blog-indonesia.com

Sabtu, 14 Mei 2011

Indonesia Sabet Lima Penghargaan Arsitek Internasional

Desain Eco Culture park

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia kembali menorehkan prestasi di ajang internasional dengan menempatkan putra-putrinya sebagai juara dalam kompetisi arsitek yang diselenggarakan oleh jurnal FutureArc Prize, lembaga independen yang bergerak dalam pengembangan konsep "green design".

Kompetisi FutureArc diselenggarakan tiap tahun sejak 2008. Pada 2011 ini, dua tim arsitek dari Indonesia berhasil menyabet beberapa penghargaan, di antaranya Juara Pertama Kategori Profesional, dan Citation Award, untuk kategori yang sama.

Tim Arsitek dari Medan dengan Ketua Tim Arsitek Ramadhoni Dwi Payana, dan anggota: Rudy Hermanto, Rangga Mury and Rahardian Pradityo berhasil menjadi jawara di kategori profesional dan berhak memperoleh tropi, sertifikat dan hadiah uang tunai 20,000 SGD, serta berlangganan gratis majalah FuturArc selama dua tahun.

Tiga tim lain dari Indonesia, merebut Citation Awards untuk kategori profesional, yaitu:

1. Arsitek Effan Adhiwira (Ketua Tim) dari Bali beranggotakan Arsitek Fian Rakhmania Arrafiani, Theresia Sjabanie Rendri, Nidia Safiana, dan Redha Kinanti

2. Arsitek Adi Purnomo dari Bogor

3. Arsitek Irwan Yudha Hadinata (Ketua Tim) dari Jogja dengan anggota Hendi Warlika Sedo Putra dan Anik Nabati

Satu tim merebut Citation Award untuk kategori mahasiswa, yang diketuai Adinda Utami dari Surabaya dengan para anggota: Ikhusa Mirwantara, Amanda Dian Melati, Reza Fernando, dan Christina DNH.

Peserta sayembara FuturArc Prize 2011 ditantang untuk merancang bangunan apa saja dengan luas bangunan tidak kurang dari 5,000 meter persegi dan mengandalkan sumber daya bahan bangunan dalam radius 1,000 kilometer dari lokasi proyek.

Sayembara yang disponsori oleh HP Design Jet dan Philips ini menarik minat dari lebih dari 500 pendaftar dari berbagai penjuru dunia dengan menghasilkan tujuh pemenang (tiga pemenang dari kategori profesional dan empat pemenang dari kategori mahasiswa), serta 12 pemenang Citation Awards.

Dewan Juri sayembara ini diketuai oleh Nirmal Kishnani, PhD, Pemimpin Redaksi Jurnal FuturArc, pengajar dan praktisi Green Building dari Department of Architecture of the National University of Singapore.

Ketua Tim pemenang Citation Award kategori profesional, Effan Adhiwira mengatakan kemenangan ini menunjukkan arsitek dari Indonesia sebenarnya bisa bergaung di pentas internasional. "Bersaing dengan berbagai desainer dari seantero dunia mengharuskan kami untuk mencoba memberikan usulan ide yang berbeda. Ide yang unik, yang belum banyak diaplikasikan tetapi tetap masuk akal dan masih dapat direalisasikan," tuturnya, Kamis (12/5/2011).

Beranjak dari keprihatinan terhadap tren arsitektur dalam negeri yang latah meniru konsep Barat, Effan mencoba menghadirkan konsep lokalitas dalam kompetisi tersebut. "Kami memutuskan untuk mengangkat isu lokalitas material dan optimalisasi daur ulang sampah pada proses pengembangan desain kami," jelasnya.

Bahkan, demi menekankan unsur lokalitas itu, Effan dan timnya sepakat mematok radius 100m. "Ide-ide kami masih terlalu 'biasa'. Kami mencoba menantang diri kami sendiri dengan memodifikasi kerangka acuan sayembara. Dari R1000, kami ubah menjadi R100 !! Yang berarti hanya menggunakan material-material yang tersedia dalam radius 100km dari lokasi bangunan. Hal ini dirasa sejalan dengan isu yang kami angkat. Lokalitas!," urainya.

Bersama teman-temannya, Effan kemudian merancang suatu bangunan yang secara visual, menarik, unik, baru, beda, yang belum pernah ada sebelumnya. "Kami berusaha menciptakan suatu bentukan massa organik, penuh dengan kurva, dengan proporsi yang tidak umum digunakan pada bangunan-bangunan pada umumnya. Pemisahan struktur massa bangunan dengan struktur atapnya diharapkan menciptakan sebuah gaya baru," paparnya.

Tim kemudian sepakat merancang sebuah galeri dan tempat workshop dengan fungsi-fungsi atraktif untuk menunjang sekaligus menarik pengunjung menuju fungsi utama bangunan. "Sebuah drive-in theater, suatu cara berbeda untuk menonton film yang belum populer di Bali serta ditunjang berbagai fungsi pendukung seperti restoran organik dan beberapa gerai komersil. Ini sebagai alternatif baru pusat berkumpul, berekreasi, dan bersosialisasi masyarakat Bali. Kami beri judul, ECO CULTURE PARK, " ungkap alumni UGM Jogjakarta itu.

"Suatu pengalaman berharga bisa memenangkan penghargaan ini. Kami harap ini dapat memberi kami motivasi lebih, juga untuk arsitek Indonesia yang lain, supaya bisa terus berkarya merancang bangunan dengan isu lokalitas yang ramah lingkungan," pungkasnya.(ton)


Tribunnews

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More