kalau sesuai rencana IFX baru bisa terbang pada tahun 2022 mendatang. Kendati begitu, kami sangat berharap IFX semoga jadi pesawat tempur pertama buatan Indonesia," kata Yudki saat ditemui di Sekolah Hijau Lestari (SHL), Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (18/8).
Dalam kerja sama itu, tenaga-tenaga ahli Indonesia juga akan dilibatkan dalam semua tahapan, baik perancangan maupun produksi, yakni fase pengembangan teknologi, fase rekayasa dan pengembangan produksi, serta fase produksi dan fase pemasaran bersama.
"Di IFX, keterlibatan saya adalah sebagai asisten konsultan bagian aerodinamika dari pihak ITB," ucapnya.
Dia mengatakan dengan menjadi produsen pesawat tempur dan rudal sekaligus maka Indonesia tak perlu lagi tergantung terhadap alutsista dari luar. Untuk itu, upaya merancang dan membuat sendiri pesawat tempur dan rudal ini dibuat dalam rangka percepatan kemandirian alutsista produksi dalam negeri.
"Tim dari ITB tergerak, lantaran sampai sekarang Indonesia belum punya rudal buatan sendiri. Padahal alutsista itu sensitif sekali, kalau terus mengandalkan dari luar negeri, kekuatan pertahanan kita bakal diketahui pihak luar, belum lagi anggaran yang harus dikeluarkan," beber lulusan S2 Program Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB ini.
Yudki menyebutkan pada saat ini perencanaan pembangunan rudal baru tahap studi awal. Jika tak menemui hambatan, studi ini akan selesai pada akhir tahun ini. Berikutnya, pada 2018 akan dibentuk konsorsium dari berbagai industri yang berhubungan dan sekaligus menentukan target waktu pembuatan rudal.
"Sekarang saya menjadi tim inti pengembangan rudal, sekarang kami sedang penelitian metodologi optimasi multidisiplin untuk pengembangan rudalnya. Metodologi ini juga nantinya dapat digunakan untuk perancangan pesawat tempur maupun alutsista lainnya," terangnya.
Seluruh proyek pembangunan itu, terang dia, dikerjakan oleh anak-anak terbaik bangsa ini. Diperkirakan, dari sejak studi awal hingga pengembangan, rudal atau peluru kendali buatan Indonesia ini baru bisa diujicobakan antara 5-10 tahun lagi.
Apabila rudal ini sudah jadi, Yudki menambahkan, rudal ini dapat menggantikan rudal-rudal yang selama ini dikirim dari luar negeri yang dipasang di pesawat tempur Indonesia. "Ini bisa dipasang di pesawat tempur mana saja, mudah-mudahan sebelum pesawat IFX jadi, pesawat tempur lainnya juga bisa menggunakan rudal ini. Namun bila sudah jadi, ini berpotensi menggantikan empat model rudal yang biasa dibeli dari luar negeri," jelas Yudki. (*)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.