Kapal Patroli Hanya 10KN 301 Tanjung Datu Bakamla ★
Badan Keamanan Laut (Bakamla) menyebut 10 kapal patroli yang mereka miliki tak cukup untuk mengamankan seluruh wilayah Indonesia.
Sekretaris Utama Bakamla Laksda TNI S. Irawan mengatakan bahwa kondisi sarana dan prasarana Bakamla saat ini masih jauh dari ideal.
Hal ini disampaikan Irawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, Senin (13/9) kemarin.
"Terhitung baru tersedia 10 kapal patroli berbagai jenis yang tentu tidak mencukupi untuk mengamankan seluruh wilayah Indonesia," kata Irawan.
Selain kapal patroli, kata Irawan, Bakamla juga membutuhkan alat untuk pengamatan udara, seperti pesawat dan pesawat tanpa awak (drone).
Irawan menjelaskan pengamatan udara ini mesti dilakukan untuk melakukan identifikasi terhadap setiap kontak permukaan. Tujuannya, untuk mengoptimalkan penggunaan kapal patroli.
"Ini dibutuhkan untuk menerapkan strategi fleet in being atau armada siaga Bakamla RI dalam mengamankan wilayah prioritas yang telah ditentukan sebelumnya," tutur Irawan.
Apalagi, lanjutnya, saat ini Indonesia masih memiliki overlapping claim ZEE dengan Vietnam sehingga kerap kapal-kapal ikan vietnam memasuki wilayah klaim unilateral ZEEI.
Karenanya, untuk meminimalisir masuknya kapal asing tanpa izin ke perairan Indonesia, penguatan-penguatan ini memang diperlukan dan penting untuk dilakukan.
Dalam paparannya, Irawan juga turut menyampaikan empat poin penting dalam roadmap penguatan Bakamla. Yakni, aspek legislasi, kebijakan dan strategi, sarana dan prasarana, serta kebutuhan anggaran Bakamla kepada Komisi I DPR.
Irawan menuturkan bahwa Bakamla saat ini juga tengah mendorong peranannya dalam menyinergikan patroli dan sistem informasi maritim sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
"Untuk mewujudkannya, Bakamla RI menyusun roadmap pengembangan kekuatan dan kemampuan Bakamla RI sebagai acuan kebijakan dan strategi penguatan kelembagaannya," tutur Irawan. (dis/ugo)
Kapal China Ganggu Tambang RI di Natuna
Ilustrasi KRI TNI AL mengusir coast guard China (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Badan Keamanan Laut (Bakamla) menyatakan kapal-kapal China di perairan Natuna Utara dekat Laut China Selatan kerap mengganggu aktivitas pertambangan kapal-kapal Indonesia. Bahkan ratusan hingga ribuan kapal China juga memasuki perairan Indonesia tanpa terdeteksi radar.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Utama Bakamla Laksda S. Irawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/9).
"Kapal coast guard China pun masih mengganggu atau membayang-bayangi kerja daripada rig noble yang berbendera Indonesia di bawah (Kementerian) ESDM," kata Irawan.
Di kesempatan yang sama, Irawan juga menyebut ada ratusan atau ribuan kapal China dan Vietnam yang memasuki perairan Indonesia di Natuna Utara. Kapal-kapal tersebut tidak terdeteksi radar.
Bakamla mengetahui itu semua lewat pandangan mata berkat patroli yang dilakukan di sekitar perairan Natuna Utara dekat Laut China Selatan.
"Begitu dilihat kasat mata ataupun langsung pengamatan udara, itu bahkan sampai ratusan mungkin ribuan kapal yang ada di sana," ujarnya.
Sejauh ini, Irawan mengatakan Bakamla memiliki keterbatasan armada untuk menjaga perairan Indonesia. Patroli juga bisa dilakukan berkat meminjam dari TNI. Salah satunya pesawat.
"Kami kerja sama dengan Kogabwilhan, khususnya wilayah Natuna Utara ini, kami ke Kogabwilhan I dan TNI AU untuk kita melaksanakan kerja sama pemantauan udara," kata dia.
Irawan lalu meminta dukungan DPR terutama Komisi I agar Bakamla bisa lebih baik dalam menjalani tugas pengawasan wilayah perairan Indonesia.
Ia menyebut Bakamla hanya memiliki 10 kapal. Kapal-kapal itu belum bisa beroperasi penuh meski kondisi perairan sekitar Laut China Selatan dan Natuna Utara masih sangat dinamis.
"Ini harus kita waspadai bersama. Dari RDP ini, mudah-mudahan ada suatu keputusan, jalan keluar, bantuan dari Komisi I untuk kedaulatan kita tidak bisa diinjak-injak oleh mereka itu," tuturnya.
Kabar lain yang disampaikan Irawan yakni ihwal keberadaan kapal induk milik angkatan laut Amerika Selatan di perairan Laut China Selatan. Dia mengatakan ketegangan di wilayah tersebut masih belum menurun.
"Ini ada berita terbaru bahwa kurang lebih jarak 50 nautical mile (setara 1.852 kilometer) dari Natuna itu sudah ada kapal induk Amerika di sana dan mendekati kapal survei China," kata Irawan. (dhf/bmw)
Badan Keamanan Laut (Bakamla) menyebut 10 kapal patroli yang mereka miliki tak cukup untuk mengamankan seluruh wilayah Indonesia.
Sekretaris Utama Bakamla Laksda TNI S. Irawan mengatakan bahwa kondisi sarana dan prasarana Bakamla saat ini masih jauh dari ideal.
Hal ini disampaikan Irawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, Senin (13/9) kemarin.
"Terhitung baru tersedia 10 kapal patroli berbagai jenis yang tentu tidak mencukupi untuk mengamankan seluruh wilayah Indonesia," kata Irawan.
Selain kapal patroli, kata Irawan, Bakamla juga membutuhkan alat untuk pengamatan udara, seperti pesawat dan pesawat tanpa awak (drone).
Irawan menjelaskan pengamatan udara ini mesti dilakukan untuk melakukan identifikasi terhadap setiap kontak permukaan. Tujuannya, untuk mengoptimalkan penggunaan kapal patroli.
"Ini dibutuhkan untuk menerapkan strategi fleet in being atau armada siaga Bakamla RI dalam mengamankan wilayah prioritas yang telah ditentukan sebelumnya," tutur Irawan.
Apalagi, lanjutnya, saat ini Indonesia masih memiliki overlapping claim ZEE dengan Vietnam sehingga kerap kapal-kapal ikan vietnam memasuki wilayah klaim unilateral ZEEI.
Karenanya, untuk meminimalisir masuknya kapal asing tanpa izin ke perairan Indonesia, penguatan-penguatan ini memang diperlukan dan penting untuk dilakukan.
Dalam paparannya, Irawan juga turut menyampaikan empat poin penting dalam roadmap penguatan Bakamla. Yakni, aspek legislasi, kebijakan dan strategi, sarana dan prasarana, serta kebutuhan anggaran Bakamla kepada Komisi I DPR.
Irawan menuturkan bahwa Bakamla saat ini juga tengah mendorong peranannya dalam menyinergikan patroli dan sistem informasi maritim sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
"Untuk mewujudkannya, Bakamla RI menyusun roadmap pengembangan kekuatan dan kemampuan Bakamla RI sebagai acuan kebijakan dan strategi penguatan kelembagaannya," tutur Irawan. (dis/ugo)
Kapal China Ganggu Tambang RI di Natuna
Ilustrasi KRI TNI AL mengusir coast guard China (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Badan Keamanan Laut (Bakamla) menyatakan kapal-kapal China di perairan Natuna Utara dekat Laut China Selatan kerap mengganggu aktivitas pertambangan kapal-kapal Indonesia. Bahkan ratusan hingga ribuan kapal China juga memasuki perairan Indonesia tanpa terdeteksi radar.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Utama Bakamla Laksda S. Irawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/9).
"Kapal coast guard China pun masih mengganggu atau membayang-bayangi kerja daripada rig noble yang berbendera Indonesia di bawah (Kementerian) ESDM," kata Irawan.
Di kesempatan yang sama, Irawan juga menyebut ada ratusan atau ribuan kapal China dan Vietnam yang memasuki perairan Indonesia di Natuna Utara. Kapal-kapal tersebut tidak terdeteksi radar.
Bakamla mengetahui itu semua lewat pandangan mata berkat patroli yang dilakukan di sekitar perairan Natuna Utara dekat Laut China Selatan.
"Begitu dilihat kasat mata ataupun langsung pengamatan udara, itu bahkan sampai ratusan mungkin ribuan kapal yang ada di sana," ujarnya.
Sejauh ini, Irawan mengatakan Bakamla memiliki keterbatasan armada untuk menjaga perairan Indonesia. Patroli juga bisa dilakukan berkat meminjam dari TNI. Salah satunya pesawat.
"Kami kerja sama dengan Kogabwilhan, khususnya wilayah Natuna Utara ini, kami ke Kogabwilhan I dan TNI AU untuk kita melaksanakan kerja sama pemantauan udara," kata dia.
Irawan lalu meminta dukungan DPR terutama Komisi I agar Bakamla bisa lebih baik dalam menjalani tugas pengawasan wilayah perairan Indonesia.
Ia menyebut Bakamla hanya memiliki 10 kapal. Kapal-kapal itu belum bisa beroperasi penuh meski kondisi perairan sekitar Laut China Selatan dan Natuna Utara masih sangat dinamis.
"Ini harus kita waspadai bersama. Dari RDP ini, mudah-mudahan ada suatu keputusan, jalan keluar, bantuan dari Komisi I untuk kedaulatan kita tidak bisa diinjak-injak oleh mereka itu," tuturnya.
Kabar lain yang disampaikan Irawan yakni ihwal keberadaan kapal induk milik angkatan laut Amerika Selatan di perairan Laut China Selatan. Dia mengatakan ketegangan di wilayah tersebut masih belum menurun.
"Ini ada berita terbaru bahwa kurang lebih jarak 50 nautical mile (setara 1.852 kilometer) dari Natuna itu sudah ada kapal induk Amerika di sana dan mendekati kapal survei China," kata Irawan. (dhf/bmw)
✪ CNN
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.