Atas permintaan Singapura antisipasi krisis energiPLTA Saguling (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto) ☆
Indonesia bak 'pahlawan' bagi Singapura. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa Indonesia akan melangsungkan transfer atau ekspor listrik ke Singapura. Kegiatan ekspor listrik ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan negara tetangga RI tersebut.
Rencananya, Pertama, Indonesia akan ekspor listriknya melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) pada tahun 2025 dengan kapasitas mencapai 600 Mega Watt (MW) melalui High Voltage Alternating Current (HVAC).
Kedua, apabila transfer listrik menggunakan High Voltage Direct Current (HVDC), Indonesia akan melakukan transfer listrik dengan kapasitas yang lebih besar dan bisa diimplementasikan pada 2027.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari menyampaikan, kedua hal tersebut tergantung dari permintaan Singapura yang tertuang di dalam dokumen request of proposal tahap satu yang telah dirilis pada akhir 2021.
"Singapura-nya yang mengeluarkan request proposal ini, tahap pertama dan target mereka sekitar 1,2 GW sampai 2027. Tapi dari Indonesia tergantung dari kajian yang dilakukan badan usaha, PT PLN (Persero) dan lainnya," kata Ida melanjutkan.
Seperti yang diketahui, bahwa Singapura memang sebelumnya terancam krisis energi yang akan berdampak pada pasokan listrik di negara tersebut. Hal ini terjadi akibat terganggunya pasokan gas ke negara tetangga RI tersebut.
Sebagai dampak dari mulai terbatasnya pasokan gas alam, beberapa perusahaan produsen listrik mulai menyatakan akan keluar dari bisnis listrik di Singapura. Pada tahun lalu, Ohm Energy dan iSwitch menyatakan akan menghentikan operasinya dan telah mengembalikan rekening pengguna ke SP group, perusahaan listrik milik negara di Singapura.
Secara total, setidaknya saat ini sudah ada tiga perusahaan mengaku akan keluar dari bisnis listrik di Singapura. Negara ini memang telah meliberalisasi listrik sejak 2018, dengan meluncurkan sistem Pasar Terbuka (OEM).
Ida Nuryatin menjelaskan perjanjian kerjasama atau memorandum of understanding (MoU) Kementerian ESDM RI dan Kementerian Perdagangan Singapura telah disepakati pada 21 Januari 2022.
Dalam MoU tersebut, kata Ida tidak otomatis Indonesia akan transaksi jual-beli listrik kepada Singapura, tapi banyak working group atau kelompok kerja yang dibangun untuk pembahasan lainnya.
"Selain working group ekspor (listrik) juga ada kelitbangan dan training EBT (energi baru terbarukan). Itu yang tertuang di dalam MoU Menteri ESDM Indonesia (Arifin Tasrif) dan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura (Tan See Leng)," jelas Ida kepada CNBC Indonesia, Senin (7/2/2022).
Ida merinci, secara garis besar terdapat tiga skema untuk penjualan lintas negara. Pertama, skema point to point, skema grid to grid I, dan skema grid to grid II.
Pada skema point to point, di mana badan usaha pemegang wilayah usaha masing-masing membangun jaringan transmisi wilayah untuk usaha masing-masing membangun jaringan transmisi untuk ekspor tenaga listrik ke masing-masing konsumen di Singapura.
"Jadi masing-masing badan usaha sebagai pemegang penetapan wilayah bisa melakukan itu," jelas Ida.
Kedua, skema grid to grid I. Di mana pada skema ini, kata Ida badan usaha selaku pemilik pembangkit EBT sebagai IPP EBT menjual seluruh tenaga listriknya kepada badan usaha pemegang wilayah eksisting.
Ida memberikan contoh pada skema grid to grid I ini, misalnya PLN Batam dan badan usaha pemegang usaha wilayah ini melakukan ekspor ke Singapura. Jadi, badan usaha yang akan membangun EBT dan menjualnya kepada PLN atau PLN Batam yang kemudian transaksi ke Singapura.
Ketiga, skema grid to grid II. Skema ini, kata Ida para badan usaha pemegang penetapan wilayah usaha, memanfaatkan jaringan transmisi milik badan usaha penetapan wilayah usaha lainnya untuk ekspor listrik ke konsumen di Singapura.
"Jadi, kita katakan, badan usaha wilayah pertama membangun jaringan transmisi interkoneksi kedua negara, Indonesia dan Singapura. Juga, badan usaha pemegang wilayah usaha yang lain membayar jaringan transmisi tersebut," jelas Ida.
Pasokan Listrik Indonesia Dipastikan Aman
Ida menerangkan, secara kesiapan infrastruktur, terkait dengan alur pipa atau kabel bawah laut sudah termaktub dalam berbagai regulasi.
Regulasi yang dimaksud misalnya Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 14 Tahun 2021 tentang alur pipa dan/atau alur bawah laut menggunakan landing station eksisting yang berlokasi di Tanjung Timban.
Sedangkan landing station di Singapura berlokasi di Pulau Jurong. "Itu yang sudah tertuang di dalam Kepmen KKP Nomor 14 Tahun 2021," jelas Ida.
Ida mengungkapkan, dalam melakukan ekspor listrik, dipastikan tidak akan mengganggu kelistrikan di Indonesia, pasalnya ekspor listrik yang dilakukan ke Singapura akan bersumber dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
"Interkoneksi listrik antara Indonesia dan Singapura didasari atas permintaan Singapura untuk kebutuhan pasokan tenaga listrik, khususnya dari energi baru terbarukan (EBT)," jelas Ida.
"Tentunya tidak mengganggu mutu dan keandalan penyedia tenaga listrik di wilayah usahanya," tuturnya lagi.
Adapun, pembangunan PLTS, kata Ida sebagian besar akan dibangun di Batam bagian Barat, sedangkan landing station sisi Indonesia berada di sebelah Timur Pulau Batam. Sehingga, diperlukan investasi tambahan untuk membangun trans listriknya.
Nah, saat ini, kata Ida, PLN tengah mengajukan alternatif di sebelah Barat Pulau Batam, tepatnya di Pulau Lumba Besar, sehingga mempermudah transmisi tenaga listriknya ke Singapura.
"Terkait hal ini , usulan landing station di Lumba Besar ini belum tertuang di dalam KKP 14/2021. Sehingga perlu koordinasi lebih lanjut dengan KKP dan Kemenko Marves apabila ada perubahan landing station terkait kegiatan ekspor listrik ke Singapura ini bila nanti akan dilakukan," jelas Ida.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DEN Djoko Siswanto mengungkapkan, pemerintah Singapura memiliki rencana untuk mengimpor lebih dari 4 gigawatt (GW) listrik dari luar negaranya.
Indonesia sendiri memiliki potensi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Sistem Sumatera sebesar lebih dari 10 GW yang dapat dikembangkan untuk mendukung ekspor listrik ke Singapura.
"Multiplier effect akan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi Indonesia, karena pembangkit listriknya dibangun di Indonesia, investasinya dari swasta nasional dan asing," jelas Djoko kepada CNBC Indonesia, Senin (7/2/2022).
Selain itu, cost benefit analysis secara keseluruhan, harus memberikan keuntungan bagi negara, badan usaha, dan masyarakat setempat, termasuk dampak lingkungan.
Sehingga semua badan usaha sebelum menandatangani atau memulai pembangunan proyek ekspor listrik ini, kata Djoko tentunya sudah mulai menghitung keekonomiannya.
"Sehingga ini menguntungkan, kalau tidak menguntungkan maka mereka pun tidak akan melanjutkan kerjasama ini," jelas Djoko. (pgr/pgr)
Indonesia bak 'pahlawan' bagi Singapura. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa Indonesia akan melangsungkan transfer atau ekspor listrik ke Singapura. Kegiatan ekspor listrik ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan negara tetangga RI tersebut.
Rencananya, Pertama, Indonesia akan ekspor listriknya melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) pada tahun 2025 dengan kapasitas mencapai 600 Mega Watt (MW) melalui High Voltage Alternating Current (HVAC).
Kedua, apabila transfer listrik menggunakan High Voltage Direct Current (HVDC), Indonesia akan melakukan transfer listrik dengan kapasitas yang lebih besar dan bisa diimplementasikan pada 2027.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari menyampaikan, kedua hal tersebut tergantung dari permintaan Singapura yang tertuang di dalam dokumen request of proposal tahap satu yang telah dirilis pada akhir 2021.
"Singapura-nya yang mengeluarkan request proposal ini, tahap pertama dan target mereka sekitar 1,2 GW sampai 2027. Tapi dari Indonesia tergantung dari kajian yang dilakukan badan usaha, PT PLN (Persero) dan lainnya," kata Ida melanjutkan.
Seperti yang diketahui, bahwa Singapura memang sebelumnya terancam krisis energi yang akan berdampak pada pasokan listrik di negara tersebut. Hal ini terjadi akibat terganggunya pasokan gas ke negara tetangga RI tersebut.
Sebagai dampak dari mulai terbatasnya pasokan gas alam, beberapa perusahaan produsen listrik mulai menyatakan akan keluar dari bisnis listrik di Singapura. Pada tahun lalu, Ohm Energy dan iSwitch menyatakan akan menghentikan operasinya dan telah mengembalikan rekening pengguna ke SP group, perusahaan listrik milik negara di Singapura.
Secara total, setidaknya saat ini sudah ada tiga perusahaan mengaku akan keluar dari bisnis listrik di Singapura. Negara ini memang telah meliberalisasi listrik sejak 2018, dengan meluncurkan sistem Pasar Terbuka (OEM).
Ida Nuryatin menjelaskan perjanjian kerjasama atau memorandum of understanding (MoU) Kementerian ESDM RI dan Kementerian Perdagangan Singapura telah disepakati pada 21 Januari 2022.
Dalam MoU tersebut, kata Ida tidak otomatis Indonesia akan transaksi jual-beli listrik kepada Singapura, tapi banyak working group atau kelompok kerja yang dibangun untuk pembahasan lainnya.
"Selain working group ekspor (listrik) juga ada kelitbangan dan training EBT (energi baru terbarukan). Itu yang tertuang di dalam MoU Menteri ESDM Indonesia (Arifin Tasrif) dan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura (Tan See Leng)," jelas Ida kepada CNBC Indonesia, Senin (7/2/2022).
Ida merinci, secara garis besar terdapat tiga skema untuk penjualan lintas negara. Pertama, skema point to point, skema grid to grid I, dan skema grid to grid II.
Pada skema point to point, di mana badan usaha pemegang wilayah usaha masing-masing membangun jaringan transmisi wilayah untuk usaha masing-masing membangun jaringan transmisi untuk ekspor tenaga listrik ke masing-masing konsumen di Singapura.
"Jadi masing-masing badan usaha sebagai pemegang penetapan wilayah bisa melakukan itu," jelas Ida.
Kedua, skema grid to grid I. Di mana pada skema ini, kata Ida badan usaha selaku pemilik pembangkit EBT sebagai IPP EBT menjual seluruh tenaga listriknya kepada badan usaha pemegang wilayah eksisting.
Ida memberikan contoh pada skema grid to grid I ini, misalnya PLN Batam dan badan usaha pemegang usaha wilayah ini melakukan ekspor ke Singapura. Jadi, badan usaha yang akan membangun EBT dan menjualnya kepada PLN atau PLN Batam yang kemudian transaksi ke Singapura.
Ketiga, skema grid to grid II. Skema ini, kata Ida para badan usaha pemegang penetapan wilayah usaha, memanfaatkan jaringan transmisi milik badan usaha penetapan wilayah usaha lainnya untuk ekspor listrik ke konsumen di Singapura.
"Jadi, kita katakan, badan usaha wilayah pertama membangun jaringan transmisi interkoneksi kedua negara, Indonesia dan Singapura. Juga, badan usaha pemegang wilayah usaha yang lain membayar jaringan transmisi tersebut," jelas Ida.
Pasokan Listrik Indonesia Dipastikan Aman
Ida menerangkan, secara kesiapan infrastruktur, terkait dengan alur pipa atau kabel bawah laut sudah termaktub dalam berbagai regulasi.
Regulasi yang dimaksud misalnya Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 14 Tahun 2021 tentang alur pipa dan/atau alur bawah laut menggunakan landing station eksisting yang berlokasi di Tanjung Timban.
Sedangkan landing station di Singapura berlokasi di Pulau Jurong. "Itu yang sudah tertuang di dalam Kepmen KKP Nomor 14 Tahun 2021," jelas Ida.
Ida mengungkapkan, dalam melakukan ekspor listrik, dipastikan tidak akan mengganggu kelistrikan di Indonesia, pasalnya ekspor listrik yang dilakukan ke Singapura akan bersumber dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
"Interkoneksi listrik antara Indonesia dan Singapura didasari atas permintaan Singapura untuk kebutuhan pasokan tenaga listrik, khususnya dari energi baru terbarukan (EBT)," jelas Ida.
"Tentunya tidak mengganggu mutu dan keandalan penyedia tenaga listrik di wilayah usahanya," tuturnya lagi.
Adapun, pembangunan PLTS, kata Ida sebagian besar akan dibangun di Batam bagian Barat, sedangkan landing station sisi Indonesia berada di sebelah Timur Pulau Batam. Sehingga, diperlukan investasi tambahan untuk membangun trans listriknya.
Nah, saat ini, kata Ida, PLN tengah mengajukan alternatif di sebelah Barat Pulau Batam, tepatnya di Pulau Lumba Besar, sehingga mempermudah transmisi tenaga listriknya ke Singapura.
"Terkait hal ini , usulan landing station di Lumba Besar ini belum tertuang di dalam KKP 14/2021. Sehingga perlu koordinasi lebih lanjut dengan KKP dan Kemenko Marves apabila ada perubahan landing station terkait kegiatan ekspor listrik ke Singapura ini bila nanti akan dilakukan," jelas Ida.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DEN Djoko Siswanto mengungkapkan, pemerintah Singapura memiliki rencana untuk mengimpor lebih dari 4 gigawatt (GW) listrik dari luar negaranya.
Indonesia sendiri memiliki potensi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Sistem Sumatera sebesar lebih dari 10 GW yang dapat dikembangkan untuk mendukung ekspor listrik ke Singapura.
"Multiplier effect akan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi Indonesia, karena pembangkit listriknya dibangun di Indonesia, investasinya dari swasta nasional dan asing," jelas Djoko kepada CNBC Indonesia, Senin (7/2/2022).
Selain itu, cost benefit analysis secara keseluruhan, harus memberikan keuntungan bagi negara, badan usaha, dan masyarakat setempat, termasuk dampak lingkungan.
Sehingga semua badan usaha sebelum menandatangani atau memulai pembangunan proyek ekspor listrik ini, kata Djoko tentunya sudah mulai menghitung keekonomiannya.
"Sehingga ini menguntungkan, kalau tidak menguntungkan maka mereka pun tidak akan melanjutkan kerjasama ini," jelas Djoko. (pgr/pgr)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.