blog-indonesia.com

Sabtu, 16 Maret 2013

Kisah Perjalanan Menko Hatta di Irak

Empat Bom Meledak saat Menko Hatta Rajasa Bertamu PM Irak Nouri Al-Maliky

Dua Kali Getarkan Gedung, Bilateral Meeting Jalan Terus 

Paling enak itu adalah “nggak tahu”, “nggak dengar” dan “nggak ngeri.” Karena, ketidaktahuan itu membuat kita tidak merasa takut! Lha apa yang ditakutkan? Wong, tidak tahu sedang terjadi apa? Begitu pun sebaliknya, makin tahu, makin waspada, makin takut, bahkan bisa jadi paranoid.

Itulah pengakuan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, begitu naik di pesawat Royal Jet, di Bagdad International Airport, pukul 22.00 semalam. Dia tidak langsung duduk di kursi. Dia hanya geleng-geleng kepala dan berjalan-jalan di kabin. Rupanya, dia masih menahan rasa galau, sejak empat bom diledakkan teroris persis di dekat Green Zone, ibu kota Irak. Bagdad betul-betul Kota 1001 Bom.

“Ini pengalaman bilateral meeting yang paling mengesankan (baca: mencekam, red). Saya berusaha menahan diri, untuk tidak panik, tidak takut, meskipun lantai bergoyang-goyang, lampu listrik mati sekitar 5 menit, kaca-kaca bergetar keras, dan suara ledakan bom itu terasa begitu dekat! Saya teruskan saja. Tetap concern pembicaraan poin-poin penting,” aku Hatta Rajasa.

Keresahan Hatta itu tidak dia pertontonkan saat acara kenegaraan tersebut. Bahkan, saat press conference ditanya wartawan, bagaimana dengan situasi dan keamanan Bagdad, dia ikut menimpali. “Saya kira aman! Kalau tidak aman, tidak mungkin pemerintah RI menempatkan Pak Dubes Safzen Noerdin dan seluruh staf KBRI di ibu kota Irak ini,” jawabnya, membesarkan hati Deputi Perdana Menteri Irak Dr Hussein Al Shahristani.

Hussein sendiri mengakui, sampai saat ini memang belum 100 persen bebas dari teror bom di beberapa kota. Konflik panjang aliran Sunni dan Syiah, menjadi salah satu sebab, mengapa Negeri Aladin ini tidak segera bebas dari terorisme. “Tapi percayalah, jumlag rata-rata orang yang tewas karena insiden dan kejahatan di Canada, lebih banyak daripada di Irak!” kilahnya.

Sejak mendarat di Bagdad, aroma seram memang tidak bisa dihindarkan. Dalam perjalanan dari airport menuju Guest House di Green Zone, sudah harus melewati lebih dari 5 kali check point. Mobil-mobil umum, yang bukan Corp Diplomat (CD) dan tamu negara, harus minggir, berhenti, mesin dimatikan, semua pintu dibuka, kap mobil dibuka, bagasi belakang dibuka, mobil dikosongkan dari penumpang, semua orang turun dan menjalani pemeriksaan dokumen.

Kalau Anda bawa kamera lengkap, Anda dapat bonus. Berupa pemeriksaan lebih lama, lebih detail, semua barang elektronik, termasuk lensa-lensa harus dicatat, dan saat pulang nanti dilaporkan kembali. Check poin lain, menggunakan anjing pejacak. Herder warna coklat yang bermoncong serem itu dibiarkan memeriksa mobil-mobil yang mau masuk Green Zone.

Setiap perempatan, pertigaan, check point, dijaga tentara bersenapan laras panjang. Di banyak sudut mobil tank, mobil antihuru-hara, panser, lengkap dengan senjata yang ditenteng oleh petugas yang berwajah serem. “Jangan mengambil gambar!” begitu bentak driver yang membawa saya dengan Land Cruiser putih yang sudah di desain anti peluru. Saya maklum, karena kalau sampai ketahuan tentara yang berjaga-jaga itu, bisa rumit urusannya. Bisa diambil kameranya, atau minimal dicopot memory card-nya.

Saya sempat mikir, mobil yang saya tumpangi ini memang anti peluru, Tidak tembus ditembak. Tapi kan tidak tembus bom? Kalau kena bom, rasanya berantakan juga ini mobil? “Saya sudah pesan, pokoknya balik dari Guest House, saya milih naik mobilnya Pak Dubes, yang warna putih. Karena Menlu Prancis delapan bulan yang lalu mobilnya kena bom yang ditempatkan di knalpotnya, dan tetap selamat,” aku Karen Agustiawan, Dirut Pertamina yang ikut bersama rombongan di Land Cruiser lain yang juga anti peluru.

Apa yang terjadi dengan empat bom itu? Ledakannya cukup nendang! Syaiful Anwar, staf KBRI menyebut, kaca-kaca di KBRI pecah berantakan. Ini kali pertama, sejak bom terakhir bulan Maret 2012 lalu menghajar Bagdad. Kala itu, tidak sampai pecah-pecah. “Kali ini, ledakan bomnya lebih keras, lebih merusak, dan makin mendekati Green Zone,” jelasnya.

Zona hijau atau Green Zone sendiri, sebenarnya sudah sangat luas, hampir sepertiga luasan Kota Bagdad. Kawasan ini dijaga superketat oleh tentara dengan kekuatan penuh dan peralatan yang canggih. Di area ini pula, kantor Kedutaan Amerika dan negara-negara Eropa berada. Jadi memang tidak sembarangan. Zona ini jadi sepi, karena penjagaan sangat berlebihan. KBRI itu berada di luar zona hijau ini, tetapi masih dekat dengan radius pengamanan.

Tepat dua jam dari Bagdad, kami akhirnya selamat bisa mendarat di Dubai, Uni Emirat Arab. Rombongan yang diantaranya termasuk Susilo Siswoutomo, Wamen ESDM, Edy Hermantoro, Dirjen Migas, M Afdhal Bahaudin, Director of Planning Pertamina, Chrisna Damayanto Director of Processing Pertamina, bisa tidur nyenyak, di atas pesawat berkapasitas 50 seats itu. Dan mereka baru terbangun ketika roda-roda jet itu menyentuh landasan bandara internasional Dubai.

Saya duga, mereka terbangun dari mimpinya. Mudah-mudahan tidak sedang mimpi ada empat ledakan bom seperti yang menggucang Bagdad itu. Karena landingnya memang tidak terlalu mulus. Booommm….

Jangan Menunggu Bulan Purnama Menyapa Gulita Malam

http://www.jpnn.com/picture/thumbnews/20130315_171348/171348_843942_pertamina_baghdad.jpgBuat apa menjalin kerjasama dengan Negeri 1001 konflik seperti Irak? Negara yang penduduknya sudah immun dengan suara bom? Yang –mungkin-- menganggap bom tak lebih dari petasan atau kompor mbleduk? Tidak ada ekspresi takut, panik, kaget, sekalipun dentumannya keras menggelegar dan asap hitam membubung di langit?

Kita berbeda tradisi? Kita tidak punya budaya perang dan teror meneror seperti yang acap kita dengar di Bagdad dan kota-kota lain seperti Basrah, Babil, Karbala, Kufah, Samara, Najaf, Mosul dan lainnya? Kita negara penuh toleransi? Dan terus menumbuhkan spirit kebhinekaan dalam ke-ika-an? Bagaimana mungkin berbisnis dengan mereka, yang ketika konflik tiba, bom yang bicara? “Oh.. Jangan salah! RI – Irak itu punya sejarah diplomatik yang panjang, dan mereka sangat welcome,” jawab Hatta Rajasa, Menko Perekonomian.

Hatta menyebut satu peribahasa: “Jangan Menunggu Bulan Purnama Hadir Menerangi Gulita Malam. Karena ketika malam gelap itu samar-samar sudah mulai temaram, banyak orang yang datang. Dan, kita bisa terlambat! Satu tahun saja kita terlambat, peluang itu tak akan datang  lagi. Kita hanya jadi penonton saja.”

Irak saat ini sedang concern membangun infrastruktur, yang hancur pasca invasi AS-Inggris 2003-2005 lalu. Serangan yang menumbangkan Presiden Saddam Hussein, dan menggantungnya di tahun 2006. Ikon-ikon kota Baghdad, termasuk patung-patung raksasa dirubuhkan, dan masih belum dibangun ulang. Gedung-gedung bersejarah yang bergaya arsitektur mediterania dengan aksen garis melengkung, khas Dinasti Abbasiyah, Umayyah, sampai pengaruh Turki Usmani, juga masih terluka parah oleh peluru dan mortar. Keamanan dan ketertiban masih menjadi prioritas.

Energi penopang roda perekonomian Irak hanyalah sumber daya alam, minyak, gas, fosfat dan sulfur, bahan baku industri pupuk. Cadangan oil, tahun 2013 mencapai143,1 Miliar barrel. Produksi minyak per Maret 2013 ini, menembus 3,4 juta barrel per hari. Pertamina, yang targetnya kurang dari 900 barrel per hari saja masih sulit. Irak memiliki cadangan minyak terbesar ketiga, setelah Saudi dan Iran. Mungkin juga keempat, setelah Venezuela, Amerika Latin.

Target produksi Irak tahun 2016, diperkirakan 10 juta barrel per hari. Irak sedang membuka lebar-lebar investasi asing, dan Indonesia diprioritaskan karena memiliki banyak kecocokan. “Pertama, RI adalah negara berpenduduk Islan terbesar di dunia. Persentase Irak juga, 95 persen muslem. Ini password yang cukup ampuh. Kedua, mereka ingin lebih banyak orang Indonesia yang mampir berziarah ke Bagdad, sebelum atau sesudah umrah ke Makkah dan Madinah,” jelas Hatta.

Ketiga, orang Irak sangat mengenal dekat dengan mantan Presiden Soekarno. Bahkan, ada makanan yang terkenal di Bagdad, namanya ikan Soekarno. Ikan emas yang dibakar dalam posisi berdiri. Sejarahnya, saat Soekarno berkunjung ke Bagdad, membawa bibit ikan emas dan dilepas di Sungai Tigris. Ikan-ikan emas itu berkembang, besar, dagingnya tebal, dan sekarang menjadi salah satu makanan favourit di sana.

Korea, China dan Jepang sudah masuk di pembangunan infrastruktur dan perminyakan. Karena itu, RI mendorong Pertamina dan BUMN lain, untuk merebut peluang minyak di kawasan Teluk. Pertamina sendiri bertekat menjadi perusahaan kelas dunia, dan memasang target produksi 1 juta bph di tahun 2015. Diharapkan Pertamina menjadi business leader dan bersama BUMN lain yang bergabung dalam skema Indonesia Incorporated.

Deputi Prime Minister Irak, Dr Hussein Al Shahristani sudah menawarkan ke Pertamina untuk kerjasama di bidang perminyakan sebagai minority participant di ladang minyak West Qurna 1, dengan kepemilikan 20%, yang sebelumnya dimiliki Exxon. Selain itu, Pertamina berharap mendapatkan pasokan crude oil dari Irak dalam jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan kilang minyak di Indonesia. Pertamina juga menawarkan investasi pengembangan sector public, seperti power plant, perumahan, fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta membangun joint venture dalam pemenuhan kebutuhan jasa di sector migas.

Jangka pendek, Pertamina berupaya memperoleh kembali kontrak eksplorasi atas ladang minyak Block-3 Western Desert dan keterlibatan dalam proyek percepatan pengembangan Tuba Field. Pertamina pernah memenangkan kontrak pengelolaan kedua ladang minyak tersebut pada 2002, namun terhenti akibat invasi AS ke Irak 2003. Saat ini dikelola oleh Pemerintah Irak melalui South Oil Company (SOC), dan sudah berproduksi 400,000 bph. “Kunjungan kerja ke Irak ini sangat efektif dan dapat “bonus” merasakan getaran bom,” celetuk Hatta.

OPEC sendiri memberi kelonggaran kepada Irak untuk eksplorasi unlimited. Peluang seperti ini tidak banyak terjadi. Ada potensi, ada cadangan dalam jumlah besar dan jangka panjang, ada kemampuan teknis dan finansial, ada green light dari pemerintah, ada semangat untuk maju dan mencapai target, ada back ground sejarah yang mesra. “Lengkap sudah! Nunggu apa lagi?” ungkap Hatta yang dalam courtesy call dengan PM Irak Nouri Al Maliki, didampingi Wamen ESDM Susilo Siswoutomo, Dirut Pertamina Karen Agustiawan, Dubes RI untuk Irak, Safzen Noerdin dan Deputi Menko Rizal Affandy Lukman itu.

“Saat ini ada 198 Perusahaan Milik Negara Irak, yang menguasai perekonomian negeri 1001 Malam ini. Saya yakin, ke depan pasti akan privatisasi. Pengusaha Indonesai silakan mengintip perusahaan apa saja yang bisa dimasuki? Jangan terlambat,” kata Ketua Umum PAN ini.

Irak sendiri berkepentingan dengan RI, dalam investasi korporat, pariwisata keagamaan, dan imigrasi. Mereka ingin jamaah umrah dan haji RI berkesempatan mampir ke Baghdad, salah satu sentrum sejarah peradaban Islam. Karena itu, mereka minta status red notice untuk visa ke Irak dicabut, sehingga memberi kemudahan untuk masuk ke Negeri Alladin dan Princess Jasmine itu. “Saat ini lebih dari 3 juta turis yang berkunjung ke Bagdad, dan mereka aman-aman saja,” kata Deputi PM Dr Hussein, yang turut menyaksikan penandatanganan MoU energi, antara Wamen ESDM Susilo Siswoutomo dan Wamen Perminyakan Irak, Fayadh Hassan Nima. Ayo, jalan sebelum peluang itu menjadi gelap gulita, dan tak ada bulan purnama kedua.(*)

Don Kardono

  ● JPNN  

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More