blog-indonesia.com

Minggu, 08 Agustus 2010

Pemanfaatan Lumpur Lapindo sebagai Bahan Baku Porselin

Industri kerajinan keramik di Bali memiliki potensi yang sangat kuat karena berakar pada budaya masyarakatnya. Potensi tersebut dilirik oleh Pemerintah dengan mendirikan Pusat Penelitian dan Pengembangan Seni Keramik dan Porselin (P3SKP) di bali pada tahun 1982 dengan tujuan melestarikan seni budaya dan peningkatan mutu kualitas keramik dengan memberikan nilai tambah teknologi. Di tahun 1995, P3SKP kemudian berubah status menjadi Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Seni dan Teknologi Keramik dan Porselin (UPT-PSTKP) di bawah koordinasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

“UPT PSTKP merupakan suatu unit kerja yang sangat unik karena mampu memadukan antara unsur teknologi dan seni. Perpaduan yang unik ini membawa manfaat besar bagi industri keramik, baik yang ada di Bali maupun industri keramik nasional”, ujar Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material (TIEM), Unggul Priyanto saat menerima Tim Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi VII DPR RI yang dipimpin oleh Effendi M.S. Simbolon ke UPT PSTKP BPPT di Bali, 2 Agustus 2010.

Dalam presentasinya, Kepala UPT PSTKP Bali I GA. Suradharmika menyebutkan bahwa sejak berdiri tahun 1982, UPT PSTKP Bali telah melakukan berbagai penelitian di bidang massa raga dan glasir untuk pengembangan keramik. “Penelitian difokuskan pada pencarian komposisi massa raga yang cocok untuk membuat benda keramik dengan basis tanah lempung tertentu. Sampai saat ini telah didapat beberapa komposisi dengan berbasis tanah Kalimantan, Lombok dan Bali” Ujar Suradharmika.

Di bidang glasir dan pewarna, penelitian difokuskan pada pencarian komposisi berbagai warna glasir. “Untuk pengembangan desain dan dekorasi keramik, yang terbaru adalah kami telah mengembangkan sistem knock down dan double wall. Untuk sistem knock down, seperti patung garuda Bali, jadi sayapnya dapat dilepas pasang. Sementara untuk sistem double wall, dengan adanya dua dinding maka dinding luar dapat diukir tembus sementara dinding dalam dapat diisi misalnya untuk tempat air”, jelas Suradharmika.

Lebih lanjut Suradharmika mengungkapkan bahwa pengembangan ke depannya, UPT PSTKP Bali akan mengembangkan teknologi porselin, karena teknologi porselin dapat dimanfaatkan untuk seni juga untuk keramik maju. UPT PSTKP juga telah mengembangkan lumpur lapindo sebagai bahan baku porselin karena sumbernya melimpah, harganya yang murah dan sifatnya yang bagus sebagai bahan pengikat. Pemanfaatan lumpur lapindo bisa digunakan untuk glatsir, gerabah konvensional, stoneware warna, bata dan genteng konvensional, bata dan genteng geopolimer, gerabah geopolimer dan paving.

Menurut data yang didapat dari Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), setiap harinya lumpur dengan kandungan air tinggi yaitu 70-80% dibuang ke Sungai Porong hingga 72000 m3. “Dalam perhitungan yang kami lakukan, dengan harga lumpur kering sebesar Rp 25000/ton, maka setiap harinya telah dibuang bahan mentah keramik sebesar Rp 936.000.000-Rp 1.404.000.000/hari. Disini kami melihat adanya peluang yang bisa ditangkap oleh perajin-perajin keramik untuk menjadikan lumpur sebagai bahan baku”, terang Suradharmika.

Salah satu anggota tim kunker, Rahmat Hidayat mengungkapkan ketertarikannya terhadap pengembangan lumpur lapindo yang dilakukan UPT PSTKP. “Kalau memang sudah jelas manfaatnya untuk apa saja, daripada terbuang percuma sebaiknya segera dipublikasikan dan disosialisasikan mengenai pemanfaatan lumpur tersebut” Ujar Rahmat.

Senada dengan Rahmat, anggota tim lain Halim Kalla, mengatakan bahwa dengan teknologi yang telah dikembangkan UPT PSTKP, tentunya dapat mencegah terbuangnya lumpur lapindo secara percuma. “Kalau bisa lumpur lapindo yang sudah dijadikan batu bata dibangun menjadi sebuah rumah, misalnya untuk membangun rumah bagi korban lumpur Sidoarjo itu. Tentu saja kami dari Komisi VII siap untuk mendukung terealisasikannya hal tersebut”.

Berkaitan dengan peningkatan nilai tambah dalam seni keramik, anggota tim kunker Samsul Bachri dan Alimin Abdullah menekankan perlunya pengembangan keahlian dari para perajin keramik Indonesia, disinilah UPT PSTKP berperan melalui pembinaan perajin keramik di berbagai daerah tidak hanya di Bali. UPT PSTKP harus berperan sebagai center of excellent bagi industri-industri keramik di Indonesia. “Tolong sampaikan rekomendasi kepada kami, Komisi VII DPR, apa yang bisa kami dukung agar kerajinan keramik Indonesia dapat lebih berkembang dan dapat bersaing dengan keramik dari negara lain”.

“Selama ini, program pembinaan yang dilakukan oleh UPT PSTKP telah dilakukan di berbagai daerah seperti Pejaten, Lombok dan Banten. Di setiap daerah yang kami bina, kami berusaha mengembangkan seni dan budaya daerah setempat dengan menerapkan kekhasan daerah setempat pada seni keramik yang dihasilkan. Tujuannya adalah agar setiap daerah memiliki keramik dengan ciri khas yang berbeda sehingga dapat sama-sama bersaing dengan produk luar negeri. Bahkan salah satu perajin binaan kami dari Pejaten berhasil mendapatkan penghargaan dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dengan teknik knock down nya”, tegas Suradharmika. (roren/humasristek)


Ristek

1 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More