blog-indonesia.com

Sabtu, 13 April 2013

Berantas "Cyber Crime"

 Polisi Akui Sulit Memberantas "Cyber Crime"

Polisi Akui Sulit Memberantas "Cyber Crime"Ilustrasi : Barang bukti dan pelaku kejahatan tindak pidana pencurian data kartu ATM dan nomor PIN, juga pemalsuan melalui sarana elektroni dan pencucian uang diungkap di Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Polada Metro Jaya, Selasa (8/5/2012). Tindak pidana tersebut dilakukan sejak November 2011 hingga April 2012 dengan modus mengambil data kart ATM dan nomor PIN dengan alat bantu Skimmer (pembaca kartu) yang dilakukan di sejumlah restoran dan coffe shop di Bali.

Jakarta "Cyber crime itu sulit diberantas. Internet itu dikenal borderless, dunia tanpa batas," tutur Kanit III Sat III Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Roberto GM Pasaribu yang juga aktif di Innocent Images International Task Force-Federal Bureau Investigation sejak 2010, Sabtu (13/4/2013), saat dihubungi Kompas.com.

Sebelumnya, ada sekitar 200 kasus penipuan lewat internet dan telepon yang dilaporkan dari 2011 hingga pertengahan Maret 2013. Kerugian masyarakat yang menjadi korban penipuan tersebut dalam dua tahun terakhir mencapai Rp 10,95 miliar dan 23.365,50 dollar AS atau total sekitar Rp 13 miliar.

Menurut Roberto, ada beberapa faktor yang membuat kejahatan melalui internet dan telepon atau yang dikenal dengan cyber crime sangat sulit untuk diberantas. Faktor utama adalah dunia internet yang tidak mungkin bisa dibatasi.

"Misalnya saja kami batasi untuk website yang terdaftar di Indonesia itu (dot) co (dot) id, tapi orang tetap bebas untuk membuat website di (dot) com. Atau untuk kata-kata yang berbau pornografi kami batasi, tapi kalau kata-katanya dalam bahasa lain seperti bahasa Rusia, ya tetap saja bisa terbuka," kata Roberto.

Faktor kedua adalah karena laporan dari masyarakat yang masuk hanya segelintir dari begitu banyak yang terkena penipuan. Roberto mengutip omongan Kepala Subdit III Sumdaling Ditkrimsus AKBP Nazly Harahap, "Kasus penipuan ini merupakan fenomena gunung es. Angka pastinya bisa lebih besar. Sebab, banyak korban yang enggan melapor, yang mungkin menganggap kerugiannya tidak terlalu besar, risiko coba-coba bisnis, atau malu."

Lalu, faktor ketiga adalah karena pelaku kejahatan yang semakin pintar dengan semakin majunya teknologi. "Dunia maya itu dikenal anonymous. Siapa pun bisa menjadi apa pun," kata Roberto.

Dalam memberantas pelaku tindak kejahatan tersebut, kata Roberto, pelaku mudah sekali membuat situs baru pengganti situsnya yang lama atau menonaktifkan nomor telepon dan menggantinya dengan yang baru sehingga polisi kesulitan melacak jejak pelaku."Kami berharap masyarakat mau melaporkan penipuan-penipuan semacam ini sekecil apa pun kerugiannya. Itu sangat membantu polisi," kata Roberto.

 Polisi Ajak Masyarakat Berantas "Cyber Crime" 

Tujuh kasus cyber crime atau kejahatan yang dilakukan lewat internet dan telepon yang diungkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Kamis (11/4/2013) lalu, menunjukkan maraknya cyber crime saat ini.

"Masyarakat harus berperan serta untuk membantu mengatasi masalah ini," kata Kepala Subdit III Sumdaling Ditreskrimsus AKBP Nazli Harahap, Sabtu (13/4/2013), saat dihubungi Kompas.com.

Nazli mengatakan, ada tiga hal yang membuat masyarakat enggan melapor kepada pihak kepolisian atas kasus penipuan melalui internet atau telepon. Pertama, karena malas dan kurangnya kepercayaan kepada polisi untuk menangani kasus tersebut. Kedua, kerugian yang dirasakan oleh masyarakat tersebut masih dinilai terlalu kecil. Dan ketiga, rasa kepercayaan pada diri sendiri yang kurang.

"Rasa kepercaaan diri yang kurang bisa jadi karena malu karena tertipu," kata Nazli.

Kanit III Sat III Ditreskrimsus Roberto GM Pasaribu juga menambahkan, jika dilihat dari sisi kriminologi, crime is a shadow of civilization, kejahatan adalah bayangan dari peradaban. Semakin tinggi teknologi semakin banyak juga tindak kejahatan yang muncul.

Biasanya, kata Roberto, penipuan berkedok toko online memiliki motif serupa, yakni harga yang jauh di bawah harga normal dan tampilan yang terkesan menggiurkan. Sifat konsumtif masyarakat Indonesia yang tinggi dan media iklan yang berlebihan juga mengambil peran dalam timbulnya bibit penipuan secara online. "Untuk menghindari, kenali dan pelajari dulu toko online. Perhatikan harga dan tampilannya. Mainkan logika ekonomi. Hindari sifat konsumtif, jangan langsung percaya dan jangan langsung panik ketika diminta transfer cepat, coba untuk di-delay dan cek kembali," kata Roberto.


  Kompas  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More