blog-indonesia.com

Rabu, 25 April 2012

Orang Indonesia Kreatif, tetapi Belum Diberi Panggung

KOMPAS/RADITYA HELABU
Pengantar Redaksi
Yoris Sebastian mempunyai pekerjaan yang ”tidak biasa” bagi kebanyakan orang. Dia menjual ide-ide kreatif untuk kliennya. Pekerjaannya sebagai praktisi kreatif tersebut membawa nama Indonesia menang pertama kali di International Young Creative Entrepreneur Award dari British Council di London tahun 2006.

Yoris juga tercatat sebagai General Manager Hard Rock Cafe termuda di Asia saat berusia 26 tahun lantaran berbagai inovasi bisnis, termasuk program ”I Like Monday”. Dia dianggap berhasil mengubah hari Senin menjadi hari paling ramai dalam sepekan.

Menjadi wirausaha pada tahun 2007 mendirikan OMG Creative Consulting. Dalam waktu setahun setelah perusahaannya berdiri, dirinya langsung mendapatkan penghargaan Asia Pacific Entrepreneur Award untuk kategori Most Promising Entrepreneur. OMG menggarap proyek dari beragam bidang, seperti mal, hotel, rumah sakit, asuransi, minuman, media, serta membidani banyak signature event.

***


Bagaimana cara supaya selalu kreatif dan bagaimana cara menciptakan mood agar bisa kreatif. Adakah saat-saat khusus atau momentum khusus yang memicu keluarnya ide-ide kreatif? (Fredy, Surabaya)

Buat saya, kreativitas adalah kebiasaan. Jadi, di setiap ada kesempatan saya memang biasakan untuk berpikir kreatif. Baik itu menghasilkan uang maupun sekadar iseng belaka untuk latihan. Salah satu contohnya adalah program workshop ”41 Weeks with Creative Junkies” yang idenya lahir lantaran istri saya hamil selama 41 minggu sehingga untuk melahirkan orang kreatif baru pun saya buat modul baru 41 minggu.

Saya tidak perlu momentum khusus untuk memicu ide. Namun, saya akui ide segar paling banyak keluar saat traveling, dengerin musik, nonton bioskop, dan tentunya saat meeting bersama tim saya.
Sebagai pelajar, saya merasa kreativitas saya terkekang oleh pendidikan sekolah. Saya tak bisa mengeksplorasi suatu hal secara lebih. Saya merasakan pendidikan kita terlalu terpaku pada teori sebagai pakem segala hal. Sering saya berpikir, ”Apakah kami benar-benar membutuhkan ini semua?” Mungkin ini juga dialami oleh banyak pelajar di luar sana. Apa pendapat Mas Yoris? (Devananta Rizqi Rafiq, Yogyakarta)

Perasaanmu sama seperti perasaan saya waktu sekolah dulu. Karena itu, pulang sekolah saya giat ikut organisasi yang sesuai dengan minat saya supaya saya lebih kreatif dan juga belajar disiplin. Sadar tidak sadar, apa yang kita pelajari di bangku sekolah nantinya berguna lho di kemudian hari. Malah untuk saya, SMA adalah blueprint dari kehidupan saya sekarang.

Apakah ide yang dijual hanya sekadar ide saja, atau sekalian eksekusinya? Apakah Bapak bersedia memberikan kiat suksesnya? (Antonius Padiman, xxxx@gmail.com)

Tergantung tipe proyek yang kami tangani. Kalau di perusahaan tersebut sudah memiliki tim internal yang mumpuni, kami cukup bekerja sama dengan mereka untuk membuat sesuatu yang berbeda dari industri mereka. Tujuannya untuk mendapatkan hasil bisnis yang lebih baik.

Bisa juga kami berkolaborasi dengan beberapa pihak lain, misalnya saat mengerjakan sebuah mal di Medan. Kami bekerja sama dengan Urbane Architect serta konsultan yang ahli di bidang leasing. Dari situ kami membuat sebuah konsep yang customized Medan, tidak copy paste mall yang ada di Jakarta. Jadi berdampak positif untuk area sekitarnya dan bisa dibanggakan kota Medan.
Menurut Mas Yoris, mind set kreatif itu yang seperti apa sih? (Ronald Ascensio, xxxx@gmail.com, Branding Designer)

Mindset kreatif buat saya adalah sikap dan pemikiran yang selalu berbeda. Orang pake jam tangan di kiri, saya pake di kanan. Konsultan pake jas dan dasi, saya pake kaus.

Namun, buat saya, pemikiran kreatif tetap harus ada alasan baik di belakangnya. Misalnya, sebagai konsultan, saya pakai kaus karena ingin menjelaskan bahwa yang saya jual adalah pemikiran, bukan baju saya.

Apa kendala-kendala yang sering Mas Yoris hadapi ketika sedang menangani suatu event? Pernahkah ada salah satu klien Mas Yoris yang berusaha menipu? (Prawatya Endrawila Pawestri, Jatibening II, Bekasi)

Wah kalau namanya kendala saat menangani event pasti ada saja. Semua rencana di atas kertas tidak akan bisa dijalankan persis 100 persen. Misalnya, karena ada kendala di lapangan, cuaca, pengisi acara, dan masih banyak lagi.

Untuk mengantisipasi, saya selaku konseptor atau konsultan acara tersebut akan memilih rekanan yang punya rekam jejak bagus untuk tipe acara yang akan kami tangani. Setiap kendala nantinya menjadi pelajaran berharga untuk event berikutnya.

Soal urusan klien berusaha menipu, mungkin dulu sering ya waktu saya belum berpengalaman. Namun, tidak apa-apa, buat saya itu pengalaman berharga.

Setujukah Anda, being creative > following trend? Apa tanggapan Anda sebagai subyek yang menjual ide kreatif terhadap maraknya industri kreatif di layar kaca. Mereka yang menggunakan jingle untuk komersial secara serupa atau bahkan sama persis dengan buatan luar negeri? (Reita, xxxx@gmail.com, Jakarta

Pada awal-awal saya menjadi kreatif selalu mengikuti tren. Namun, kini karena saya adalah creative junkies, terkadang saya malah membuat tren. Tapi, betul, kita harus belajar mengikuti dulu sebelum kita bisa membuat.

Industri kreatif memang sedang tren dan penggunaan kata-kata kreatif kini kerap digunakan secara komersial. Namun, buat saya, masyarakat juga semakin pintar dan nanti akan melihat brand mana yang benar-benar care dengan industri kreatif dan mana yang hanya menggunakannya sebatas jargon.

Hai, Mas Yoris, pernah enggak sih, saat mutusin mau menjadi wirausaha, niat Mas Yoris dipandang sebelah mata oleh orang-orang terdekat, seperti orangtua? Bagaimana caranya untuk tetap punya semangat dan bangkit walau enggak ada dukungan dari orangtua? Apakah saya harus tetap lanjut atau enggak? Soalnya kalau udah menyangkut orangtua, takut serba salah. (Maditi, xxxx@yahoo.co.id)

Betul sekali, kalau sudah menyangkut orangtua kita serba salah. Enggak ikutin nasihat orangtua nanti enggak enak. Tapi, mau ikutin kata orangtua terkadang tidak sesuai dengan kata hati kita. Yang harus kita camkan adalah nasihat orangtua hampir semua baik adanya.

Hampir semua diberikan karena mereka sayang sama anak. Namun, belum tentu cocok dengan kita. Nah, saya selalu mencari cara supaya bisa menunjukkan bahwa jalan yang saya ambil benar.

Apakah Mas Yoris, saat ini, sudah merasa sebagai orang yang ”selesai dengan dirinya” (mengutip istilah Prof Anies Baswedan), di mana yang Mas Yoris lakukan adalah demi masyarakat banyak, bukan demi diri sendiri. (Dian Marta Manggala Yudha, Sungai Gerong, Banyuasin Sumatera Selatan)

Saya (tidak sengaja) akhirnya merasa demikian, saat menerbitkan buku Oh My Goodness: Buku Pintar Seorang Creative Junkies. Hal tersebut terjadi karena melihat banyaknya pembaca buku saya yang meraih sukses karena kreatif, dan ternyata rasanya lebih berharga dibandingkan berbagai penghargaan yang saya terima sebelumnya.

Sejak itulah saya mulai (dengan sengaja) melakukan banyak proyek atau konsep demi masyarakat banyak, bukan lagi buat diri sendiri.

Saya termasuk orang yang punya banyak mimpi dan banyak yang sudah jadi kenyataan. Saat ini impian terbesar saya adalah membawa orang kreatif Indonesia tampil dan berjaya di lingkup internasional. Menurut saya, orang Indonesia kreatif-kreatif, tetapi saat ini belum diberi panggung dengan level dunia. (Ush)


KOMPAS.com

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More