blog-indonesia.com

Senin, 22 April 2013

Bangga Namanya Tercantum di Komik Amerika

KOMIKUS Indonesia yang mampu menembus DC Comics, perusahaan komik terbesar di Amerika Serikat, tergolong langka. Ario Anindito merupakan satu di antara segelintir anak muda Indonesia yang mampu menembus perusahaan yang telah menelurkan berbagai komik populer sejagat itu. 

------------------ JANESTI PRIYANDINI-BAYU PUTRA, Jakarta ------------------

Karir Ario Anindito di DC Comics berawal saat dia menampilkan sejumlah karyanya di situs Deviantart. Lewat situs seni rupa itu?? Ario memajang sejumlah karya ilustrasi. Mulai Nadya and the Painkillers, Old Foe, hingga Future Sarah. Tak disangka, karya tersebut dilirik seorang agen asal Italia bernama Tomasson.

Sebelumnya, sekitar 2009, dia membuat komik indie pertama di sebuah majalah kompilasi. Judulnya Nadia and The Painkillers.

Tomasson beberapa kali mengorbitkan komikus dari berbagai negara ke DC. ’’Saya nggak tahu bagaimana agen itu bisa tahu saya. Mungkin dia lihat karya saya, lalu berusaha mengontak saya,’’ tutur Ario ketika ditemui di Plaza Senayan, Jakarta, pekan lalu.

Sang agen lalu memasukkan karya Ario ke perusahaan komik yang dikenal dengan tokoh superhero-nya itu. Ternyata, dia dinyatakan lolos dan menjadi salah seorang penciller di DC untuk serial spin-off Batman, yakni Redhoodand The Outlaws.

Penciller sebenarnya sama dengan komikus. Namun, penciller dalam industri komik di AS diartikan sebagai orang yang menerjemahkan cerita dalam bentuk visual atau gambar. Sebagai penciller, Ario tidak harus bekerja di AS. Dia bisa mengerjakan komik di kamar tidurnya di Bandung yang dia sebut studio. ’’Internet memudahkan segalanya,’’ terang pemuda 28 tahun itu.

Pembuatan komik dimulai saat DC mengirimkan naskah skenario ke Ario melalui Tomasson. Naskah tersebut kemudian diterjemahkan Ario dalam gambar kasar di panel komik. Gambar kasar itu dia kirim ke sang agen yang kemudian diteruskan ke DC.

Setelah menerima pekerjaan Ario, DC meneliti dan melakukan beberapa perbaikan sebelum dikirim lagi ke Ario. Gambar setengah jadi itu lalu disempurnakan lagi oleh Ario. Begitu selesai, gambar langsung dikirim kembali ke DC melalui Tomasson.

’’Tugas saya hanya menggambar. Saya tidak tahu siapa yang mewarnai,’’ lanjutnya.

Setiap bagian dikerjakan oleh orang yang berbeda dari seluruh penjuru dunia. Karena itu, bisa saja yang mewarnai gambar Ario adalah orang di Jepang. Ario baru mengetahui hasilnya saat komik tersebut sudah jadi.

Karena Ario merupakan salah seorang penciller, DC mengirimkan komik yang sudah jadi ke alamat rumahnya tahun lalu. Tidak terbayang betapa bangganya Ario melihat namanya ada di komik tersebut. Sepuluh tahun lalu, membuat komik untuk DC Comics adalah mimpi bagi Ario. Namun, suatu hari, perusahaan yang melahirkan tokoh Superman, Batman, dan Wonder Woman itu mengirim sebuah komik untuk Ario. Komik hasil karyanya.

’’Meski dikirimi, saya tetap membeli komik itu. Sebab, rasanya puas banget kalau beli komik yang ada nama kita di dalamnya,’’ ungkapnya bersemangat.

Selama membuat komik untuk DC, Ario sama sekali belum pernah menginjakkan kakinya di AS. Meski dia bisa saja ke sana, pemuda yang mengaku belum berkeluarga itu lebih nyaman jika menggambar di studionya. Tapi, jangan dibayangkan studio itu seperti studio gambar pada umumnya. Studio yang dimaksud Ario adalah kamar tidurnya yang nyaman di sebuah kawasan di Bandung.

Selain itu, Ario tidak pernah bertemu muka dengan agennya. ’’Kami berhubungan lewat Skype,’’ ujarnya.

Tidak jarang, selama bekerja sama dengan sang agen, dia harus bangun dini hari. Maklum, perbedaan waktu antara Indonesia dan Italia mencapai enam jam.

Sang agen mengurusi segala pekerjaan Ario di Eropa. Karya Ario memang tidak hanya diminati DC Comics. Sejumlah penerbitan komik di Eropa juga tertarik menggunakan jasanya. Ario lalu bercerita soal keterlibatannya dalam komik terbitan Prancis.

Saat dikirimi naskah, dia sempat bingung. Sebab, naskahnya ditulis dalam bahasa Prancis. Otomatis, dia harus menerjemahkan naskah itu lebih dulu. Sudah ada beberapa komik terbitan Prancis yang merupakan hasil karyanya.

’’Tapi, sampai sekarang saya tidak pernah dikirimi komiknya,’’ lanjutnya lantas tertawa.

Melalui agennya itu, pria berkepala plontos tersebut juga sempat ditawari membuat komik keluaran Walt Disney. Salah satunya, film Wreck it Ralph produksi Walt Disney Pictures yang kemudian komiknya dibuat. ’’Saya sempat diminta membuat komiknya,’’ ucapnya.

Namun, Ario tidak bersedia. Alasannya, saat itu dirinya masih mengerjakan proyek iklan di Jakarta. Alumnus arsitektur Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu memang merupakan tenaga freelance di sebuah agen advertising di Jakarta. Meski freelance, Ario tetap profesional menjalani pekerjaan itu. Beberapa iklan karyanya tayang di televisi. Salah satunya adalah produk rokok.

Dia juga sering menjadi pembicara seminar di kampus-kampus. Ketika sedang menjadi pembicara, sangat banyak pertanyaan yang ditujukan kepada dia. Termasuk, alasan dirinya tidak ingin memajukan industri komik Indonesia dan malah bekerja untuk perusahaan komik asing. Ketika itu, pembicara lain justru memberikan jawaban bijaksana.

’’Teman saya itu bilang, kalau orang beli komik DC dan ada nama Ario Anindito di situ, orang akan melihat nama Indonesia,’’ ungkap Ario menirukan jawaban temannya tersebut.

Efeknya setelah itu, kata dia, orang akan mencari tahu tentang komik Indonesia. Itu berarti orang Indonesia diakui dan dianggap memiliki kemampuan lebih. Menurut dia, bukan saatnya komikus Indonesia saling serang.

’’Sebab, kita masih di posisi mendaki, belum puncak. Kalau kita saling hantam, nanti habis sendiri,’’ urainya.

Selain bekerja sebagai comic artist, designer, dan advertising, Ario menjadi art director di film layar lebar. Dia pernah menjadi art director film Drupadi yang dibintangi Dian Sastrowardoyo.

Film itu diputar untuk festival-festival. Yang terbaru, dia menjadi art director film Finding Srimulat.

Menurut dia, menjadi art directo rfilm merupakan bagian dari impian masa kecilnya. Tentu saja selain menggambar komik.

Meski hobi menggambar komik, Ario memutuskan untuk tidak kuliah di jurusan seni rupa.

Dia memilih kuliah di jurusan arsitektur. Alasannya, dia merasa tidak mampu belajar arsitektur secara otodidak. Berbeda dengan menggambar komik yang bisa dipelajari sendiri.

Apalagi, menurut dia, dengan belajar arsitektur, dirinya mendapat dua ilmu sekaligus. Sebab, ilmu arsitektur sangat bagus untuk mendukung kemampuannya dalam menggambar komik.

Arsitektur mengajarkan cara membuat sebuah konsep. Hal itu sampai saat ini masih terpakai dalam membuat komik.

Ario menyatakan, masih banyak impian kecilnya di bidang visual yang ingin diwujudkan. Menurut dia, siapa pun anak bangsa bisa membuat karya yang diterima di dunia internasional.

Ario juga bukan satu-satunya anak Indonesia yang namanya tercantum di perusahaan komik internasional. Sebelum dia, ada beberapa nama seperti Daniel Indro dan Admira Wijaya yang berkarya seperti Ario.

Kuncinya, kata Ario, buat karya sebaik mungkin, lalu upload ke internet. Lewat internet, dunia akan melihat karya si kreator. ’’Sepuluh tahun lalu bikin komik di DC itu rasanya mimpi. Tapi, yang kemarin itu benar-benar kejadian,’’ ujarnya.

Dia menyatakan tidak khawatir karyanya akan dicontek orang lain setelah diunggah di internet. Kalaupun hal itu terjadi, tetap saja kemampuan seorang kreator tidak bisa dibohongi. ’’Pasti kita bisa bikin karya yang lebih bagus,’’ tegasnya. (*/c5/ari/jpnn)


  JPNN  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More