Bertenaga Surya Mahasiswa Ubaya sedang mengujicoba kapal bertenaga surya buatan mereka di kolam di kompleks kampus setempat, Selasa (23/8) (Humas Ubaya)
Empat mahasiswa Jurusan Teknik Manufaktur dan Teknik Elektro Fakultas Teknik (FT) Universitas Surabaya (Ubaya) merancang kapal bertenaga surya yang diberi nama "Elman" dengan bahan body yang sama dengan kapal sungai pada umumnya.
"Ide awal membuat kapal ini karena kami merencanakan untuk mengikuti lomba Marine Icon 2016 yang bertema Eco Solar Boat," kata anggota tim mahasiswa Ubaya, Avid Christa Nugraha, di kampus setempat, Rabu.
Selain Avid Christa Nugraha, ada pula Chandra Tantono yang berasal dari jurusan yang sama dengan Avid yakni Jurusan Teknik Manufaktur angkatan 2013. Dua lainnya, Reynaldi Johan dan Ariel Valentino mahasiswa Jurusan Teknik Elektro angkatan 2013.
"Melihat dari tema lomba Marine Icon 2016 itu, kami ingin membuat kapal yang ringan, tetapi tetap dapat bekerja dengan baik. Dengan menciptakan kapal yang menggunakan cahaya matahari sebagai bahan bakarnya akan jadi solusi bagi kelangkaan BBM di Indonesia," katanya.
Meskipun menggunakan konsep baru yaitu dengan adanya penggunaan solar cell (panel surya) sebagai supply boat, Tim Ubaya tidak mendapatkan kesulitan dengan penggunaan solar cell tersebut. Hal itu karena mereka telah mempelajari konsep serta perhitungan dalam mengaplikasikan solar cell, karena itu pula mereka dapat meraih posisi ketiga dalam kompetisi Marine Icon 2016 hanya dengan waktu pembuatan selama satu bulan.
"Jadi, saya dari Teknik Elektro memiliki peran pada rangkaian elektronik dan sistem kontrol dari kapal, sedangkan teman dari Teknik Manufaktur berperan dalam mendesain kapal yang stabil, ringan, dan dengan pergerakan lincah," katanya.
Akhirnya, kapal yang diberi nama ELMAN itu mampu meraih best design dan juara 3 untuk kategori Solar Boat dalam kompetisi Marine Icon 2016 dengan menghabiskan biaya pembuatan sebesar Rp 4 juta.
"Kapal yang memiliki ukuran 75 cm x 25 cm dan terdiri dari beberapa komponen, seperti hole/lambung kapal, propeler, ruder, motor, panel surya, dan komponen kelistrikan itu menggunakan lapisan fiber untuk body agar lebih kuat saat terjadi benturan dan mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran," katanya.
Ia menjelaskan kapal ini didesain seringan mungkin agar tidak membebani kinerja motor dan dapat bermanuver dengan baik saat di air.
"Kapal ini di desain dengan bentuk depannya dibuat runcing dan di bagian lambungnya di beri garis-garis timbul agar dapat membantu memecah air saat melaju kencang sehingga tenaga dari mesin tidak terbuang sia-sia," katanya.
Ia menambahkan desain yang dibuat pun berbeda dari kapal solar cell lainnya. "Yang membuat kapal ini berbeda dari kapal tenaga surya lainnya adalah kami menggunakan 28 buah panel surya berukuran 5x5 cm sehingga dapat banyak menyerap energi matahari," katanya.
Selain itu, bahan body kapal dan desainnya kami buat sesuai seperti kapal yang digunakan di sungai pada umumnya. "Kami memilih menggunakan desain seperti bentuk aslinya karena kami ingin kedepannya perahu ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat," ujarnya.
Cara kerja kapal ini adalah sinar matahari diubah menjadi energi listrik, lalu energi itu disimpan dalam batere khusus dan akhirnya digunakan menggerakkan propeller pada kapal.
Panel surya akan mengubah panas matahari menjadi tenaga listrik, lalu energi tersebut disimpan dalam baterai berkapasitas 7 kilowatt. Tenaga listrik itulah yang digunakan sebagai bahan bakar mesin untuk menggerakkan propeller atau baling-baling perahu.
"Kapal dengan tenaga surya ini bisa dibilang hemat dan cukup efisien. Kapal itu membutuhkan energi yang sangat sedikit. Hanya dengan 7 volt mampu melaju dengan kecepatan 1.474 knot atau sama dengan 2,73 km/jam," katanya.
Secara terpisah, dosen pembimbing tim itu, Elieser Tarigan, PhD, berharap agar produk ini dapat direalisasikan di masyarakat, karena mengandalkan sumber daya alam menjadi sebuah energi terbarukan.
"Yang membuat kapal ini berbeda dari yang lain adalah kapal ini dapat dibilang tangguh karena kami menggunakan banyak solar panel yang sekaligus kami desain sebagai atap kapal, sehingga dengan desain seperti itu akan banyak energi matahari yang dapat diserap dan membuat kapal melaju lebih lama," katanya.
Robot Bawah Laut
Sebelumnya (23/8), dosen Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Teguh Herlambang meneliti robot kapal selam jenis Autonomus Underwater Vehicle (AUV) guna mengeksplorasi potensi bawah laut Indonesia, yang membuatnya dapat meraih gelar doktor dari Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Teguh mengakui riset tentang kapal selam tanpa awak memang sedang menarik minat banyak peneliti beberapa tahun belakangan. Banyaknya masalah dan kendala dalam melakukan survei bawah laut adalah salah satu faktor kuat yang mendorongnya.
"Padahal monitoring bawah laut perlu dilakukan secara berkala dan teratur untuk memperoleh data yang akurat," kata alumni Jurusan Matematika ITS saat memaparkan desain dan analisa sistem gerak yang dirancangnya untuk mengendalikan AUV.
Dengan sistem itu, katanya, AUV dapat berlaku sebagai kapal selam tanpa awak yang dapat bergerak secara otomatis. Dengan AUV pula, banyak pekerjaan yang semula sukar menjadi lebih mudah. Misalnya dalam hal memantau korosi pada bagian bawah kapal atau pencarian korban kecelakaan pesawat yang jatuh ke laut.
"AUV memanfaatkan citra khusus untuk menganalisa objek yang diamati. AUV dapat membantu dalam membuat pemetaan dasar laut, mengoleksi sampel geologi hingga pemantauan oseanografi. AUV juga akan banyak berguna untuk menjaga kelestarian lingkungan, misalnya dengan inspeksi struktur bawah air," katanya.
Dalam industri minyak dan gas, AUV dapat membantu survei laut dan penilaian sumber daya, sedangkan dalam ranah militer, kapal selam tanpa awak ini dapat digunakan sebagai peralatan sistem pertahanan bawah laut.
Belum merasa puas dengan pencapaiannya, Teguh berencana mengombinasikan penelitian ini dengan penelitiannya saat menempuh program Magister. "Saya berharap kapal selam tanpa awak ini dapat dikombinasikan dengan pesawat tanpa awak yang telah saya teliti sebelumnya, sehingga akan menghasilkan dua sistem canggih yang terbungkus dalam satu alat saja," katanya. (*)
Empat mahasiswa Jurusan Teknik Manufaktur dan Teknik Elektro Fakultas Teknik (FT) Universitas Surabaya (Ubaya) merancang kapal bertenaga surya yang diberi nama "Elman" dengan bahan body yang sama dengan kapal sungai pada umumnya.
"Ide awal membuat kapal ini karena kami merencanakan untuk mengikuti lomba Marine Icon 2016 yang bertema Eco Solar Boat," kata anggota tim mahasiswa Ubaya, Avid Christa Nugraha, di kampus setempat, Rabu.
Selain Avid Christa Nugraha, ada pula Chandra Tantono yang berasal dari jurusan yang sama dengan Avid yakni Jurusan Teknik Manufaktur angkatan 2013. Dua lainnya, Reynaldi Johan dan Ariel Valentino mahasiswa Jurusan Teknik Elektro angkatan 2013.
"Melihat dari tema lomba Marine Icon 2016 itu, kami ingin membuat kapal yang ringan, tetapi tetap dapat bekerja dengan baik. Dengan menciptakan kapal yang menggunakan cahaya matahari sebagai bahan bakarnya akan jadi solusi bagi kelangkaan BBM di Indonesia," katanya.
Meskipun menggunakan konsep baru yaitu dengan adanya penggunaan solar cell (panel surya) sebagai supply boat, Tim Ubaya tidak mendapatkan kesulitan dengan penggunaan solar cell tersebut. Hal itu karena mereka telah mempelajari konsep serta perhitungan dalam mengaplikasikan solar cell, karena itu pula mereka dapat meraih posisi ketiga dalam kompetisi Marine Icon 2016 hanya dengan waktu pembuatan selama satu bulan.
"Jadi, saya dari Teknik Elektro memiliki peran pada rangkaian elektronik dan sistem kontrol dari kapal, sedangkan teman dari Teknik Manufaktur berperan dalam mendesain kapal yang stabil, ringan, dan dengan pergerakan lincah," katanya.
Akhirnya, kapal yang diberi nama ELMAN itu mampu meraih best design dan juara 3 untuk kategori Solar Boat dalam kompetisi Marine Icon 2016 dengan menghabiskan biaya pembuatan sebesar Rp 4 juta.
"Kapal yang memiliki ukuran 75 cm x 25 cm dan terdiri dari beberapa komponen, seperti hole/lambung kapal, propeler, ruder, motor, panel surya, dan komponen kelistrikan itu menggunakan lapisan fiber untuk body agar lebih kuat saat terjadi benturan dan mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran," katanya.
Ia menjelaskan kapal ini didesain seringan mungkin agar tidak membebani kinerja motor dan dapat bermanuver dengan baik saat di air.
"Kapal ini di desain dengan bentuk depannya dibuat runcing dan di bagian lambungnya di beri garis-garis timbul agar dapat membantu memecah air saat melaju kencang sehingga tenaga dari mesin tidak terbuang sia-sia," katanya.
Ia menambahkan desain yang dibuat pun berbeda dari kapal solar cell lainnya. "Yang membuat kapal ini berbeda dari kapal tenaga surya lainnya adalah kami menggunakan 28 buah panel surya berukuran 5x5 cm sehingga dapat banyak menyerap energi matahari," katanya.
Selain itu, bahan body kapal dan desainnya kami buat sesuai seperti kapal yang digunakan di sungai pada umumnya. "Kami memilih menggunakan desain seperti bentuk aslinya karena kami ingin kedepannya perahu ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat," ujarnya.
Cara kerja kapal ini adalah sinar matahari diubah menjadi energi listrik, lalu energi itu disimpan dalam batere khusus dan akhirnya digunakan menggerakkan propeller pada kapal.
Panel surya akan mengubah panas matahari menjadi tenaga listrik, lalu energi tersebut disimpan dalam baterai berkapasitas 7 kilowatt. Tenaga listrik itulah yang digunakan sebagai bahan bakar mesin untuk menggerakkan propeller atau baling-baling perahu.
"Kapal dengan tenaga surya ini bisa dibilang hemat dan cukup efisien. Kapal itu membutuhkan energi yang sangat sedikit. Hanya dengan 7 volt mampu melaju dengan kecepatan 1.474 knot atau sama dengan 2,73 km/jam," katanya.
Secara terpisah, dosen pembimbing tim itu, Elieser Tarigan, PhD, berharap agar produk ini dapat direalisasikan di masyarakat, karena mengandalkan sumber daya alam menjadi sebuah energi terbarukan.
"Yang membuat kapal ini berbeda dari yang lain adalah kapal ini dapat dibilang tangguh karena kami menggunakan banyak solar panel yang sekaligus kami desain sebagai atap kapal, sehingga dengan desain seperti itu akan banyak energi matahari yang dapat diserap dan membuat kapal melaju lebih lama," katanya.
Robot Bawah Laut
Sebelumnya (23/8), dosen Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Teguh Herlambang meneliti robot kapal selam jenis Autonomus Underwater Vehicle (AUV) guna mengeksplorasi potensi bawah laut Indonesia, yang membuatnya dapat meraih gelar doktor dari Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Teguh mengakui riset tentang kapal selam tanpa awak memang sedang menarik minat banyak peneliti beberapa tahun belakangan. Banyaknya masalah dan kendala dalam melakukan survei bawah laut adalah salah satu faktor kuat yang mendorongnya.
"Padahal monitoring bawah laut perlu dilakukan secara berkala dan teratur untuk memperoleh data yang akurat," kata alumni Jurusan Matematika ITS saat memaparkan desain dan analisa sistem gerak yang dirancangnya untuk mengendalikan AUV.
Dengan sistem itu, katanya, AUV dapat berlaku sebagai kapal selam tanpa awak yang dapat bergerak secara otomatis. Dengan AUV pula, banyak pekerjaan yang semula sukar menjadi lebih mudah. Misalnya dalam hal memantau korosi pada bagian bawah kapal atau pencarian korban kecelakaan pesawat yang jatuh ke laut.
"AUV memanfaatkan citra khusus untuk menganalisa objek yang diamati. AUV dapat membantu dalam membuat pemetaan dasar laut, mengoleksi sampel geologi hingga pemantauan oseanografi. AUV juga akan banyak berguna untuk menjaga kelestarian lingkungan, misalnya dengan inspeksi struktur bawah air," katanya.
Dalam industri minyak dan gas, AUV dapat membantu survei laut dan penilaian sumber daya, sedangkan dalam ranah militer, kapal selam tanpa awak ini dapat digunakan sebagai peralatan sistem pertahanan bawah laut.
Belum merasa puas dengan pencapaiannya, Teguh berencana mengombinasikan penelitian ini dengan penelitiannya saat menempuh program Magister. "Saya berharap kapal selam tanpa awak ini dapat dikombinasikan dengan pesawat tanpa awak yang telah saya teliti sebelumnya, sehingga akan menghasilkan dua sistem canggih yang terbungkus dalam satu alat saja," katanya. (*)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.