blog-indonesia.com

Jumat, 17 Desember 2010

Monopoli Rasa Lokal

Monopoli lokal. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO Interaktif
, Bandung - Tanpa kenal kapok, Evil si bandit berusaha memegang satu dari empat artefak sakti: kunci, tangan, sandal, dan pistol dari gudang. Kekuatan super tak terhingga, predikat penjahat paling lihai sedunia, dan segala keinginan bakal terkabul jika empat artefak tersebut berhasil dikumpulkannya. Namun Good, si penjaga gudang, tak akan membiarkan Evil melaksanakan aksi jahatnya.

Meski seorang diri, Good harus berjuang menggagalkan rencana komplotan itu dengan mengamankan satu artefak dan keluar dari gudang dengan selamat. Itulah Good Vs Evil, board game Indonesia keluaran komunitas Kummara (Berkumpul, Bermain, dan Bergembira) asal Bandung, yang baru saja diluncurkan medio Desember ini.

Dalam permainan itu, satu orang harus menjalankan pion karakter Good, sedangkan dua hingga empat orang lainnya memainkan Evil. Baik pemain Good maupun gerombolan Evil dituntut piawai mengatur strategi menggeser, melangkah, atau melompati kotak barang agar terhindar dari kepungan atau tembakan lawan.

Board game Good VS Evil tersebut lahir dari kreativitas Herry Rafael Husain, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan. "Membayangkan satu orang dikepung, diuber-uber, terus digambar skema sederhananya akhirnya jadi game," kata pemuda 22 tahun itu di sela Kummara Game Session, Selasa lalu.

Urusan ilustrasi dipercayakan kepada Brendan Satria, mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB). Ide board game hasil skema sederhana Herry divisualisasi dengan mendesainnya menggunakan perangkat lunak familiar, seperti Adobe Photoshop dan Corel X3.

"Semua orang sebenarnya bisa membuat game dengan ide sederhana, entah itu sifatnya fun atau strategi," kata Eko Nugroho, desainer dan editor game dari Kummara. "Ini bisa jadi potensi baru baik sebagai promosi, edukasi, sekaligus industri kreatif."

Board game
Simpang Dago, misalnya, menampilkan promosi wisata kuliner Kota Bandung lewat permainan yang menyenangkan. Permainan mirip monopoli buatan staf pengajar Statistik Universitas Padjadjaran ini terinspirasi celetukan pedagang kaki lima bahwa wisatawan Malaysia ogah menyambangi lokasi kuliner favorit mahasiswa Bandung tersebut gara-gara tumpukan sampah pasar. Permainan bertema lokal ini mengangkat gereget ruwetnya lalu lintas di Simpang Dago, yang dipenuhi pedagang jajanan, angkutan kota, lengkap dengan patroli polisi dan satpol PP.

Lewat media permainan dengan ciri khas potret sudut kota semacam itu, "Orang di luar negeri bisa tahu di Bandung itu ternyata ada tempat berdaya tarik seperti ini dengan cara menyenangkan," kata Eko.

Selama ini, Eko jarang melihat orang mengenal board game selain ular tangga, ludo, halma, atau monopoli. Di kafe Kummara, pada pertengahan tahun lalu dia mencoba memperkenalkan permainan ini dengan meminjamkan koleksinya kepada pengunjung. Sampai akhirnya sekitar tiga bulan lalu dirintis waktu khusus bagi para penggemar board game untuk berkumpul dan bermain di kafenya setiap Selasa petang. Pemain yang keranjingan bahkan baru menyudahi game session tersebut lepas dinihari.

Di luar negeri, papan permainan sudah berkembang jauh. Sejak 1960-an, Jerman, misalnya, memunculkan gaya board game yang didominasi dengan tema khas kuat dan menuntut kepiawaian menyusun strategi bagi pemainnya. Gaya permainan Jerman berbeda bila dibandingkan dengan gaya Amerika Serikat, yang cenderung bertumpu pada faktor keberuntungan dari dadu (luck factor). Kendati begitu, seiring dengan perkembangan booming-nya The Settlers from Catan sebagai game of the year di Jerman pada 1995, membuat Amerika berangsur-angsur menggeser haluan mengikuti gaya permainan negeri di Eropa Barat itu.

Hingga 30 tahun ke belakang, board game modern merambah pesat ke berbagai negara, baik di Eropa, Amerika, maupun Asia. Di Ontario, Kanada, peneliti Human Media Lab Queen's University, Mike Rooke dan Profesor Roel Vertegaal, berhasil menerapkan format permainan elektronik interaktif dari board game seperti The Settlers from Catan. Permainan seperti Carcassone dan Small World pun kini dapat dijumpai dalam bentuk aplikasi peranti lunak.

Eko yakin Indonesia bisa mengatasi ketertinggalan dalam waktu singkat. "Tahun depan sudah bisa seperti itu," ujarnya. "Bakal lahir board game baru untuk aplikasi peranti lunak ini."

Mei lalu, Prita Arianti Raditiarini dari FSRD ITB merampungkan desain board game baru. Tak hanya berkarakter strategi dan fun, game Tick Tock buatannya bermuatan pendidikan yang dirancang untuk menstimulasi minat kerja sama bagi anak autisme dan trauma healing bagi anak korban bencana. Lewat balok-balok, dua pasang pemain berlomba menyusun bagian-bagian rumah sesuai dengan gambar petunjuk menggunakan tongkat.

Belakangan muncul juga BoGa Bloggers, yang mengangkat tema blogging hasil kerja sama Eko dan Kanty Kusmayanty dan dirilis dalam perayaan hari Blogger Nasional, Oktober silam. Tak mau kalah meramaikan kelahiran game board Indonesia pada 2010, Windy Anandiha Soeraadiningrat, 22 tahun, bersama Brendan mendesain Land War. Rencananya, kedua mahasiswa FSRD ITB angkatan 2006 itu merampungkan proyek permainan perang di pengujung tahun ini.

Board game asli Indonesia:
- Apples or Crash karya DLA Games
- Adventure of D karya Jack Darwid
- Simpang Dago karya Eko Nugroho, Ilustrator: Brendan Satria A.
- Tick Tock Build karya Prita Arianti Raditiarini, Ilustrator: Brendan Satria A.
- Stones Park karya DLA Games
- BoGa Bloggers karya Kanty Kusmayanty & Eko Nugroho, Ilustrator: Brendan Satria A.

[GILANG MUSTIKA RAMDANI]


TEMPOInteraktif

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More