LSU 02 LAPAN★
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengembangkan teknologi penginderaan jauh menggunakan "drone" atau pesawat tanpa awak yang diyakini lebih hemat dari sisi anggaran operasionalnya.
"Penggunaan "drone" UAV relatif lebih murah dibanding foto udara menggunakan satelit," kata Kepala Lapan Prof Thomas Djamaluddin, dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan ke XX dan Kongres Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) ke VI di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Ia mengatakan teknologi "drone" atau Unmanned Aeral Vehicle (UAV) dapat digunakan untuk pemetaan wilayah, pemetaan perikanan, pertanian dan juga kehutanan.
Ia menjelaskan penginderaan jauh memegang peran sangat penting dengan Indonesia yang terdiri dari belasan ribu pulau yang sangat luas.
"Penginderaan jauh berperan terkait identifikasi sumber daya alam, lingkungan, tata ruang dan mitigasi bencana," katanya.
Menurut dia, pada kabinet kerja, Lapan berperan sangat penting dalam rencana pembangunan, seperti jaringan rel kereta api, jalan tol Sumatera, Papua.
Dalam perencanaan pembangunan perlu Penginderaan jauh dalam agraria dan tata ruang juga memerlukan data lebih rinci.
"Tantangan penyediaan data citra untuk seluruh wilayah Indonesia masalah awan sehingga sulit sekali mendapatkan citranya. Oleh karena itu upaya dilakukan dengan pesawat tanpa awak atau drone memiliki kemampuan penginderaan yang bebas awan," katanya.
Kepala Bidang Aviobik Pusat Teknologi Penerbangan Lapan Ari Sugeng menjelaskan teknologi "drone" sudah dikembangkan sejak 2011.
Ia mengatakan Lapan memiliki sekitar 20 unit drone terdiri dari lima seri yang memiliki kemampuan serta ukuran yang berbeda satu sama lainnya.
"Drobe LSU 02 memiliki kemampuan jelajah terbang ketinggian 6.000 kaki atau dua kilo meter," katanya.
Ia menjelaskan murahnya penggunaan teknologi "drone" dari teknis karena tidak menggunakan awak sehingga tidak perlu ongkos pilot.
Selain itu dari segi biaya penggunaan bahan bakar 1 liter pertamax bisa untuk satu jam dan kecepatan 100 km per jam.
"Drone ini bisa membawa empat liter BBM untuk empat jam. Sekali terbang bisa 400 km," katanya.
Selain itu, lanjut dia, keutamaan drone adalah tidak berisiko tinggi karena tanpa awak, begitu juga ongkos pembuatan pesawat cukup murah.
"Karena hanya butuh serat fiber dan komposit. Sekitar 70 persen gunakan bahan lokal," katanya.
Ia menambahkan teknologi "drone" sudah digunakan untuk melakukan pemetaan di sejumlah wilayah seperti di Subang, Simalungun dan Batu Raja.
Teknologi "drone" juga sudah dikembangkan oleh sejumlah pihak seperti IPB untuk pemetaan batas desa dan Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat yang memberikan informasi medan tempur, perbatasan dan pengintaian.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengembangkan teknologi penginderaan jauh menggunakan "drone" atau pesawat tanpa awak yang diyakini lebih hemat dari sisi anggaran operasionalnya.
"Penggunaan "drone" UAV relatif lebih murah dibanding foto udara menggunakan satelit," kata Kepala Lapan Prof Thomas Djamaluddin, dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan ke XX dan Kongres Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) ke VI di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Ia mengatakan teknologi "drone" atau Unmanned Aeral Vehicle (UAV) dapat digunakan untuk pemetaan wilayah, pemetaan perikanan, pertanian dan juga kehutanan.
Ia menjelaskan penginderaan jauh memegang peran sangat penting dengan Indonesia yang terdiri dari belasan ribu pulau yang sangat luas.
"Penginderaan jauh berperan terkait identifikasi sumber daya alam, lingkungan, tata ruang dan mitigasi bencana," katanya.
Menurut dia, pada kabinet kerja, Lapan berperan sangat penting dalam rencana pembangunan, seperti jaringan rel kereta api, jalan tol Sumatera, Papua.
Dalam perencanaan pembangunan perlu Penginderaan jauh dalam agraria dan tata ruang juga memerlukan data lebih rinci.
"Tantangan penyediaan data citra untuk seluruh wilayah Indonesia masalah awan sehingga sulit sekali mendapatkan citranya. Oleh karena itu upaya dilakukan dengan pesawat tanpa awak atau drone memiliki kemampuan penginderaan yang bebas awan," katanya.
Kepala Bidang Aviobik Pusat Teknologi Penerbangan Lapan Ari Sugeng menjelaskan teknologi "drone" sudah dikembangkan sejak 2011.
Ia mengatakan Lapan memiliki sekitar 20 unit drone terdiri dari lima seri yang memiliki kemampuan serta ukuran yang berbeda satu sama lainnya.
"Drobe LSU 02 memiliki kemampuan jelajah terbang ketinggian 6.000 kaki atau dua kilo meter," katanya.
Ia menjelaskan murahnya penggunaan teknologi "drone" dari teknis karena tidak menggunakan awak sehingga tidak perlu ongkos pilot.
Selain itu dari segi biaya penggunaan bahan bakar 1 liter pertamax bisa untuk satu jam dan kecepatan 100 km per jam.
"Drone ini bisa membawa empat liter BBM untuk empat jam. Sekali terbang bisa 400 km," katanya.
Selain itu, lanjut dia, keutamaan drone adalah tidak berisiko tinggi karena tanpa awak, begitu juga ongkos pembuatan pesawat cukup murah.
"Karena hanya butuh serat fiber dan komposit. Sekitar 70 persen gunakan bahan lokal," katanya.
Ia menambahkan teknologi "drone" sudah digunakan untuk melakukan pemetaan di sejumlah wilayah seperti di Subang, Simalungun dan Batu Raja.
Teknologi "drone" juga sudah dikembangkan oleh sejumlah pihak seperti IPB untuk pemetaan batas desa dan Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat yang memberikan informasi medan tempur, perbatasan dan pengintaian.
✈️ Antara
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.