Manfaatkan Cangkang Sawit dan Ampas Tebu untuk Pembangkit Listrik PTPN III menggunakan biomassa perkebunan sebagai sumber energi utama. [Foto/Ist] ✪
Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) mendukung pengembangan bioenergi sebagai bagian dari pencapaian target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) nasional.
Dukungan tersebut antara lain ditempuh melalui penggunaan biomassa perkebunan sebagai sumber energi utama, hilirisasi bisnis perkebunan, serta optimasi pengembangan pembangkit listrik maupun sumber EBT lainnya. Program tersebut dilaksanakan secara mandiri maupun bekerjasama dengan mitra strategis.
Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Mohammad Abdul Ghani mengatakan, PTPN III beserta seluruh anak usaha telah memanfaatkan EBT sebagai sumber energi utama yang digunakan untuk operasional industri perkebunan.
"Total produksi listrik berbasis EBT di PTPN Group sebesar 318 MW atau setara 1.831.680 MWh/tahun. Sumber energi ini dapat dimanfaatkan untuk operasional di Perkebunan,” ujarnya, Selasa (12/10/2021). Menurut dia, dari 318 MW energi yang dihasilkan tersebut, potensi pengurangan emisi atau dekarbonisasi sebesar 1,9 juta ton CO2 per tahun.
Ghani menjelaskan, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan Pabrik Gula (PG) dari awal perkembangannya telah menggunakan biomassa sebagai bahan bakar utama untuk menghasilkan listrik yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional pabrik.
PKS menggunakan cangkang dan serabut (fiber) kelapa sawit sebagai bahan bakar utama pembangkit listriknya, sementara PG menggunakan bagas tebu sebagai bahan bakar utama pembangkit listriknya.
PTPN group memiliki 75 unit PKS yang menggunakan sumber EBT (cangkang dan serabut) sebagai sumber energi utama dengan total kapasitas listrik yang dihasilkan 80 MW (Mega Watt) serta memiliki 31 Unit PG yang menggunakan sumber EBT (ampas tebu/bagas) sebagai sumber energi utama dengan total kapasitas listrik yang dihasilkan 198 MW.
Pembangkit EBT yang saat ini dimiliki PTPN Group antara lain pembangkit listrik berbasis tenaga air/hidro (PLTA) sejumlah 10 unit (total kapasitas 17,14 MW), berbasis biomassa (PLTBm) sejumlah 2 unit (total kapasitas 9,2 MW), berbasis biogas dari POME (PLTBg) sejumlah 9 unit (total kapasitas 11,35 MW) dan berbasis tenaga matahari (PLTS) 1 unit (kapasitas 2 MWp).
"PTPN Group saat ini juga sedang berupaya melakukan optimasi aset pembangkit listrik EBT yang dalam kondisi idle melalui kerjasama dengan mitra strategis demi mendukung pencapaian target bauran EBT pemerintah sebesar 23% pada tahun 2025," tuturnya.
Sejak tahun 1942, PTPN Group juga telah mengembangkan bioethanol dari produk samping PG yakni tetes tebu (molasses). Pengembangan produk bioethanol ini tentunya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ethanol dalam negeri saat ini, namun juga memiliki visi jangka panjang ke depan sebagai salah satu alternatif substitusi BBM berbasis fosil.
Saat ini PTPN Group memiliki dua unit pabrik pengolahan bioethanol yang telah beroperasi, yakni pabrik ethanol PT Energi Agro Nusantara (Enero) (Anak Perusahaan PTPN X) yang memiliki kapasitas produksi bioethanol sebesar 100 KL/hari dan pabrik bioethanol PASA Djatiroto (Unit Bisnis PTPN XI) yang memiliki kapasitas produksi ethanol sebesar 15 KL/hari. Kedua pabrik pengolahan bioethanol tersebut berlokasi di Jawa Timur.
Salah satu program pengembangan produk bioethanol yang saat ini tengah serius digarap oleh PT Enero adalah pengembangan produk Extra Neutral Alcohol (ENA) grade yang dapat digunakan sebagai substitusi bensin berbasis fosil. Selain itu, PT Enero juga telah memproduksi produk hand sanitizer dengan merek dagang “CARYZ” untuk mendukung protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Menurut Ghani, limbah cair dan limbah padat khususnya yang dihasilkan oleh PKS akhir-akhir ini banyak diminati oleh mitra strategis PTPN Group dan beberapa perusahaan BUMN/Swasta untuk menghasilkan EBT ataupun produk bahan bakar ramah lingkungan.
Tandan kosong kelapa sawit pada mulanya hanya dimanfaatkan sebagai pupuk kompos di areal perkebunan kelapa sawit PTPN Group. Namun, saat ini tandan kosong banyak diincar untuk dijadikan bahan bakar baru pengganti batubara, baik dalam bentuk serat atau fiber maupun dalam bentuk pelet.
Disamping menjadi bahan bakar pengganti batubara, gasifikasi tandan kosong juga mulai banyak diteliti oleh beberapa perusahaan swasta untuk menghasilkan syngas sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik ramah lingkungan.
Palm Oil Mill Effluent (POME)atau limbah cair PKS saatini juga menjadi salah satu obyek pengembangan EBT yang banyak diminati oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit termasuk PTPN. Kandungan zat organik dalam POME sangat potensial untuk menghasilkan gas CH4 atau sering kita sebut Biogas.
Untuk PKS dengan kapasitas olah 30 ton per jam saja, POME yang dihasilkan memiliki potensi produksi biogas yang mampu membangkitkan listrik hingga 1 MW.
“Saat ini kami sedang menjalankan beberapa program inisiasi kerjasama pemanfaatan limbah perkebunan sebagai sumber EBT dengan beberapa mitra strategis. Adapun program yang saat ini sedang berjalan antara lain penyediaan Biomassa untuk Cofiring PLTU PT PLN, Pengembangan Biogas Cofiring di PKS PTPN Group, Pengembangan Bio-CNG di PKS PTPN Group, dan Pengembangan Biopelet dari Tandan Kosong,” bebernya.
Pihaknya berharap ke depan pengembangan EBT mendapatkan dukungan regulasi pemerintah yang cukup memadai sehingga menguntungkan bagi semua pihak, khususnya dari sisi komersial di mana sumber energi baru dan terbarukan seharusnya lebih dihargai dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada sumber energi fosil sehingga lebih menarik banyak pihak untuk dikembangkan. (ind)
Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) mendukung pengembangan bioenergi sebagai bagian dari pencapaian target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) nasional.
Dukungan tersebut antara lain ditempuh melalui penggunaan biomassa perkebunan sebagai sumber energi utama, hilirisasi bisnis perkebunan, serta optimasi pengembangan pembangkit listrik maupun sumber EBT lainnya. Program tersebut dilaksanakan secara mandiri maupun bekerjasama dengan mitra strategis.
Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Mohammad Abdul Ghani mengatakan, PTPN III beserta seluruh anak usaha telah memanfaatkan EBT sebagai sumber energi utama yang digunakan untuk operasional industri perkebunan.
"Total produksi listrik berbasis EBT di PTPN Group sebesar 318 MW atau setara 1.831.680 MWh/tahun. Sumber energi ini dapat dimanfaatkan untuk operasional di Perkebunan,” ujarnya, Selasa (12/10/2021). Menurut dia, dari 318 MW energi yang dihasilkan tersebut, potensi pengurangan emisi atau dekarbonisasi sebesar 1,9 juta ton CO2 per tahun.
Ghani menjelaskan, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan Pabrik Gula (PG) dari awal perkembangannya telah menggunakan biomassa sebagai bahan bakar utama untuk menghasilkan listrik yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional pabrik.
PKS menggunakan cangkang dan serabut (fiber) kelapa sawit sebagai bahan bakar utama pembangkit listriknya, sementara PG menggunakan bagas tebu sebagai bahan bakar utama pembangkit listriknya.
PTPN group memiliki 75 unit PKS yang menggunakan sumber EBT (cangkang dan serabut) sebagai sumber energi utama dengan total kapasitas listrik yang dihasilkan 80 MW (Mega Watt) serta memiliki 31 Unit PG yang menggunakan sumber EBT (ampas tebu/bagas) sebagai sumber energi utama dengan total kapasitas listrik yang dihasilkan 198 MW.
Pembangkit EBT yang saat ini dimiliki PTPN Group antara lain pembangkit listrik berbasis tenaga air/hidro (PLTA) sejumlah 10 unit (total kapasitas 17,14 MW), berbasis biomassa (PLTBm) sejumlah 2 unit (total kapasitas 9,2 MW), berbasis biogas dari POME (PLTBg) sejumlah 9 unit (total kapasitas 11,35 MW) dan berbasis tenaga matahari (PLTS) 1 unit (kapasitas 2 MWp).
"PTPN Group saat ini juga sedang berupaya melakukan optimasi aset pembangkit listrik EBT yang dalam kondisi idle melalui kerjasama dengan mitra strategis demi mendukung pencapaian target bauran EBT pemerintah sebesar 23% pada tahun 2025," tuturnya.
Sejak tahun 1942, PTPN Group juga telah mengembangkan bioethanol dari produk samping PG yakni tetes tebu (molasses). Pengembangan produk bioethanol ini tentunya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ethanol dalam negeri saat ini, namun juga memiliki visi jangka panjang ke depan sebagai salah satu alternatif substitusi BBM berbasis fosil.
Saat ini PTPN Group memiliki dua unit pabrik pengolahan bioethanol yang telah beroperasi, yakni pabrik ethanol PT Energi Agro Nusantara (Enero) (Anak Perusahaan PTPN X) yang memiliki kapasitas produksi bioethanol sebesar 100 KL/hari dan pabrik bioethanol PASA Djatiroto (Unit Bisnis PTPN XI) yang memiliki kapasitas produksi ethanol sebesar 15 KL/hari. Kedua pabrik pengolahan bioethanol tersebut berlokasi di Jawa Timur.
Salah satu program pengembangan produk bioethanol yang saat ini tengah serius digarap oleh PT Enero adalah pengembangan produk Extra Neutral Alcohol (ENA) grade yang dapat digunakan sebagai substitusi bensin berbasis fosil. Selain itu, PT Enero juga telah memproduksi produk hand sanitizer dengan merek dagang “CARYZ” untuk mendukung protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Menurut Ghani, limbah cair dan limbah padat khususnya yang dihasilkan oleh PKS akhir-akhir ini banyak diminati oleh mitra strategis PTPN Group dan beberapa perusahaan BUMN/Swasta untuk menghasilkan EBT ataupun produk bahan bakar ramah lingkungan.
Tandan kosong kelapa sawit pada mulanya hanya dimanfaatkan sebagai pupuk kompos di areal perkebunan kelapa sawit PTPN Group. Namun, saat ini tandan kosong banyak diincar untuk dijadikan bahan bakar baru pengganti batubara, baik dalam bentuk serat atau fiber maupun dalam bentuk pelet.
Disamping menjadi bahan bakar pengganti batubara, gasifikasi tandan kosong juga mulai banyak diteliti oleh beberapa perusahaan swasta untuk menghasilkan syngas sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik ramah lingkungan.
Palm Oil Mill Effluent (POME)atau limbah cair PKS saatini juga menjadi salah satu obyek pengembangan EBT yang banyak diminati oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit termasuk PTPN. Kandungan zat organik dalam POME sangat potensial untuk menghasilkan gas CH4 atau sering kita sebut Biogas.
Untuk PKS dengan kapasitas olah 30 ton per jam saja, POME yang dihasilkan memiliki potensi produksi biogas yang mampu membangkitkan listrik hingga 1 MW.
“Saat ini kami sedang menjalankan beberapa program inisiasi kerjasama pemanfaatan limbah perkebunan sebagai sumber EBT dengan beberapa mitra strategis. Adapun program yang saat ini sedang berjalan antara lain penyediaan Biomassa untuk Cofiring PLTU PT PLN, Pengembangan Biogas Cofiring di PKS PTPN Group, Pengembangan Bio-CNG di PKS PTPN Group, dan Pengembangan Biopelet dari Tandan Kosong,” bebernya.
Pihaknya berharap ke depan pengembangan EBT mendapatkan dukungan regulasi pemerintah yang cukup memadai sehingga menguntungkan bagi semua pihak, khususnya dari sisi komersial di mana sumber energi baru dan terbarukan seharusnya lebih dihargai dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada sumber energi fosil sehingga lebih menarik banyak pihak untuk dikembangkan. (ind)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.