KRI Kurau 856 [detik] ✬
TNI AL meminta agar industri galangan kapal di dalam negeri dapat menyerap dan mengadaptasi perkembangan sistem persenjataan dan perlengkapan teknis dari kapal perang asing ke dalam negeri.
Pasalnya saat ini, industri galangan kapal dalam negeri masih belum mampu memproduksi sistem persenjataan yang mumpuni sehingga membuat komponen tersebut harus di impor dari luar negeri.
“Kapal-kapal patroli cepat ini sudah mampu di produksi dalam industri dalam negeri namun dari sisi teknologi persenjataan dan sistem tempur di dek kapal butuh ketrampilan yang harus kita serap dari galangan kapal luar negeri,” ujar Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana TNI Ade Supandi, Kamis (6/7) di dermaga Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara.
KRI Kurau 856 yang merupakan kapal patroli ukuran kecil yang baru diresmikan serah terima oleh salah satu galangan kapal swasta PT CMS Banten saja menelan ongkos produksi sebesar Rp 175 Miliar
“Ini yang membuat mahal adalah senjata dan sistem perlengkapannya (meriam, radar, sonar, combat sistem) sekitar Rp 50 miliar, kalau platform kapalnya itu sekitar Rp 125-130 Miliar,” tambahnya.
TNI AL yang selama 10 tahun terakhir kekurangan kapal diketahui sebelumnya menggunakan produksi kapal fiber yang masa usia pakainya jauh lebih singkat. Saat ini pihak TNI AL akan mengganti kapal-kapal tersebut dengan kapal besi tipe 40 dan 28 meter sesuai program Renstra.
“Kapal perang besi ukuran kecil itu umur antara 25-30 tahun, yang penting perawatan dan peremajaan pada waktunya. Sekarang tinggal sisa 26 kapal patroli cepat yang kita targetkan selesai seluruhnya pada 2024,” lanjut Ade Supandi.
Namun karena satu kapal di produksi dengan jangka waktu cukup panjang selama 1,5 tahun maka hal itu membuat pihak TNI AL dan galangan kapal harus memproduksi berdasarkan anggaran tahun berjalan.
“Anggaran kita ini tahunan sedangkan membuat kapal butuh waktu lebih dari satu tahun. Artinya lintas tahun, dibuat bertahap, jadi satu tahun itu kita rencanakan pembangunan bagian mana dahulu, kemudian sisa tahap konstruksi lainnya disinkronkan untuk pembiayaan tahun berikutnya,” tandasnya.
TNI AL meminta agar industri galangan kapal di dalam negeri dapat menyerap dan mengadaptasi perkembangan sistem persenjataan dan perlengkapan teknis dari kapal perang asing ke dalam negeri.
Pasalnya saat ini, industri galangan kapal dalam negeri masih belum mampu memproduksi sistem persenjataan yang mumpuni sehingga membuat komponen tersebut harus di impor dari luar negeri.
“Kapal-kapal patroli cepat ini sudah mampu di produksi dalam industri dalam negeri namun dari sisi teknologi persenjataan dan sistem tempur di dek kapal butuh ketrampilan yang harus kita serap dari galangan kapal luar negeri,” ujar Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana TNI Ade Supandi, Kamis (6/7) di dermaga Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara.
KRI Kurau 856 yang merupakan kapal patroli ukuran kecil yang baru diresmikan serah terima oleh salah satu galangan kapal swasta PT CMS Banten saja menelan ongkos produksi sebesar Rp 175 Miliar
“Ini yang membuat mahal adalah senjata dan sistem perlengkapannya (meriam, radar, sonar, combat sistem) sekitar Rp 50 miliar, kalau platform kapalnya itu sekitar Rp 125-130 Miliar,” tambahnya.
TNI AL yang selama 10 tahun terakhir kekurangan kapal diketahui sebelumnya menggunakan produksi kapal fiber yang masa usia pakainya jauh lebih singkat. Saat ini pihak TNI AL akan mengganti kapal-kapal tersebut dengan kapal besi tipe 40 dan 28 meter sesuai program Renstra.
“Kapal perang besi ukuran kecil itu umur antara 25-30 tahun, yang penting perawatan dan peremajaan pada waktunya. Sekarang tinggal sisa 26 kapal patroli cepat yang kita targetkan selesai seluruhnya pada 2024,” lanjut Ade Supandi.
Namun karena satu kapal di produksi dengan jangka waktu cukup panjang selama 1,5 tahun maka hal itu membuat pihak TNI AL dan galangan kapal harus memproduksi berdasarkan anggaran tahun berjalan.
“Anggaran kita ini tahunan sedangkan membuat kapal butuh waktu lebih dari satu tahun. Artinya lintas tahun, dibuat bertahap, jadi satu tahun itu kita rencanakan pembangunan bagian mana dahulu, kemudian sisa tahap konstruksi lainnya disinkronkan untuk pembiayaan tahun berikutnya,” tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.