blog-indonesia.com

Senin, 08 November 2010

Mari Bercermin Dari Letusan Dahsyat Pinatubo!

INILAH.COM, Yogyakarta - Gunung Pinatubo pernah meletus dahsyat pada 9 Juni 1991. Erupsi ini merupakan letusan terbesar kedua di sepanjang abad 20 dan memiliki Volcanic Explosivity Index (VEI) skala 6 yang setara dengan pelepasan tephra 10 kilometer kubik ke atmosfer.

Sebelum meletus, gunung yang terletak di Pulau Luzon, Filipina, itu menampakkan aktivitas prekursor spontan dan cukup ekstrim. Gempa vulkanik 7,8 pada skala Richter terjadi Juli 1990 dengan pusat guncangan 60 kilometer sebelah timur laut gunung api dan menyebabkan tanah longsor dan keaktifan sesar-sesar lokal. Selanjutnya, gempa-gempa kecil terjadi hingga ribuan kali terutama di sepanjang April dan Mei 1991.

Selain itu, manifestasi panas bumi berupa steam vent dan gas sulfur muncul secara tiba-tiba di permukaan wilayah sekitar Pinatubo. Akibat aktivitas efusif awal selama lima hari, terbentuk kubah lava diameter sekitar 200 meter dan ketinggian sekitar 40 meter.

Dengan semua tanda-tanda aktivitas prekursor di atas, dapat dipastikan sebuah letusan hebat akan terjadi. Atas dasar itu, Institut Vulkanologi dan Ilmu Gempa Bumi Filipina dibantu oleh United States Geological Survey (USGS) mulai melakukan peringatan kepada warga yang tempat tinggal mereka diduga termasuk daerah berpotensi rawan.

Tiga zona evakuasi ditetapkan. Zona pertama mencakup daerah di radius 10 km dari puncak gunung. Zona kedua di radius 10-20 km dan zona ketiga di radius 20-40 km. Sekitar 40.000 penduduk bertempat tinggal di zona pertama dan kedua, serta sekitar 331.000 penduduk pada zona tiga.

Berbagai tahap peringatan telah dilakukan baik melalui media massa, media elektronik, maupun secara langsung kepada penduduk pada zona-zona yang telah disebutkan di atas. Walaupun telah dilakukan berbagai peringatan, banyak juga penduduk yang tinggal di lereng gunung, baru meninggalkan desa mereka setelah ledakan pertama terjadi pada Juni.

Gunung Pinatubo meletus eksplosif dengan kepulan asap setinggi 35 kilometer. Abu-abu vulkanik yang dilepaskan dalam jumlah besar terbawa angin musim hingga mencapai Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia. Bahkan beberapa bulan kemudian keberadaannya sempat terdeteksi di Benua Amerika. Kejadian ini berakibat pada kondisi iklim dunia pada 1991-1992.

Temperatur udara bumi rata-rata tercatat turun 0,7 derajat Fahrenheit atau sekitar 0,4 Celcius. Di sekitar wilayah Pinatubo, debu vulkanik itu turun dan menutupi permukaan sampai ketinggian 200 meter dan menenggelamkan permukiman penduduk, vegetasi, hewan-hewan ternak, dan jalur transportasi darat.

Sementara itu, molekul SO2 berupa gas yang terdapat dalam atmosfir berinteraksi secara kimiawi dengan uap-uap air dan menghasilkan asam sulfat (H2SO4) yang juga turun ke permukaan dalam bentuk hujan asam. Erupsi yang mencapai lapisan stratosfer itu juga menimbulkan efek yang signifikan terhadap tingkat ozon di angkasa.

Kandungan ozon di tengah belahan bumi selatan pada musim dingin 1992 mencapai level terendah sepanjang masa. Hal serupa juga terjadi pada daerah di atas Benua Antartika dengan keberadaan lubang ozon terluas pada masa itu.

Erupsi Pinatubo pada 1991 juga melepaskan magma dari bawah permukaan dalam kapasitas yang besar. Hal ini menyebabkan kekosongan kantung magma yang berujung pada runtuhnya puncak Pinatubo yang menghasilkan daerah depresi berdiameter 2,5 kilometer. Sebagai akibat munculnya kaldera baru itu, ketinggian gunung berapi itu turun drastis sekitar 260 meter menjadi tinggal 1.485 meter di atas permukaan laut.

Produk-produk vulkanik lainnya juga dilepaskan sepanjang letusan Pinatubo dan berakibat fatal bagi penduduk di sekitar Pulau Luzon. Aliran piroklastik panas menuruni lereng gunung beberapa jam pasca erupsi major, mengalir menuju Sungai Maranot dan Moraza, yang kemudian menghanguskan hampir semua material dalam radius 5 kilometer dari pusat letusan.

Di beberapa tempat bahkan tercatat materi piroklastik itu mencapai radius 16 kilometer dari puncak Gunung Pinatubo. Selain itu, bahaya juga masih merundung hingga 1996. Temperatur deposit vulkanik yang masih berkisar 400 derajat Celcius memiliki potensi besar untuk berinteraksi dengan aliran sungai, air danau, dan air tanah.

Pencampuran ini termobilisasi dalam bentuk lahar yang menuruni lereng gunung dengan kecepatan hingga 35 kilometer per jam dalam debit sangat besar, mencapai 1.000 meter kubik per detik dan cukup untuk menghanyutkan rumah, kendaraan, dan harta benda yang dilaluinya. Fenomena itu menghadirkan ancaman bagi sekitar 100.000 warga sekitar Gunung Pinatubo.

Menurut catatan, letusan besar Pinatubo 1991 menewaskan 800 orang yang umumnya disebabkan reruntuhan rumah-rumah yang tertimpa material vulkanik basah.

Kerugian ekonomi terhitung mencapai 8 miliar peso atau hampir Rp2 triliun rupiah. Selain itu, 2,1 juta penduduk Filipina kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Hutan seluas 150 km persegi rusak parah dan sekitar 800 km persegi lahan pertanian gagal panen. [nic]


Inilah

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More