blog-indonesia.com

Minggu, 02 Oktober 2011

Satu-satunya Taksonom Kelomang di Indonesia

Dwi Listyo Rahayu


KOMPAS.COM/YUNANTO WIJI UTOMO
Dr Dwi Listyo Rahayu, taksonom kelomang satu-satunya di Indonesia dan satu di antara 5 taksonom kelomang di dunia saat ini.

KOMPAS.com
- Indonesia hanya punya segelintir taksonom. Salah satu di antaranya adalah Dr Dwi Listyo Rahayu, Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ia mungkin salah satu taksonom langka karena di dunia saat ini hanya ada 5 taksonom kelomang (hermit crab) atau biasa disebut umang-umang, pong-pongan, atau kepompong. Ia memulai aktif meneliti kelomang pada tahun 1987, menyelesaikan studi master dan doktoral di Perancis dalam bidang biologi kelautan.

Beberapa waktu lalu, dalam acara Kongres dan Seminar Taksonomi Kelautan Indonesia I, Kompas.com sempat berbincang dengannya. Beberapa pertanyaan seputar perjalanan sebagai taksonom kelomang, penemuan yang telah dihasilkan hingga kehidupan pribadi sebagai seorang taksonom sempat dibicarakan. Berikut petikan wawancara Kompas.com.

Bagaimana awalnya bisa tertarik menekuni taksonomi kelomang?

Saya mulai meneliti tahun 1987. Kebetulan saya dulu ikut meneliti dengan profesor saya. Saya melihat kerja yang tekun dan saya suka itu. Lalu secara kebetulan saya mendapat beasiswa di Perancis. Di sana, saya pergi ke museum dimana profesor saya dulu ambil studi untuk disertasinya. Waktu itu saya mau taksonomi udang, tapi di sana ternyata enggak ada. Lalu saya ditawari untuk mempelajari kelomang.

Saya pikir waktu itu, apa sih bagusnya kelomang, apa gunanya. Lalu saya diberi kelomang yang masih fresh dan saya lihat, it's not bad. Cantik juga. Saya lalu mulai lihat literaturnya, ternyata tak banyak yang mengerjakan. Publikasi kelomang dari Indonesia waktu itu hanya ada satu pada tahun 1937. Saya pikir, ini kesempatan saya untuk mengerjakan dan ternyata menarik. Akhirnya saya ambil.

Apa sih gunanya menekuni kelomang? Mengapa bisa begitu bersemangat?

Ilmu itu too luxurious di Indonesia. Setiap kali saya menemukan spesies baru, saya selalu berpikir bahwa ada yang mengatur hidup ini, dia Tuhan. Saya selalu berkata dalam hati, "Ya Allah, kau tunjukkan kepadaku sesuatu yang baru." Saya menemukan makna dari apa yang saya kerjakan. Jika ada yang bertanya untuk apa menekuni taksonomi kelomang, saya berkata, taksonomi itu science for science. Taksonomi menunjang perkembangan science selanjutnya. Jadi kita tidak bisa mengetahui secara langsung manfaat suatu spesies begitu dia ditemukan. ada prosesnya dulu.

Apa peran kelomang dalam kehidupan kita?

Kelomang itu memakan semuanya. Perannya dalam ekosistem, kalau dalam bahasa Jawa, adalah resik-resik, bersih-bersih. Kita tidak secara langsung akan melihat dia bersih-bersih, tetapi kita bisa mengetahuinya lewat penelitian. Di mana ada kelomang? Kita bisa tahu kalau misalnya ada intrusi air tawar, maka di sanalah kelomang ada. Kelomang hidup pada dasarnya dari daerah intertidal hingga laut pada kedalaman 2.000 meter.

Ada berapa spesies kelomang? Berapa yang sudah Anda temukan?

Di dunia kurang lebih ada 1.600 spesies kelomang yang sudah terdata. Yang di Indonesia, hanya di daerah intertidal saja, saya sudah mendata sekitar 160 spesies. Kalau di total dengan yang ada di lautan, mungkin saat ini sudah ada 180-200 yang terdata. Yang perlu sekarang adalah mendata yang ada di kedalaman lautan, itu yang belum tereksplorasi dengan baik. Itulah sayangnya, saya tidak menyelam. Rekan saya yang menyelam menemukan banyak spesies kelomang dan bagus-bagus. Setiap kali teman saya menemukan, di Christmast Island misalnya, saya selalu berpikir bahwa spesies ini ada di Indonesia. Jadi ini harus lebih banyak dieksplorasi. Harus ada perhatian lebih, sebab selama ini kan kalau kita menyelam yang diperhatikan hanya koral dan ikan. Kelomang juga harus mulai diperhatikan.

Apa jenis kelomang yang paling mengesankan?

Saya sudah menemukan lebih dari 60 jenis baru. genus baru ada dua. Setiap menemukan spesies selalu exciting. jadi enggak ada yang paling. Dari 2 genus itu, salah satunya, pteropagurus. Dia tinggal di cangkangnya pteropods, sejenis mollusca pelagik, padahal kelomang adalah bentik. Bagaimana bisa tinggal di sana, karena cangkang sangat ringan. Tapi kita sampai sekarang belum tahu bagaimana caranya, apakah pteropod ini mati dan akhirnya kelomang masuk, atau melayang dan kelomang pada fase planktonik occupied. Kita belum tahu.

Anda sudah menemukan genus dan spesies baru. Bagaimana membedakan antara menemukan genus baru dan spesies baru?

Itulah gunanya taksonomi. Pada dasarnya, kalau kita sudah banyak melihat, kita akan tahu mana yang berbeda. Ketika kita menemukan yang baru, kita akan mencocokkan dengan genus atau spesies yang ada. Ini lebih dari sekedar studi literatur, tetapi benar-benar mencocokkan. Itulah makanya kita butuh reference collection, jadi begitu kita menemukan, kita bisa mencocokkan. Kalau berbeda dan tidak ada dalam koleksi yang sudah kita atau orang lain ambil, berarti itu bisa genus atau spesies baru.

Sudahkah dunia mengenal bahwa Indonesia punya banyak spesies kelomang? Bagaimana cara mengenalkannya?

Kalau saya temukan spesies di indonesia, saya akan selalu tuliskan dalam judul publikasi kata "Indonesia". Contohnya, waktu masih konflik Timor Timur dan mereka mau memisahkan diri dari Indonesia, saya menemukan 2 spesies baru. Saya lalu segera mempublikasikan itu, agar nanti bisa ditulis "2 spesies baru dari Dili, Indonesia", sebab setelah itu mungkin sudah tidak bisa. Bagi saya, mengenalkan itu juga bentuk nasionalisme.

Banyak spesies terancam punah. Kalau kelomang ini bagaimana statusnya?

Di Indonesia ga ada masalah. Kalau di Thailand, ada ancaman karena kelomang banyak diperjualbelikan sebagai hewan piaraan. Di Singapura, saking bersihnya pantai, kelomang ikut dibersihkan. Saya pergi ke salah satu pulau di sana, tak ada kelomang satu pun. Di indonesia ada salah satu pengusaha yang ekspor kelomang darat di Bandung. tapi dia budidaya juga, jadi nggak masalah.

Bagaimana menjaga kelomang tetap lestari?

Kelomang itu kan hidupnya tergantung pada adanya mollusca. Kalau mollusca-nya hilang, ya kelomangnya hilang. Jadi kuncinya adalah menjaga kelestarian mollusca. Nah untuk jaga mollusca, jaga lingkungannya. Kita belum tahu apa yang akan terjadi bila tidak ada kelomang. Tapi pasti ada sesuatu yang lain yang akan terjadi, karena kalau salah satu hilang, ya pasti akan berpengaruh, ini ekologi.

Sebagai seorang taksonom yang sudah di area yang sangat spesifik, apakah tidak merasa sepi karena hanya segelintir orang saja yang menekuni?

Hahaha... mungkin kelihatan sepi, karena kecil dan sedikit sekali orangnya, tapi kita punya komunitas sendiri. Saya selalu kontak dengan mereka dan setiap kali bertemu, selalu ada saja yang kita bicarakan. Jadi terlihat sepi karena saya mengerjakan di sini sendiri, tapi di dalam komunitas itu kita bisa apa saja, bisa menggosip juga. Kalau ada satu yang hilang, misalnya tahun lalu ada satu yang meninggal, kita juga merasa kehilangan. Pada dasarnya kita senang dan tidak kesepian, karena bisa berteman dengan orang dari beragam latar belakang.

Kalau keseharian taksonom seperti Anda apa selalu serius? Apada bedanya taksonomo orang lain?

Hidup saya fun. Saya hanya berdua dengan suami saya. Dia juga peneliti, bidang budidaya. Dia mengerti dunia saya. Saya travelling, dia oke saja. Mungkin Tuhan juga punya pemikiran lain karena saya tidak punya anak. Ya akhirnya saya menikmati hidup yang saya punya. Memang saya kadang memaksakan kehendak karena saya pikir kadang anak-anak muda sekarang, kenapa hal-hal kecil saja enggak mau, padahal waktu seusia mereka, saya udah publikasi. Tapi akhirnya saya sadar saya ngerem juga, sangat ngerem. kalau tidak, bisa kabur semua, termasuk orang yang saya bimbing.

Apa benar taksonom sulit mendapat pekerjaan?

Ya kalau fresh graduate, Tapi kalau kita sudah jadi taksonom profesional, pekerjaan itu sampai kita nolak-nolak. Karena memang sudah terlalu banyak.

Kalau ada yang ingin menjadi taksonom, apa step yang harus dijalani agar bisa menjadi taksonom profesional?

Panjang. Saya mulai meneliti tahun 1987, baru publish pertama tahun 1992, lalu publish lagi tahun 1994. Pada publikasi kedua saya baru mendapat surat dari "mbahnya" taksonomi kelomang yang mengucapkan selamat dan menilai pekerjaan saya bagus. Saya waktu itu langsung tangkap kesempatan berkontak dengan dia dan akhirnya kita selalu berdiskusi. Jadi networking juga penting.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah paling tidak menemukan satu, atau jika tidak bisa langsung bekerja dulu dengan senior. publikasi pertama dan kedua saya masih dengan profesor saya, baru setelah itu bisa sendiri. Ini penting, karena kalau tiba-tiba publikasi, pasti orang akan bertanya siapa kita.


KOMPAS

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More