JAKARTA | PT Pertamina (persero) mengalokasikan dana US$ 1,5 miliar (Rp 15 triliun) untuk pengeboran 200 sumur eksplorasi gas metana batubara (coal bed methane/CBM) selama periode 2013 hingga 2017.
"Target produksi gas CBM Pertamina pada 2017 akan mencapai lebih dari 100 Juta Standar Metrik Kaki Kubik per Hari (Million Metric Standard Cubic Feet per Day/MMSCFD)," kata Direktur Operasi Pertamina Hulu Energi Eddy Purnomo di Jakarta, Senin (11/02).
Eddy mengatakan, untuk ngebor satu sumur CBM memakan biaya berkisar US$ 8-9 juta. Namun, untuk melakukan proses tersebut tidak mudah.
Kendala eksplorasi CBM antara lain izin pembebasan lahan, lantaran daerah yang memiliki potensi berada di wilayah padat penduduk. Untuk mengatasi hal tersebut, digunakan sistem clustering, dimana satu cluster terdiri atas 10 sumur.
Pasar CBM, lanjut Eddy, akan diserap oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN persero) sebagai bahan pembangkit energi listrik. Selain itu, dalam jangka panjang, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang serta beberapa perusahaan asing juga tertarik untuk membeli gas ini.
"Wilayah kerja migas Pertamina secara geologis tepat di atas potensi CBM dan shale gas yang akan menguntungkan secara bisnis," jelasnya.
Shale gas merupakan jenis gas yang berasal dari serpihan batu shale atau tempat terbentuknya gas bumi. Di Indonesia jenis gas ini banyak ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua.
Eddy menjelaskan, shale gas memiliki tingkat operasi yang agak rumit dan berbahaya karena bertekanan tinggi serta dibutuhkan modal operasional 20 kali dari CBM atau sekitar US$ 15-20 juta untuk satu sumur.
"Ada satu shale gas di Sumatera Utara yang tertunda penandatangannya karena BP Migas dibubarkan," jelas Eddy. (BeritaSatu/Rangga)
• Investor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.