blog-indonesia.com

Jumat, 29 Oktober 2010

Deteksi Tsunami akan Ditingkatkan jadi 4 Menit

INILAH.COM, Jakarta BPPT menyatakan jika ingin mendapatkan akurasi deteksi tsunami yang lebih tinggi maka harus ada penambahan perangkat. Minimal perangkat yang ada harus seperti Jepang.

Tapi kita juga tak bisa tiba-tiba mencontoh mereka, ya sedikit demi sedikit, kata Project Manager Tsunami Buoy BPPT Joko Hartodjo saat dihubungi INILAH.COM.

Tapi Joko mengatakan untuk peringatan gempa, deteksi gempa dan potensi tsunami, keberadaan network alat-alat pendeteksi yang ada, sudah mencukupi. Hal itu bisa dilihat dalam 5 menit, peringatan sudah ada.

Nantinya dari 5 menit akan ditingkatkan menjadi 4 menit. Masalahnya kan lokasi episentrum pusat gempa yang menimbulkan gempa kalau dihitung-hitung membutuhkan waktu 15 menit atau 10-20 menit tergantung tempatnya. Lima menit BMKG mengumumkan peringatan, sisanya 10 menit untuk menyelamatkan diri dan mencari tempat yang tinggi, katanya.

Joko menambahkan agar akurasi naik, maka alat juga harus ditambah. Tapi hal itu harus secara bertahap. Karena harga seismometer mencapai ratusan juta rupiah, belum termasuk platform dan lainnya.

Misalnya untuk satu stasiun bisa mencapai Rp 250 juta dan dibangun di tiap 50 kilometer, ya tinggal dihitung saja. Panjang pantai sendiri bisa mencapai 81 ribu km, harus dihitung lagi. Buoy sendiri kalo dibikin sendiri mencapai Rp 4 miliar dan kalau beli mencapai Rp 6,5 miliar, kata Joko.

Selain masalah komunikasi, tambah Joko sistem informasi dari atas ke bawah juga perlu ditingkatkan. Karena untuk kota besar seperti Padang ada sirinenya, dan berbunyi jika ada potensi bahaya.

Sementara di Mentawai belum ada. Apalagi yang berada di pelosok juga semakin sulit. Sirene sendiri memiliki jangkauan 5 km - 10 km, dan jika tiap pantai dibangun sirene setiap 10 km maka biayanya akan besar sekali.

Yang paling memungkinkan pemerintah harus menggandeng menkominfo, sirene itu ditempatkan di BTS, izin ke menkominfo sendiri sudah ada, kata Joko.

BTS memiliki kelebihan punya energi sendiri dan bisa bisa ditumpangi. Jika setelah gempa listrik mati dan kemudian ada tsunami, sirene yang dibangun sendiri tidak akan bunyi karena tidak ada energi.

Kalau menumpang BTS biaya juga bisa ditekan. Selain tempatnya tinggi, sirene akan ready kapan pun.

Joko menambahkan Mentawai juga menjadi prioritas, tapi yang dikhawatirkan akan menghatam Padang. Jika tidak ada pulau seperti Mentawai, maka Padang akan langsung dihantam dan tsunaminya bisa lebih tinggi. [ito]


Inilah

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More