Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) telah meneliti bagaiamana kondisi ionosfer menjadi salah satu faktor yang bisa menandakan akan terjadi gempa, lalu apakah gempa bisa diprediksi di masa datang?
Dr Sarmoko Saroso MSc peneliti LAPAN yang baru saja dikukuhkan sebagai profesor riset di Jakarta Selasa mengungkapkan bahwa kerapatan elektron di lapisan ionosfer atau TEC (total electron content) mempunyai korelasi dengan aktivitas matahari dan gangguan medan magnet bumi.
Ionosfer merupakan lapisan di luar angkasa yang unik karena memiliki muatan partikel elektron, berbeda dengan atmosfer yang berpartikel netral.
Variasi TEC ionosfer juga mempunyai keterkaitan dengan kejadian gempa yang disebabkan oleh fenomena seismo-ionosfer, yaitu kopling antara litosfer, atmosfer, dan ionosfer, yang akan menimbulkan anomali di ionosfer sebelum kejadian gempa.
Menurut Sarmoko, pengamatan fenomena seismo-ionosfer itu memungkinkan untuk digunakan sebagai pertanda (prekursor) kejadian gempa bumi untuk keperluan mitigasi bencana.
Kerapatan elektron sebelum terjadinya gempa ternyata ada penurunan pada 2 sampai 7 hari sebelum gempa.
"Untuk prediksi gempa itu masih sainstifik prediction, ini hanya salah satu pertanda saja," kata Sarmoko, ilmuwan yang lahir di Temanggung, Jawa Tengah.
"Memang orang seismologi kebanyakan tidak percaya dengan fenomena seperti itu, tapi kita punya komunitas sehingga kita akan coba membuktikan kebenarannya."
Sarwoko juga menyertakan data pengamatan mengenai gempa berkekuatan lebih dari 5 skala richter antara Desember 1993 hingga 15 Agustus 2002 dalam orasi pengukuhannya berjudul "Ionosfer untuk Komunikasi Radio, Navigasi, dan Informasi Mitigasi Bencana".
Sebagai contoh gempa 7,5 magnitudo pada 1 Januari 1996 pada kedalaman 24 kilometer, prekursor (pertanda) dalam lapisan ionosfer sudah muncul pada H-7, kemudian H-6, dan H-3.
Selanjutnya pada gempa di Aceh 26 Desember 2004 silam yang berkekuatan amat sangat besar, 9,0 SR, berkedalaman 30 km, dapat ditentukan 3 prekursor pada 2 hingga 7 hari sebelum kejadian gempa.
Selain untuk memantau prekursor sebelum terjadinya gempa, kondisi ionosfer juga berfungsi sebagai pemantul gelombang radio. Kemampuan ionosfer dalam mamantulkan gelombang radio tergantung pada kerapatan elektron di ionosfer.
Oleh karena itu, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Rusia, Eropa, dan Jepang telah membangun stasiun-stasiun pengamat ionosfer yang didukung oleh pengukuran secara langsung menggunakan roket dan satelit.
Penelitian TEC dalam lapisan ionosfer juga bisa digunakan untuk menekan perlambatan sinyal komunikasi GPS saat melewati ionosfer.
Selanjutnya hasil perhitungan koreksi waktu tunda ionosfer ini direalisasikan dalam bentuk perangkat lunak yang mempertajam koreksi dari stasiun acuan, sehingga kesalahan dalam penentukan posisi yang diakibatkan oleh perlambatan sinyal dapat ditekan sekecil mungkin.(S026/B010)
• ANTARAnews
Purnarupa P8 Light Tank SSE
-
*D*ari website X Robe_1807 diposkan purnarupa kendaraan militer terbaru
produksi perusahaan swasta PT SSE (Sentra Surya Ekajaya) di Tangerang,
Banten.
R...
2 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.