blog-indonesia.com

Kamis, 10 Mei 2012

Belajar "Jurus 5K" dari Silicon Valley untuk Startup Indonesia

Andy Zain - Novistiar/Jakarta Founder Institute - Novistiar, salah satu Direktur Jakarta Founder Institute, sedang mencoba mobil dari Arcimoto dalam perjalanannya ke Founder Showcase, The Founder Institute di Silicon Valley.
Penulis: Novistiar*

CALIFORNIA, KOMPAS.com - Bulan April lalu saya dan Andy Zain berkunjung ke San Francisco dan Silicon Valley mewakili Jakarta Founder Institute untuk menghadiri Global Director Meeting dan Founder Showcase.

Founder Showcase adalah ajang di mana startup-startup lulusan Founder Institute dari berbagai penjuru dunia mendapat kesempatan untuk mempresentasikan (pitch) startup mereka di depan para penanam modal (Angels dan Venture Capitalists).

Pada kali ini ada 8 startup yang terpilih melakukan presentasi dan pemenangnya adalah Itembase, sebuah startup lulusan Berlin Founder Institute.

Selain itu, kami juga mendapat kesempatan untuk mengunjungi markas 500Startups, salah satu inkubator terkemuka di sana, dan berbicara dengan partner, mentor dan startup mereka.

Ada beberapa hal penting yang yang saya perhatikan menentukan keberhasilan suatu startup dan ingin saya bagikan dalam tulisan ini yaitu 5K: Keberanian, Komitmen, Kerja Keras, Kolaborasi dan Kompetisi.

Keberanian

Keberanian dibutuhkan agar suatu startup bisa menghasilkan produk baru yang inovatif dan berguna bagi orang banyak.

Sebenarnya masih banyak problem di dunia ini yang perlu dipecahkan. Hanya saja, banyak dari problem itu yang cukup pelik dan tidak dapat dipecahkan dengan mudah.

Contoh startup yang memiliki keberanian ini adalah Arcimoto, salah satu startup yang melakukan presentasi di Founder Showcase.

Misi utama mereka adalah membuat suatu alat transportasi yang ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam yang terbatas.

Untuk itu mereka merancang suatu alat transportasi listrik yang efisien dan cukup murah yang dinamakan SRK.

Berapa banyak startup yang berani mencoba memecahkan masalah seperti ini?

Mungkin hal umum yang bisa dijadikan alasan adalah biaya. Ternyata Arcimoto bisa menghasilkan 6 prototipe yang siap pakai dengan jumlah dana yang dikeluarkan hanya sebesar USD 3 juta!

Jumlah yang sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah yang dikeluarkan oleh pabrik mobil besar dunia untuk riset kendaraan listrik mereka.

Komitmen

Yumvy, startup yang membuat “GPS” untuk memasak, dimulai oleh Sari, seorang software engineer (geek) yang suka sekali memasak.

Selama 3 tahun Sari terus bekerja sendiri untuk membuat aplikasi Yumvy dan juga menjalankan bisnisnya yang tentunya mengalami banyak masa pasang surut.

Akhirnya, pada awal tahun 2012 ini dia berhasil meluncurkan versi alpha dari aplikasinya dan menjadi salah satu startup favorit para juri dan pengunjung.

Apabila Sari tidak memiliki komitmen dan passion akan startupnya, mungkin saja dia sudah meninggalkan Yumvy dan mengerjakan startup baru yang lain.

Komitmen juga diperlihatkan oleh banyak startup di 500Startups.  Semua pendiri startup tersebut bekerja secara penuh pada startup mereka. 

Kerja Keras
Ketika saya membaca aplikasi Jakarta Founder Institute, ada beberapa calon pengusaha ini mengatakan bahwa salah satu alasan mereka untuk menjadi pengusaha adalah supaya mereka bisa mengatur jadwal sendiri dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga.

Hal ini mungkin benar jika bisnis pengusaha tersebut sudah sukses dan menghasilkan banyak uang sehingga bisa memperkerjakan pegawai untuk menjalankan perusahaan.

Tetapi, untuk kebanyakan startup, para pendirinya harus mengerjakan segala sesuatunya sendiri karena ketersediaan dana dan sumber daya yang terbatas.

Seringkali mereka harus bekerja sampai larut malam, bahkan bekerja pada akhir pekan dan musim liburan.  Tanpa adanya kerja keras ini, akan sulit bagi startup tersebut untuk bisa sukses.

Di Silicon Valley bekerja sampai pagi dan akhir pekan sudah membudaya dan mereka tidak menjadikan alasan untuk membuat suatu startup agar bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga.

Kolaborasi

Yang saya maksudkan dengan kolaborasi adalah kerja sama antara pemain (para pendiri, mentor atau pendiri yang sudah sukses, penanam modal, pemerintah, dunia pendidikan, korporasi, dll) di suatu ekosistem startup.

Dukungan dari mentor sangat diperlukan terutama bagi pengusaha yang baru memulai usahanya.

Penanam modal dibutuhkan dalam menyediakan dana untuk menutupi biaya operasi startup dan biaya hidup pendiri yang berpotensi agar mereka dapat berkonsentrasi menjalankan startup mereka.

Pemerintah diharapkan mendukung dengan menyiapkan infrastruktur dan segi hukum yang mendukung, kuat dan jelas.

Dunia pendidikan diharapkan secara aktif berperan dalam mendidik calon-calon pengusaha yang baik.

Tanpa adanya kolaborasi dari semua pihak yang berkepentingan atau ekosistem yang baik, akan lebih sulit bagi startup untuk bisa berhasil.

Sebagai contoh, pada saat crowdfunding menjadi popular, pemerintah di sana segera mengeluarkan peraturan yang mendukung dan memudahkan startup untuk mendapatkan dana secara crowdfunding.

Kompetisi

Yang tak kalah penting tetapi sering menjadi hal yang tabu disini adalah kompetisi.

Ketika berbincang-bincang dengan startup di sana, mereka melihat kompetisi sebagai suatu hal yang positif karena adanya pesaing dapat membantu membuktikan kepada calon penanam modal bahwa model bisnis mereka memiliki potensi yang baik.

Selain itu adanya persaingan memotivasi mereka untuk terus berinovasi dan menjadi yang terbaik sehingga yang dihasilkan adalah produk yang semakin baik bagi pengguna.

Di sini saya masih suka mendengar pendiri yang merasa tidak enak dengan pendiri lain atau tidak suka jika ada pendiri lain yang mereka kenal dan melakukan bisnis yang sama.

Dunia Internet/digital startup di Indonesia baru dimulai dan masih dalam tahap pembelajaran.

Masih banyak yang harus dikerjakan untuk membuat ekosistem startup yang baik dan kuat di Indonesia.  Jangan sampai potensi Indonesia yang sangat besar ini menjadi percuma dan tidak dapat dimanfaatkan oleh pengusaha-pengusaha lokal.

Mudah-mudahan semua pemain dalam ekosistem startup kita dapat menerapkan prinsip 5K: Keberanian, Komitmen, Kerja Keras, Kolaborasi, dan Kompetisi ini sehingga akan banyak startup Indonesia yang sukses dan bahkan bisa mendunia.

*Tentang Penulis: Novistiar adalah salah satu Direktur dari Jakarta Founder Institute. Ia bisa dihubungi melalui akun Twitter @novistiar.


KOMPAS.com

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More