blog-indonesia.com

Selasa, 19 Oktober 2010

Kesuksesan Program Teknologi SBY Cuma 50%

SBY (tyudkartun.blogspot)

INILAH.COM, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengklaim sukses meningkatkan sistem komunikasi dan teknologi Indonesia. Namun, beberapa pengamat meragukan hal ini.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, program desa berdering yang merupakan bagian dari Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) berhasil menjaring 25.176 desa dan sekitar 100 desa pintar yang dilengkapi jaringan internet. Meskipun begitu, beberapa tugas pemerintah masih belum terselesaikan.

"Dalam setahun ini, baru 50% yang tampak. Memang target SBY paling populer adalah desa berdering. Namun, tujuan terakhirnya setelah ada sarana ini apa?" tanya Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala.

Menurut Kamilov, tugas pemerintah tidak hanya membuat jaringan telepon tetapi juga menciptakan layanan lain yang sifatnya memberi kemudahan bagi masyarakat untuk berkomunikasi dengan mudah dan sesuai kebutuhan.
"Kalau sudah ada telepon tapi tidak ada progresnya kan sia-sia," tandasnya. Menurut Kamilov, kebijakan lingkup Information Communication Technology (ICT) harus melihat pola komunikasi warga itu sendiri.

"Harus ada manfaat langsung dari masyarakat. Kalau sekadar fungsi telepon (suara) tentu terbatas. Jawa Timur, Lamongan misalnya memang telah merasa perbaruan ini. NTT dan NTB yang menjadi sumber TKI bisa terbantu untuk komunikasi. Bagaimana dengan yang lain?"

Fungsi telepon di suatu pedesaan seharusnya dapat disinergikan dengan layanan informasi lain. Bisa jadi disinergikan dengan Kementerian Pertanian untuk memecahkan masalah bercocok tanam di masyarakat pedesaan.

Mereka saat ini, lanjutnya, pasti seringkali kebingungan dengan cuaca yang tidak menentu untuk bertani. "Sekadar menderingkan telepon di suatu pedesaan hanya dianggap sebagai kebanggaan semu," tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan pengamat telekomunikasi Budi Raharjo. "Masyarakat manapun, baik kota maupun pedesaaan, juga memiliki kebutuhan yang sama menyangkut layanan data. Jika sekadar telepon, belum bisa dibilang sukses."

Budi Raharjo menilai bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk membangun infrastruktur yang masih minim di wilayah terpencil ini. Akses internet berkecepatan tinggi hanya bisa ditemui di wilayah kota besar.

Tidak hanya itu, banyaknya rencana pemerintah seringkali dinilai sekadar program tanpa eksekusi yang jelas. "Targetnya seperti apa, kebutuhan seperti apa dan siapa saja pelaku pendukungnya tentu ini harus dipikirkan. Tidak sekadar program."

Selain target jangka panjang dan kejelasan program, pemerintah SBY juga dinilai gagal membangun kualitas jaringan yang pantas. "Saat ini kita sudah di tahap kedua di mana pembangunan infrastruktur masuk ke quality of service. Sayangnya, kualitas layanan telah turun," imbuh Kamilov Segala.

Pembangunan infrastruktur atau jaringan baru mesti jadi sorotan pemerintah karena tidak semua perusahaan tertarik. Di Indonesia bagian timur misalnya, secara bisnis kurang menarik bagi investor telekomunikasi. "Ini menjadi tugas pemerintah untuk memberikan bantuan," tegas Kamilov.

"Quality of service di Indonesia masih perlu dipertanyakan. Ini seharusnya jadi sorotan karena tidak bisa ditawar-tawar. Beberapa panggilan suara sering putus. Ini sangat merugikan," kata Kamilov lagi.

Menurutnya, pemerintah mungkin gagal melakukan pengawasan karena hampir semua layanan operator memiliki masalah yang sama. Kegagalan pemerintah masih berlanjut di ranah internet. Meskipun pemanfaatan internet sudah marak di masyarakat, beberapa kendala infrastruktur masih dirasakan.
"Operator seluler ikut memasarkan internet. Andil pemerintah sendiri justru dipertanyakan karena lebih banyak swasta," ujar ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Roy Yamin. [mdr]


Inilah

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More